Kaget, itu reaksi pertama saya saat membaca salah satu trending berita hari ini. Bagaimana tidak, kota kelahiran saya (Jember) tiba-tiba menghiasi headline pemberitaan.Â
Masalahnya, headline berita itu bukanlah sesuatu hal yang menyenangkan ataupun membanggakan. Melainkan justru memalukan dan membikin kesal.Â
Sebagaimana dilansir oleh laman berita kompas.com, Bupati Jember Hendy Siswanto dikatakan menerima honor pemakaman COVID-19 senilai kurang lebih 70 juta rupiah.
Ketika situasi pandemi terlihat masih begitu mencekam di wilayah tersebut, justru bupatinya menikmati limpahan rupiah sebagai honor atas "kontribusinya" menjadi bagian dari tim pemakaman korban virus corona COVID-19.
Mengapa saya mengatakan suasananya terasa mencekam? Karena beberapa waktu lalu ibu saya yang kebetulan tinggal di kota sebelah Jember menyempatkan diri datang ke kota tersebut untuk menengok saudara yang tinggal disana.Â
Kebetulan rumah kami pun masih ada di Jember hingga saat ini. Dan KTP ibu saya pun masih KTP sana. Sementara sejak beberapa tahun lalu saya merantau dari tanah kelaihran dan sudah berpindah KTP.
Saat itu ibu bercerita kalau beliau merasakan suasana di kota tersebut terasa sangat tidak nyaman. Dalam hitungan hari saja sudah beberapa orang dikabarkan meninggal dunia. Merinding beliau bercerita via telepon ke saya waktu itu. Sehingga niatan untuk bermalam sekitar 2 hari di Jember terpaksa diurungkan dan tidak sampai satu hari saja sudah memutuskan untuk kembali lagi ke kota sebelah dimana beliau tinggal bersama saudara.
Jam malam beberapa kali diberlakukan sehingga kakak saya yang kebetulan beberapa kali bolak balik ke Jember dari rumahnya di kota sebelah merasa tidak bisa berlama-lama. Takut jalanan ditutup dan tidak bisa balik ke rumahnya. Mobil pembawa cairan disinfektan lalu lalang mencoba menyeterilkan lingkungan di kawasan kota Jember. Terkesan sepi dan tidak tampak hidup. Benar-benar "cocok" dengan suasana kota yang tersandera oleh pandemi.
Beberapa anggota keluarga yang tinggal disana pernah mengatakan kalau situasi ekonomi mereka tidak cukup baik beberapa tahun belakangan ini. Terutama pada masa pendemi COVID-19 terjadi. Lantas dengan kondisi yang seperti itu tiba-tiba ada pemberitaan yang mengatakan bahwa pejabat publik kota itu justru mendapatkan fee yang tidak sepatutnya mereka terima.
Terlepas hal itu sudah ditetapkan dalam aturan ataupun dikatakan bahwa uangnya diberikan langsung kepada warga yang tertimpa musibah, mendapatkan fasilitas tambahan ditengah situasi pelik semacam itu rasa-rasanya memang tidak etis. Apalagi mereka sudah memiliki gaji besar dan tunjangan jabatan yang tidak sedikit. Yang sebenarnya bisa saja mereka tolak keberadaan aturan pemberian honor pemakaman semacam itu.