Akhirnya Lionel Messi berhasil mempersembahkan gelar trofi bergengsi bagi negaranya, Argentina, setelah melalui empat gelaran final kompetisi antar negara. Kegagalan pada dua final Copa America dan satu Piala Dunia seakan menjadi kutukan tiada akhir bagi sang maestro lapangan hijau berjuluk La Pulga ini. Seakan-akan ia hanya ditakdirkan untuk berjaya bersama klubnya, FC Barcelona, tapi tidak untuk negaranya, Argentina.
Usia yang semakin beranjak tua sepertinya memaksa seorang Lionel Messi untuk pasrah terhadap keadaan. Dirinya yang sekarang mungkin tidak selincah dulu. Ditambah ia seperti kurang sumber daya yang mampu menopang segala ambisi besarnya memenangi kejuaraan bergengsi antar negara-negara di dunia. Sesuatu yang barangkali menjadi satu-satunya penghalang dalam menasbihkan dirinya sebagai pemain terbaik dunia sepanjang masa.
Mengecap gelar sebagai pemain terbaik dunia sebanyak 6 kali rasa-rasanya sudah cukup menggambarkan betapa luar biasanya sosok La Pulga. Tapi tanpa gelar selevel Piala Dunia atau setidaknya Copa America hal itu akan membuatnya terus diremehkan sebagai legenda yang tidak lengkap pencapaiannya. Apalagi pesaing terbesarnya, Cristiano Ronaldo, sudah terlebih dahulu melampaui capaian La Pulga pada level negara saat mengatarkan Portugal juara EURO 2016 yang lalu.
Lantas apa yang terjadi dengan Lionel Messi Selanjutnya?
Argentina dan Pandemi
Copa America yang digelar tahun 2021 kali ini sepertinya merupakan sebuah pagelaran besar yang terasa hambar. Dilangsungkan pada momen pandemi yang masih tinggi sehingga hampir setiap pertandingan dilangsungkan tanpa kehadiran suporter kedalam stadion.
Disamping itu, periode kompetisi yang bersamaan dengan kalender UEFA menyelenggarakan EURO 2020 seperti membuat Copa America kali ini kalah pamor dan gengsi. Karena hampir semua mata pecinta bola tertuju ke benua biru dan memandang sebelah mata komeptisi lain di kawasan Amerika Latin.
Namun hal itu sepertinya tidak menjadi soal. Terlebih bagi Lionel Messi cs yang telah berhasil bangkit dari rasa sakit hati tumbang di tiga final kompetisi major sebelumnya. Brasil yang sebelumnya menjadi mimpi buruk Argentina saat takluk dari Jerman di final Piala Dunia 2014 yang lalu kini seperti berbalik sikap. Brasil sepertinya menjadi begitu bersahabat bagi Argentina, terlebih kepada Lionel Messi.
Seorang Jurnalis Bola asal Brasil, Fabiola Andrade, bahkan sampai membuat sebuah cuitan kotroversial perihal dukungannya kepada kapten Argentina meskipun yang harus dihadapi pada partai final tersebut adalah negaranya sendiri, Brasil. Ia mengatakan, "Sebelum melempari saya dengan batu di alun-alun, izinkan saya menjelaskan: Saya suka Brasil, sepakbola Brasil. Saya punya beberapa teman Argentina. Tapi saya tidak akan mendukung Argentina di final Copa America karena mereka, tidak. Saya bersorak karena Saya suka sepakbola dan @leomessi. Orang ini perlu memenangkan gelar dengan kostum negaranya! Demi keadilan!" cuit Andrade melalui laman instragram pribadinya.
Padahal sebelum pandemi berlangsung Copa America kali ini sudah menunjuk Argentina dan Kolombia sebagai tuan rumah kompetisi. Namun kedua negara tersebut memutuskan mundur gegara pandemi COVID-19 yang melanda. Sehingga Brasil pun ditunjuk sebagai tuan rumah "darurat" menggantikan kedua negara tersebut.
Seandainya Copa America tetap digelar dalam kondisi normal dengan Argentina dan Kolombia bertindak sebagai tuan rumah maka mungkin saja Lionel Messi bersama tim nasional Argentina akan kembali gigit jari. Sudah menjadi sesuatu yang jamak terjadi tatkala menjadi tuan rumah ekspektasinya akan semakin membumbung tinggi. Sehingga beban psikologis juga akan semakin menggelayuti para pemain yang berlaga.
Barangkali Argentina harus berucap "terima kasih" oleh sebab pandemi ini yang telah menjembatani mereka untuk meraih kembali gelar bergengsi di level dunia.
Lionel Scaloni
Nama Lionel Scaloni mungkin tidak terlalu gagap gempita selama melanglang buana sebagai pemain sepakbola. Namun bagi saya pribadi nama ini masih lekat dalam ingatan sebagai salah satu pemain paling "menyebalkan" saat menjadi bagian dari skuad klub Deportivo La Caruna yang berhasil melakukan comeback luar biasa terhadap kesebelasan favorit saya, AC Milan.
Super Depor yang dibantai 4-1 di San Siro kala itu ternyata justru berhasil membalikkan keadaan dengan kemenangan 4-0 di Riazor. Dan Lionel Scaloni termasuk sebagai pemain yang membikin saya jengkel karena berhasil mengacaukan permainan I Rossoneri. Sebenarnya bukan hanya Scaloni yang saya kenang, namun hampir semua pemain Depotivo waktu itu. Karena gegara mereka tim kesayangan saya tersingkir.
Bertahun-tahun berselang nama itu muncul lagi. Kali ini menjadi pelatih utama timnas Argentina. Menggantikan beberapa nama populer lain yang terlebih dulu gagal membawa Lionel Messi cs menjadi yang terbaik dalam kompetisi akbar tingkat dunia.
Scaloni "hanya" mantan asisten Jorge Sampaoli yang sebelumnya gagal membawa Argentina berprestasi tinggi. Padahal sebelumnya Sampaoli sempat mempersembahkan gelar Copa America sewaktu melatih Chile yang ironisnya adalah dengan mengalahkan Argentina di partai puncak. Tapi justru saat melatih timnas Argentina ia malah gagal total.
Dengan demikian keberadaan Scaloni bisa dibilang seperti sebuah pelarian sekaligus perjudian. Sebuah langkah putus asa dalam memilih sosok untuk menahkodai tim hebat seperti Argentina. Sebuah pelatih yang digantungkan harapan setinggi langit untuk menyulap Argentina yang telah dianugerahi Lionel Messi untuk meraih prestasi level tertinggi.
Harapan besar yang bisa dibilang muluk-muluk menilik rekam jejak Scaloni yang bukan siapa-siapa. Ia hanyalah pelatih "ingusan" yang baru mengenal sepakbola. Bisa apa dia? Barangkali pandangan skeptis itulah yang terus menggelayuti sang pelatih semenjak hari pertamanya duduk di kursi kepala pelatih timnas Argentina.
Membangun tim ditengah-tengah kepungan rasa ragu jelas bukan merupakan tugas yang mudah. Termasuk bagi Lionel Scaloni sendiri. Scaloni benar-benar tidak bisa mengumbar janji-janji manis sampai ia benar-benar membuktikan bahwa ia memang layak untuk dipilih memimpin skuad Argentina.
Kesabaran Scaloni menerima nada-nada sumbang atas kapasitas dirinya, dan langkah nekad federasi sepakbola Argentina (AFA) menunjuk Scaloni ternyata benar-benar berbuah hasil manis. Scaloni menjadi kunci atas raihan prestasi yang sudah ditunggu-tunggu lama oleh segenap rakyat negeri Tango. Jeda waktu antara 1993 hingga 2021 jelas bukanlah waktu sebentar untuk menunggu. Dan Lionel Scaloni berhasil menghapus dahaga negaranya tersebut setelah sekian lama.
Argentina dibawah komando Scaloni terlihat tampil berbeda dan tidak terlalu bergantung ada sosok Lionel Messi. Apabila beberapa pelatih Argentina sebelumnya tampak terlalu mendewakan Messi sehingga membatasi strategi tim yang akhirnya berujung pada Messi sentris. Scaloni mencoba untuk sedikit demi sedikit merubah paradigma itu.
Segenap skuad negeri Tango dibuat lebih percaya diri bahwa baik mereka ataupun Messi sama-sama berjuang untuk negaranya. Mereka sama pentingnya dengan Messi. Mereka tidak bermain untuk memanjakan atau membuat Messi nyaman berada dalam skuad. Melainkan lebih berorientasi pada Argentina sebagai satu tim. Scaloni telah mereformasi timnas Argentina menjadi sebuah tim tangguh yang dibentuk oleh sebelas orang, dan oleh satu orang saja.
Meskipun peran Messi masih tetap dominan didalam tim, akan tetapi kita bisa melihat beberapa kali Argentina justru "diselamatkan" oleh pemain lainnya seperti kiper Emiliano Martinez, sang pahlawan Argentina saat adu penalti melawan Kolombia, serta Angel Di Maria yang menjadi pencetak satu-satunya gol sekaligus Man of The Match dalam partai puncak melawan Brasil.
Scaloni telah berhasil membuat Argentina terlihat berbeda dibandingkan tim yang gagal dalam tiga episode final sebelumnya.
Lionel Messi
Apabila di penghujung tahun 2021 nanti nama Lionel Messi kembali diumumkan sebagai pemenang Ballon D'Or maka jangan kaget. Performa sang kapten Argentina memang sangat luar biasa dalam pegelaran Copa America kali ini. Menjadi Man of The Match dari 4 pertandingan yang dilakoni timnya, menjadi top score tunamen, top assist, dan tentunya menjadi best player sekaligus membawa negaranya menjadi kampium Copa America 2021.
Nama-nama yang digadang-gadang lebih unggul dari Messi musim ini seperti Cristiano Ronaldo, N'Golo Kante, Kylian Mbappe, hingga Robert Lewandowski memang relatif bersinar dalam level klub namun melempem saat membela tim nasional mereka dalam ajang EURO 2020. Sehingga kans mereka untuk memenangi penghargaan individu tersebut sepertinya mengecil.
Sementara Lionel Messi sepanjang musim membela FC Barcelona sudah melakukan banyak hal luar biasa sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Namun pencapaian bersama timnas Argentina sepertinya menjadi nilai tambah terbesar yang menjadikan Messi layak menggungguli para pemain lainnya.
Apalagi ditengah hingar bingar EURO 2020 yang membuat prestise Copa America seperti terjerembab, nama Lionel Messi seperti menjadi penyeimbang yang membuat eksistensi penyelenggaraan Copa America tetap diakui. Saat Cristiano Ronaldo dan beberapa pemain eropa melakukan aksi geser botol Coca Cola saja sensasinya sudah sangat luar biasa. Sementara hal-hal semacam itu hampir tidak pernah terdengar dalam setiap sesi yang terjadi di Copa America.
Tidak ada yang terlihat menarik di Copa America untuk disimak sampai seorang Lionel Messi habis masa kontraknya dengan FC Barcelona. Sehingga sampai akhirnya Messi berhasil membawa negaranya berjaya ia masih tetap berstatus "pengangguran" tanpa klub. Hal ini tentu menjadi pemberitaan menarik yang diburu segenap pecinta bola perihal kemana selanjutnya sang maestro akan berlabuh.
Tapi bagaimanapun juga Messi tetap Messi. Ia membuat Copa America tetap terlihat menarik dengan segala hal yang melekat pada dirinya. Keterampilannya mengolah kulit bundar masih mampu menyihir para penikmat bola. Argentina dibawanya bermain dengan penuh kegembiraan. Bahkan sebuah luka berdarah di kaki menjadi sebuah petunjuk bahwa sang bintang memang benar-benar serius dengan pernyataannya yang ingin fokus membela Argentina.
Kesungguhan hati Messi yang tidak pernah menyerah setelah getir pahit dua final Copa America dan sau final Piala Dunia pada akhirnya mampu menghapus dahaga lama negaranya sekaligus menjadi bukti bahwa Messi tidak hanya bisa hebat pada level klub melainkan juga untuk negaranya. Keputusan Messi untuk membatalkan pensiunnya dan kembali membela Argentina akhirnya berbuah manis trofi juara Copa America disaat sebagian besar kompetitornya di benua biru harus gigit jari.
Barangkali kini Messi hanya perlu menatap dua sosok pesaing baru yang bisa menandinginya sebagai pemain terbaik dunia tahun ini. Final EURO 2020 bisa jadi membawa serta dua sosok tersebut dalam diri Jorginho di timnas Italia serta Harry Kane di tubuh timnas Inggris.
Terlepas siapapun pada akhirnya yang mendapat label sebagai pemain terbaik dunia selanjutnya, Messi tetap akan memasang senyuman bahagia karena ia telah berhasil mencapai prestasi tinggi bersama negaranya. Seperti yang pernah Messi katakan bertahun-tahun sebelumnya bahwa ia bahkan rela menukarkan semua trofi penghargaan atas dirinya sendiri untuk satu trofi bergengsi bagi Argentina. Dan sepertinya raihan gelar Copa America 2021 sudah lebih dari cukup untuk membuat Messi berbahagia dengan pencapaiannya.
Sebagai penikmat bola saya pribadi setuju dengan pernyataan Fabiola Andrade. Messi perlu memenangkan gelar dengan kostum negaranya! Demi keadilan! Demi keadilan pula Messi seharusnya bisa memenangkan Ballon D'Or-nya yang ke-7 dan melambungkan kembali nama La Pulga sebagai salah satu pemain terbaik yang pernah ada. Â Â
Salam hangat,
Agil S Habib
Refferensi :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H