Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Rahasia Bahagia dalam Karier Meski Punya Atasan "Killer"

12 April 2021   07:46 Diperbarui: 12 April 2021   19:16 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjalani karier dengan menjadi pekerja atau tenaga profesional di suatu organisasi bisnis tertentu barangkali akan menghadirkan cukup banyak suka duka. 

Sebagian merasa begitu betah dan nyaman dengan tempat kerjanya, berhubungan baik dengan rekan kerja, serta mungkin memiliki atasan yang bersahabat dengan segala keramahan dan perhatian kepada anggota timnya. 

Disisi lain, tidak menutup kemungkinan ada sebagian orang yang lain mengalami kondisi bertolak belakang. Lingkungan kerja kurang harmonis, suasana pekerjaan terasa tidak nyaman, dan parahnya berada dalam kendali atasan killer yang begitu mudahnya melontarkan amarah, gemar menjatuhkan sanksi, sering memberikan maklumat yang menekan anak buah sehingga keberadaannya cenderung tidak diharapkan.

Dalam banyak situasi mungkin seorang atasan di sebuah organisasi bisnis tidak selalu begitu buruk sebagaimana penafsiran yang digambarkan di beberapa judul film atau sinetron populer. 

Tapi ada sebagian diantara karakter menyebalkan yang mungkin saja dimiliki oleh para atasan tersebut sehingga membuat mereka "pantas" dilabeli sosok yang killer terlepas dari peran, fungsi, serta tanggung jawab dari seorang atasan yang memang cukup besar dalam rangka menjalankan roda organisasi bisnis berorientasi profit.

"Kebahagiaan di tempat kerja tidak ditentukan oleh orang lain, melainkan oleh diri kita sendiri dengan keterampilan untuk mengelola pikiran, perilaku, dan juga tindakan sehingga suasana bahagia itu tetap bisa kita rasakan sebagaimana mestinya."

Sebagai anak buah atau bagian dari anggota tim di sebuah organisasi bisnis pada umumnya kita tidak bisa memilih sosok-sosok yang akan menjadi atasan atau pemimpin kita. Tentu seorang anak buah atau bawahan akan sangat bersyukur apabila mendapatkan atasan yang bersahabat, penyabar, ramah, dan sebagainya. 

Tapi tatkala sosok dengan karakteristik sebaliknya yang terpilih maka opsinya hanya ada dua. Pertama, pergi meninggalkan tim (resign) dengan kemungkinan akan bertemu sosok serupa atau yang lebih baik di tempat lain. Kedua, tetap bertahan dalam situasi tersebut dengan segala kemungkinan saat berada dibawah kendali sosok pemimpin killer.

Apabila opsi pertama yang dipilih maka usai sudah bahasan kita. Namun apabila opsi kedua yang dipilih maka perlu kiranya bagi kita selaku anak buah untuk menemukan strategi, cara, tips, dan juga trik untuk menjalani situasi dan kondisi yang ada sehingga kita tetap bisa nyaman dan juga bahagia saat mengarungi hari-hari di tempat kerja. 

Bagaimanapun juga segala apa yang kita rasakan hanya diatur oleh dua hal. Aspek eksternal dan aspek internal diri kita. Apabila aspek eksternal yang kita biarkan mengambil kendali maka kita akan cenderung lebih mudah terombang-ambing dalam mengarungi segala peristiwa. 

Sebaliknya, apabila aspek internal mampu mengambil alih kendala maka setiap keadaan akan lebih mudah kita sesuaikan dan selaraskan sehingga sebisa mungkin tetap bersahabat dengan diri kita.

Dengan demikian cara terbaik adalah bagaimana kita memfokuskan diri untuk mengambil alih kendali internal. Menyelaraskan frekuensi dari setiap peristiwa sehingga lebih mudah diterima oleh emosi yang akhirnya akan berujung pada optimalisasi kebahagiaan didalam diri.

Asal Muasal Kebahagiaan

Studi menunjukkan bahwa kebahagiaan ditentukan 50 persennya oleh genetika seseorang, 10 persen dipengaruhi oleh keadaan yang dialami seseorang, dan 40 persen sisanya dikendalikan oleh pikiran, tindakan, serta perilaku seseorang. 

Faktor genetika mungkin cukup sering kita jumpai ketika melihat beberapa orang di sekitar kita yang seperti gemar bercanda, murah senyum, humoris, dan sejenisnya. Bisa jadi orang-orang seperti ini memiliki genetika kebahagiaan yang lebih besar daripada orang kebanyakan.

Tapi untungnya kebahagiaan itu tidak sepenuhnya didominasi oleh genetika turunan yang mana dalam hal ini seseorang tidak memiliki kendali apapun untuk menetukan kualitas ataupun kuantitasnya. 

Setidaknya ada faktor 40 persen yang bisa kita "otak-atik" sedemikian rupa sehingga kebahagiaan itu bisa berpihak kepada kita. Apabila hal ini bisa kita maksimalkan maka kesempatan kita untuk merengguk kebahagiaan dalam situasi dan kondisi apapun akan lebih mungkin terwujud.

Terkait hubungan kita selaku anak buah dengan atasan killer yang berpotensi menciptakan suasana kurang menyenangkan hal itupun sejatinya bisa "direkayasa". Pikiran, tindakan, dan perilaku kita memiliki kontribusi penting dalam hal ini. 

Anthony Robbin dalam ulasan bukunya Awaken The Giant Within mengutarakan pentingnya memprogram ulang alam pikiran kita melalui tindakan yang kita lakukan.

Apabila tindakan kita merepresentasikan kebahagaiaan maka lambat laun hal itu akan turut menciptakan suasana yang lebih bahagia didalam diri seseorang.

Permasalahannya sekarang adalah bagaimana kita akan menciptakan suasana yang memungkinkan kita untuk berada dalam level kebahagiaan tinggi meskipun kondisi yang terjadi diluar lingkungan kita "memaksa" kita untuk menjauh dari kebahagiaan. 

Prosentase 10 persen merupakan letak kontribusi dimana atasan killer akan membuat kita kehilangan kebahagiaan. Tapi apabila hal lain yang berpengaruh terhadap tingkat kebahagiaan kita kelola sedemikian rupa sehingga memiliki dampak dominan maka efek dari atasan killer akan menjadi tidak terlalu berpengaruh.

Seorang anak buah mungkin perlu untuk mengingat kembali bahwa seorang atasan setinggi apapun level jabatannya tetaplah sama manusianya dengan kita. 

Bedanya, mereka memiliki Surat Ketetapan (SK) yang membuat mereka memiliki wewenang serta tanggung jawab yang lebih tinggi daripada yang lain. Sehingga hubungan kita dengan mereka sebenarnya tetaplah sama sebagaimana manusia yang satu dengan yang lain. 

Barangkali ada ketakutan untuk dimarahi, diberi sanksi, ataupun dipotong gaji. Akan tetapi hal itu sebenarnya tidak pernah mengurangi secuil apapun dari apa yang kita miliki.

Gaji hanyalah sebagian dari jalan rezeki yang kita miliki. Dan rezeki sebagaimana kita tahu hal itu kaitannya dengan Sang Maha Pemberi Rezeki. Sehingga ketakutan kita, kekhawatiran kita, dan kegelisahan kita terhadap para atasan dengan segala karakteristik kepribadiannya bisa dibilang tidak beralasan. Pikiran kita harus disadarkan bahwa kita memiliki jalan rezeki yang sejatinya sudah digariskan oleh-Nya.

Begitu halnya dengan kemungkinan pressure dari para atasan sampai pada titik tertentu kita mendapatkan "serangan" emosi yang mengusik pikiran. Apabila hal itu tidak disikapi secara tepat maka kita akan merasa sebagai pribadi paling sial seidunia. 

Oleh karena itu menata pikiran, tindakan, dan perilaku kita sangat diperlukan agar semuanya memiliki keselarasan untuk menunjang kebahagiaan yang didambakan itu. 

Dengan demikian kebahagiaan ditempat kerja pada dasarnya yang paling menentukan bukanlah orang-orang yang ada disana. Bukan juga killer tidaknya sang atasan yang membawahi kita. 

Melainkan semua kembali pada diri kita masing-masing terkait sejauh mana kita mampu untuk menata pikiran, perilaku, dan juga tindakan agar kebahagiaan yang kita alami senantiasa berada pada level yang diinginkan.

Salam hangat,

Agil S Habib

Refferensi :

[1]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun