Jika memang seperti itu berarti kebahagiaan bukanlah salah satu bagian dari kehidupan ini yang bisa kita kendalikan karena faktor-faktornya ditentukan oleh mereka yang diluar diri kita.Â
Tentunya kita tidak sepakat dengan pandangan ini karena sejatinya memang kebahagiaan sebagai sesuatu yang paling didambakan dalam hidup harus bisa dijangkau semua orang apapun latar belakangnya, di mana pun mereka bekerja, serta untuk siapapun mereka mendedikasikan jasa.Â
Masalahnya bukan pada kecenderungan untuk menjadi si loyal atau si kutu loncat, melainkan bagaimana seseorang menikmati serangkaian proses yang harus dijalani. Bahkan seorang kutu loncat sekalipun akan mampu menemukan kebahagiaan dari kebiasaannya berpindah-pindah pekerjaan karena sensasi petualangan yang didapatnya dari sana. Sama halnya dengan seorang pekerja loyal yang menikmati kebahagiaan dari sikapnya menjadi seorang loyalis itu sendiri.
Sebuah Journal of Experimental Psychology berjudul The Secret of Happiness: Feeling Good or Feeling Right? Mendefinisikan bahwa kebahagiaan merupakan sebuah kondisi yang bisa diraih tatkala seseorang mengalami emosi yang diinginkan, juga merasakan emosi yang selaras dengan core value yang mereka yakini dalam kehidupan pribadi, sosial, serta budaya masing-masing individu.Â
Dengan kata lain pilihan untuk menjadi seorang pekerja loyal ataupun kutu loncat selama hal itu memicu munculnya emosi yang dimaksud maka dalam hal inilah kebahagiaan seseorang tengah diupayakan.
Cristiano Ronaldo (CR7) bisa saja dulunya memilih tetap setia kepada Sporting Lisbon saja. Tapi mungkinkah hal itu akan menjadikannya pemain hebat seperti sekarang? Begitupun dengan Lionel Messi. Dia bisa saja memilih pindah ke klub manapun di dunia ini. Namun kenyataannya ia masih setia pada klubnya saat ini, FC Barcelona.Â
Apakah di antara CR7 ataupun Lionel Messi bisa sama-sama menikmati kebahagiaan dalam karir sepakbola mereka? Sepertinya iya.Â
Mungkin kita akan mengutarakan bahwa ada cukup banyak faktor dalam upaya mengeksploitasi kebahagiaan. Padahal dalam kajian yang lebih rumit sekalipun kenyataannya menunjukkan bahwa hal itu hanya masalah memutar-balikkan emosi atau suasana hati. Siapa yang bisa mengelola emosinya secara tepat, maka dialah yang akan merengkuh nikmatnya kebahagiaan.
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H