Sering kiranya kita mendengar petuah dari sebagian orang yang menyebutkan perlunya seseorang untuk menggapai karir setinggi mungkin dalam profesinya.Â
Ada yang berambisi menjadi petinggi di suatu perusahaan ternama, ada yang ingin memperoleh kenaikan jabatan dari posisi sebelumnya, ada yang berharap mendapatkan promosi pekerjaan dari sang bos, dan lain sebagainya.Â
Semua hal itu merupakan sesuatu yang lumrah dan wajar terjadi bagi kalangan yang mengincar jenjang karir terbaik pada profesi yang digelutinya. Sehingga setiap orang yang mendambakan hal itu mesti melakukan tindakan yang selaras dengan tujuannya tersebut.Â
Menampilkan performa kerja terbaik, mengasah keterampilan kerja semaksimal mungkin, fokus dalam menjalani profesi kerja, serta totalitas dalam melalui hari-hari di tempat kerja. Namun situasinya akan berbeda jikalau seseorang yang terkait suatu profesi ternyata memiliki orientasi yang berbeda dengan pekerjaan yang digelutinya saat ini.
"Mengesampingkan yang utama dan mengutamakan (yang sejatinya) sampingan profesi terkadang merupakan sebuah periode yang mesti dilalui oleh seseorang untuk menapaki jalur pekerjaan yang selaras dengan idealisme. Terkadang ada pengorbanan yang harus dilakukan demi membuat semua menjadi nyata. Situasinya memang tidak selalu menyenangkan, tapi kita mesti percaya bahwa semua akan indah pada waktunya."
Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap orang memiliki jenis ketertarikannya masing-masing. Termasuk halnya dengan profesi pekerjaan yang digeluti.Â
Terkadang di antara kita ada yang memilih karir profesi semata disebabkan oleh orientasi finansial atau hal lain yang sifatnya "memaksa" seseorang untuk mengambil suatu pilihan karir.Â
Padahal di luar sana ada hal lain yang dinilai lebih menyenangkan, lebih membuat nyaman, lebih menggairahkan, dan lebih bisa dinikmati ketimbang profesi utama yang dijalani.Â
Hanya saja hal lain tersebut dirasa belum atau kurang bisa memberikan nilai manfaat lebih bagi diri seseorang berdasarkan beberapa pertimbangan, khususnya untuk saat ini.Â
Adakalanya seseorang begitu antusias dengan dunia bisnis, berdagang, atau menjalankan suatu usaha. Namun karena jumlah pendapatan yang diperoleh masih relatif kecil khususnya jika dibandingkan dengan penghasilan tetap dari profesi utamanya, maka seseorang pun akhirnya cenderung bersikap "mendua". Tetap menjejakkan diri pada pekerjaan utama, sementara sebagian atensinya juga teralihkan untuk hal lain yang menjadi harapan karir di masa depan.
Sepintas profesi utama kita memang menjadi prioritas pengerahan energi yang kita miliki. Namun sejatinya hal itu hanya sebatas selingan pengisi waktu sembari menunggu bertumbuhnya karir "yang sesungguhnya". Memang ada petuah bijak yang mengatakan agar kita menikmati pekerjaan yang dijalani.Â
Cintai pekerjaan kita sehingga kita bisa menjalaninya serasa bermain. Namun tidak serta merta seseorang akan mampu mencintai pekerjaan utamanya jikalau memang hatinya sudah "terpesona" dengan pekerjaannya yang lain.Â
Apabila hal ini yang terjadi maka tentu yang bisa diharapkan hanyalah profesionalitas seseorang dalam menunaikan kewajiban profesinya. Setiap beban tugas yang ada diharapkan bisa tuntas sesuai standar yang ditentukan.Â
Dari sudut pandang penyedia kerja atau pihak-pihak yang memerlukan keberadaan seseorang dalam pekerjaan, sepertinya yang utama adalah pekerjaan dari yang bersangkutan beres dan tidak menjadi penghambat bagi kinerja mereka.
Tetap Kerja Maksimal, Tapi...
Biarpun seandainya kita memiliki orientasi atau obsesi yang lebih besar di luar sana ketimbang profesi utama yang dijalani saat ini, hal itu bukan menjadi pertanda pasti bahwa pekerjaan utama kita akan terabaikan. Masih besar kemungkinan bahwa seseorang akan tetap berprestasi dalam bidang kerjanya.Â
Menunaikan tugas dengan sama baiknya sebagaimana orang lain dengan fokus yang lebih besar. Bedanya, seseorang dengan obsesi lain ini barangkali akan mengabaikan kesempatan untuk menjadi "seseorang yang lebih besar" di pekerjaannya. Mungkin ia akan menolak kesempatan mendapatkan promosi jabatan atau menghindari rekomendasi yang dimaksudkan untuk peningkatan karirnya.Â
Orang-orang dengan kriteria semacam ini sepintas akan terlihat menikmati zona nyamannya dan enggan keluar darinya. Padahal sebenarnya hal itu dimaksudkan untuk tetap menjaga stabilitas fokus dirinya sehingga tetap bisa memberikan atensi yang cukup pada profesi yang lain tanpa sedikitpun mengorbankan kualitas dari pekerjaan utamanya.
Zona nyaman pekerjaan utama menandakan adanya stabilitas yang memungkinkan seseorang untuk terus memegang kendali secara penuh pada semua bidang yang digeluti.Â
Bagaimanapun juga bukan perkara mudah untuk membagi atensi pada beberapa hal sekaligus tanpa mengorbankan sekecil apapun hal yang terkait di antaranya.Â
Semakin stabil situasi pekerjaan, maka idealnya akan semakin mempermudah seseorang untuk tetap memegang kendali keadaan. Semakin stabil situasi pada profesi utama, maka energi yang dikerahkan untuk bisa menjalankan profesi karir yang lain akan semakin bertambah.
Hampir semua orang menginginkan jalur profesi yang searah dengan bidang minat, hobi, atau passion. Sayangnya, hal itu tidak selalu dengan mudah diperoleh. Apalagi ketika kita dihadapkan pada situasi yang mendesak. Menghadapi pilihan antara menjalani profesi yang tidak sesuai bidang minat atau tidak punya biaya untuk menyambung hidup.Â
Pada momen ini idealisme seseorang sepertinya harus terlebih dahulu mengalah pada pragmatisme dan memilih bersikap realistis. Biarpun menjalani ketidaknyamanan secara emosi hal itu harus rela ditanggung asalkan hajat hidup utama masih terpenuhi. Masih ada waktu dan kesempatan yang lain untuk berbuat sesuatu dan memperbaiki situasi.Â
Selama kebutuhan hajat hidup masih belum terpenuhi oleh "profesi impian", maka pekerjaan utama yang saat ini menempati status "profesi utama" tetap harus dipertahankan.Â
Konsekuensinya, ada aspek emosi yang diabaikan, ada impian yang ditunda, dan ada fokus yang terbelah. Sembari menelusuri jalan menuju target utama, segala daya upaya tetap harus dikerahkan biarpun pada akhirnya hal itu mengharuskan seseorang menginjakkan kaki di "dua dunia".
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H