Kalaupun akhirnya harus tetap menggunakan Sinovac ia akan memilih menjadi orang terakhir setelah efek penggunaan vaksin secara luas sudah bisa diketahui. Syukur-syukur kalau mendapatkan vaksin selain punya Sinovac seperti Pfizer, Moderna, atau yang lainnya.Â
Intinya jangan vaksin dari Sinovac saja. Apa yang diyakini oleh teman saya itu bisa jadi dimiliki pula oleh sebagian rakyat negeri ini. Mereka akan dengan senang hati divaksinasi asalkan tidak menggunakan vaksin produksi Sinovac. Yang penting bukan Sinovac.
Jatah Vaksin
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin memaparkan bahwa pemerintah Indonesia saat ini sudah menjalin kontrak pengadaan vaksin sebanyak 329 juta dosis.Â
Dari angka itu Sinovac mendapatkan porsi terbesar yaitu sekitar 125,504 juta dosis, Pfizer dengan 50 juta dosis, AstraZeneca dengan 50 juta dosis, Â Novavax dengan 50 juta dosis, dan Covax/Gavi dengan 54 juta dosis. Melihat hal ini maka akan ada sebagian warga negara yang mendapatkan suntikan vaksin dari pabrikan farmasi yang berbeda-beda.
Lantas bagaimana dengan mereka yang "kurang beruntung" mendapatkan vaksin dari Sinovac? Sebenarnya tidaklah fair menilai Sinovac lebih buruk dari jenis vaksin yang lain tanpa melampirkan argumentasi yang saintifik dan berlandaskan data.Â
Kita tidak sedang menilai sesuatu dari terkaan apalagi pengumbaran kata-kata yang beredar di media sosial. Kita berurusan dengan ilmu pengetahuan yang harus berdasarkan pembuktian dan fakta. Bukankah ranah data adalah urusan para ilmuwan atau pakar kesehatan? Memang benar.Â
Tapi sebagai awam kita cukup menyaksikan apa yang terjadi selanjutnya terhadap para "objek" vaksinasi generasi pertama, dimana salah satunya terdapat nama presiden kita.Â
Apabila beliau baik-baik saja maka sepertinya tidak perlu lagi ada perdebatan tentang status Sinovac sebagai vaksin yang hendak dipakai di negeri ini.
Sekarang mari kita mendasarkan pro kontra vaksinasi ini melalui argumentasi berbasi data. Sehingga yang kita sampaikan tidak lagi sekadar perang kata-kata.Â
Saya tidak yakin para petinggi negeri ini terutama yang terkait dengan kebijakan vaksinasi begitu kejam terhadap masyarakat dengan membiarkan vaksin gagal masuk ke tubuh mereka.Â