Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengasah Prinsip Spiritual, Membentuk "Disruptive Mindset"

25 November 2020   10:16 Diperbarui: 26 November 2020   02:44 833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mindset | Sumber gambar: wallhere.com

"Spiritualitas adalah solusi yang bukan semata ditujukan untuk aktivitas batin, pijakan moral, atau penenang hati semata. Namun hal itu juga bisa menjadi sarana pengasah pikiran untuk mengarungi arus zaman yang penuh dinamika dan problematika. Tinggal bagaimana sekarang kita memaknai cara kita beragama, sebatas ritualkah atau sudah menjadi media membangun khasanah berfikir yang selaras dengan perubahan zaman itu sendiri."

Mindset memiliki kontribusi yang luar biasa besar dalam mengarahkan cara kita berfikir, bertindak, serta berperilaku. 

Pada akhirnya mindset pula yang berkontribusi besar terhadap hasil pencapaian seseorang apakah biasa-biasa saja atau memperoleh hasil yang luar biasa. 

Mindset kita memiliki andil terhadap langkah-langkah yang hendak diambil, cara kita membangun sudut pandang terhadap suatu persoalan, serta menata visi untuk masa depan. 

Persoalannya sekarang adalah apakah kita masih terpaku dengan mindset lama atau kah terus mengikuti perkembangan zaman seraya menyelaraskan mindset yang dimiliki dengan segala jenis perubahan yang terjadi.

Sebuah mindset yang kini dianggap memegang peranan penting dalam menunjang eksistensi pribadi ataupun organisasi adalah disruptive mindset. Sebuah pola pikir yang memiliki concern terhadap kebaruan, ketidakpastian, kecepatan, kompleksitas, serta keambiguan. 

Segala situasi yang terjadi di era modern ini membutuhkan pola pikir yang berbeda dibandingkan dengan pola pikir model lama dalam pengelolaannya sehingga lebih relevan terhadap realitas yang terjadi. 

Namun membentuk pola pikir baru tidaklah semudah membalik telapak tangan. Perlu effort lebih untuk menanamkan paradigma baru berbasis disruptive mindset agar bisa merasuk ke relung pikiran kita.

Saya meyakini bahwa segala tindakan kita bermula dari pola pikir yang kita miliki. Sementara pola pikir itu bermula dari nilai-nilai yang kita yakini dalam hati. Dengan kata lain body disetir oleh mind, sedangkan mind dipengaruhi oleh soul. 

Sehingga untuk mengkreasi sebuah pola pikir baru maka nilai-nilai yang mendasarinya perlu "direkayasa" sedemikian rupa sehingga membuat kita tersadar bahwa disruptive mindset perlu dijalankan. 

Selayaknya soul sebagai sentra dari prinsip-prinsip spiritualitas bersemayam maka pembentukan disruptive mindset bisa dilakukan dengan lebih mengintensifkan tindakan-tindakan yang merepresentasikan prinsip-prinsip tersebut. 

Seiring dengan prinsip spiritualitas yang terus dilakukan secara konsisten dan terus-menerus, maka diharapkan hal itu akan semakin menguatkan pola pikir baru yang bersandar padanya.

6 Prinsip Pembentuk "Disruptive Mindset"

Setidaknya ada 6 hal yang perlu kita pahami serta dijadikan landasan dalam melangkah untuk mengarungi hari-hari ke depan. Apabila kita mempraktikannya maka hidup akan terasa lebih tenang. 

Selain itu pola pikir lama kita lambat laun akan selaras dengan nilai-nilai yang tersimpan di balik laku spiritual tersebut dan bertransformasi menjadi disruptive mindset. Adapun keenam prinsip tersebut adalah:

1. Prinsip Kapan pun dan Di mana pun
Disruptive mindset menunjukkan arti penting agar kita tidak terikat oleh ruang dan waktu dalam artian bahwa kapan pun waktunya dan di mana pun kita berada, hendaknya hal itu tidak menjadi penghalang untuk berbuat sesuatu, mengkreasi sesuatu, membuat kebijakan, bahkan membuat solusi pemecahan masalah atas sesuatu hal. 

Kemajuan teknologi telah memfasilitasi serta memungkinkan kita untuk melakukan sesuatu yang pada zaman dulu mungkin mustahil dilakukan. 

Bekerja dari rumah, sekolah dari rumah, balanja dari rumah, dan sejenisnya hanyalah sebagian kecil dari keluwesan yang bisa dilakukan pada zaman ini. 

Sudah bukan waktunya lagi bagi kita untuk terpaku dengan cara lama di mana kehadiran fisik menghalangi seseorang untuk berkarya.

Dan prinsip ketidakterikatan terhadap ruang dan waktu ini sejatinya sudah menjadi "titah" dari Sang Empunya Hidup ini khususnya dalam khasanah pemahaman bahwa seseorang itu harus senantiasa mengingat Tuhannya di kala berdiri, duduk, atau pun berbaring. 

Dengan kata lain apa pun situasinya, bagaimana pun kondisinya, dan kapan pun waktunya hendaknya tidak menjadi penghalang seorang hamba untuk tetap menjalin kedekatan dengan Sang Pencipta. 

Seseorang yang senantiasa mengingat Tuhannya akan terlindungi dari kekhawatiran model apapun dan sebaliknya membuat hati menjadi tenang.

Tujuan seseorang berdoa sebelum tidur, menuju kamar mandi, sebelum dan setelah makan, dalam perjalanan, dan dalam situasi apa pun merupakan bagian dari implementasi prinsip ini. 

Membangun kebiasaan untuk selalu mengingat-Nya juga merupakan bagian dari upaya mengasah disruptive mindset untuk tidak terikat pada ruang dan waktu.

 "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau berbaring."

2. Prinsip Kompetisi dalam Kebaikan
Seseorang yang memiliki pola pikir disruptif akan senantiasa bersikap dan berlaku proaktif dalam menunaikan setiap tugas dan kewajibannya. Tidak menunggu diminta tapi memiliki inisiatif untuk memulai. 

Zaman yang semakin cepat seperti sekarang tentunya membutuhkan respon yang cepat juga. Bahkan kalau bisa respon itu diberikan biar pun stimulus yang muncul masih samar-samar dan belum terbaca secara nyata.

Hal inilah yang menjadi landasan para pengguna data statistik untuk menelaah suatu peristiwa atau kondisi tertentu. Membaca situasi dari sebuah petunjuk samar dan masih berbentuk prediksi dari sebuah situasi. 

Inilah salah satu gambaran dari sikap proaktif dalam mengkaji peristiwa. Siapa yang paling cepat merespon petunjuk samar tersebut, maka mereka lah yang akan memegang kendali. Dengan catatan bahwa respon yang diberikan memang tepat sesuai keadaan.

Oleh karena itulah kita sebagai pelaku yang terlibat dengan kondisi zaman yang demikian harus bergegas mengambil setiap langkah yang diperlukan. Saling berlomba satu sama lain untuk menjadi yang terdepan. 

Sikap proaktif sebagai bagian dari disruptive mindset tentunya harus dilatih dan dibiasakan sehingga membuat kita lebih peka dalam menindaklanjuti segala dinamika yang terjadi. Dan sebenarnya hal ini sudah menjadi bagian penting nilai-nilai spiritual di mana kita diminta untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. 

Antara satu orang dengan orang lain apabila konteksnya adalah untuk sebuah perbuatan baik maka disarankan untuk saling mendahului satu sama lain. 

Siapa yang bersedekah paling banyak, siapa yang menyumbang hewan kurban terbesar, siapa yang paling dulu berangkat ke tempat ibadah, siapa yang paling vokal menyerukan kebaikan, dan lain sebagainya adalah wujud nyata dari orang-orang yang berlomba-lomba dalam hal kebaikan. 

Semakin sering dan intens kita menjadi bagian dari perlombaan ini maka akan terbangun pola pikir untuk senantiasa menjadi pemenang dalam segala keadaan. Dan kelanjutannya adalah terpacunya diri untuk berlaku proaktif demi mengupayakan kemenangan itu.

"Berlomba-lombalah dalam kebaikan."

3. Prinsip Pengubah Takdir
Memang takdir hidup seseorang sudah ditentukan oleh Sang Pencipta. Akan tetapi hal itu juga menuntut adanya upaya kita mengejar takdir terbaik untuk diri kita sendiri. 

Butuh adanya impian untuk meraih sesuatu yang terbaik, butuh sebuah usaha, effort, dan tentunya kerja keras untuk mewujudkan takdir terbaik yang diinginkan. 

Pada prinsipnya hampir segala sesuatu berada dalam kendali kita kecuali untuk beberapa hal tertentu saja. Dengan kata lain selama kita memiliki keinginan dan mau berusaha niscaya akan selalu ada jalan. If there is a will, there is a way.

Problematika, peristiwa, dan segala bentuk fenomena baru sangat mungkin terjadi pada era modern seperti sekarang ini. 

Sebuah era yang disebut sebagai era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity) di mana dalam hal ini sangatlah rentan tercipta persoalan baru yang bisa jadi belum pernah terjadi sebelumnya. 

Amat dibutuhkan gagasan atau ide-ide baru untuk dapat menjadi solusi dari setiap masalah yang ada. Batasan seharusnya tidak pernah menghalangi pencapaian tujuan yang ada pada era ini mengingat siapa yang menyerah pada batasannya pasti akan tersingkir oleh mereka yang lebih gigih memperjuangkannya.

Ada sebuah kalimat inspiratif yang dilontarkan oleh tokoh utama dalam film The Founder, Ray Kroc. Seorang salesman yang memperkenalkan waralaba McDonald ke dunia. 

Ia mengatakan, "Tidak ada yang lebih umum daripada orang berbakat yang gagal. Kegigihan merupakan kunci penting untuk mencapai tujuan.". 

Kegigihan untuk mengubah takdir, menciptakan hidup yang lebih baik, dan semangat untuk membuat pencapaian hebat adalah intisari dari disruptive mindset yang selalu mengedepankan ide dan menolak batasan. 

Pola pikir ini akan semakin mengakar kuat dalam benak seseorang apabila hal itu terus diasah dan ditumbuhkembangkan melalui keyakinan bahwa takdir kita ada di tangan kita sendiri.    

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum mereka mengubah nasib mereka sendiri."

4. Prinsip Ulur Tangan
Sebuah era penuh kompleksitas tentunya juga akan menghadirkan beragam persoalan. Dan dari setiap persoalan itu tidak sedikit di antaranya yang butuh dituntaskan melalui jalinan kerja sama, koordinasi, dan saling menolong satu sama lain. 

Sekarang adalah masanya kolaborasi. Konsep bisnis berbasis sharing economy merupakan representasi dari hal ini. Dan selayaknya sebuah kolaborasi maka hal itu tentulah harus memberikan porsi keuntungan yang sama kepada semua pihak terkait.

Sebuah contoh kita ambil saja Gojek dengan konsep bisnis yang diusungnya. Mereka mengitegrasikan beberapa layanan seperti transportasi dan penyedia makanan melalui lini Go-Food sehingga para pengguna layanan tersebut bisa mendapatkan kuliner yang diinginkan tanpa perlu beranjak dari tempat duduknya. 

Sementara kurir pengantar pesanan mendapatkan pemasukan dari jasanya, dan penyedia kuliner pun memperoleh omset dari pelanggan di tempat yang jauh. 

Si kurir menolong pemesan kuliner untuk membelikan makanan. Sedangkan si pembeli atau pengguna layanan menolong kurir dan juga pemilik kuliner untuk mendapatkan pemasukan. 

Si penyedia kuliner sendiri menolong orang-orang yang lapar untuk mendapatkan makanan yang diinginkannya. 

Mereka sejatinya saling mengulurkan tangan satu sama lain meskipun dibalut dalam uraian kerja sama bisnis berbasis sharing economy.

Bagaimana pun juga semangat yang mendasari lahirnya ide-ide bisnis brilian adalah dari adanya keinginan untuk memberikan solusi pemecahan masalah. Awal mula lahirnya gagasan brilian pun juga bermula dari sini. 

Kita bisa menikmati penggunaan smartphone karena dulu ada seseorang yang ingin mencari solusi penuntasan masalah atas hubungan komunikasi jarak jauh bisa dilakukan dengan lebih fleksibel. 

Selain itu ada juga orang yang lainnya yang menginginkan pencarian informasi cepat tanpa melihat setumpuk buku yellow pages atau ensiklopedia. 

Internet dalam genggaman yang terpasang di smartphone kita adalah solusi yang terlahir dari sebuah semangat menuntaskan masalah. 

Semangat inilah yang mendasari pola pikir disruptif. Melakukan pendekatan yang solutif atas segala problematika yang terjadi. 

Bukan mencari siapa yang menyebabkan salah atau tertuduh bersalah, melainkan berorientasi pada penuntasan masalah tersebut.

Prinsip ulur tangan merupakan sebuah media pengasahan diri untuk senantiasa mencari solusi dan solusi. Bagaimana pun kita tidaklah hidup di ruang kosong. Kita pun juga merupakan makhluk sosial yang saling terikat satu sama lain. 

Kolaborasi adalah sebuah solusi yang telah diajarkan sejak lama sehingga tidak mengherankan apabila hal ini senantiasa diajarkan sejak dulu dalam berbagai konteks. 

Gotong royong, tolong menolong, mengulurkan tangan satu sama lain. Ketika seseorang telah terbiasa untuk menolong dan meringankan beban sesamanya maka pola pikir berbasis semangat solusi akan melekat pada dirinya.

"Tolong-menolonglah kamu dalam menunaikan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam dalam berbuat dosa dan pelanggaran."

5. Prinsip Belajar Hal Baru
Benua Eropa dahulu tidaklah semegah dan semaju sekarang. Mereka termasuk sebagai bangsa yang tertinggal dan jauh dari moderniasasi hingga kemudian tibalah era Renaissance atau masa pencerahan di mana hal itu kemudian merubah eropa sebagai salah satu pusat peradaban dunia hingga sekarang. 

Apa yang menjadi kunci sehingga bangsa eropa bisa semaju sekarang? Antusiasme untuk berubah. Mereka benar-benar menyerap nilai-nilai kemajuan yang telah terlebih dahulu ditampilkan oleh peradaban Islam zaman itu. Mereka banyak belajar dan mulai merubah dirinya menjadi lebih baik.

Sudah ada berapa banyak penemuan-penemuan baru yang berjasa bagi perkembangan dunia hingga menjadi seperti sekarang ini? 

Sangat banyak. Dahulu memiliki handphone Nokia itu sudah sangat luar biasa.Namun kini bisa jadi sudah semakin sedikit yang mengingat nama brand itu. 

Popularitasnya kalah jauh dibanding iPhone, Samsung, Huawei, dan beberapa pabrikan smartphone lain. 

Nokia yang begitu luar biasa tiba-tiba terhempas begitu saja kala BlackBerry mulai mewabah. Nokia kurang cepat menanggapi perubahan kilat teknologi digital sehingga akhirnya harus menyerah pada arus zaman. Dan Ironisnya BlackBerry pun ternyata juga menjadi "korban" dari perubahan itu pada beberapa waktu kemudian.

Perubahan adalah suatu keniscayaan. Siapa yang enggan berubah pasti akan tertinggal jauh di belakang. Dengan kata lain seseorang perlu memiliki keinginan untuk terus mengembangkan dirinya dari waktu ke waktu. 

Hal ini sudah menjadi bagian dari peringatan penting spiritualitas bahwa hanyalah orang yang merugi dan celaka saja yang tidak bisa menjadikan hari ini lebih baik dari kemarin. 

Spiritualitas menitipkan pesan penting kepada orang-orang yang meyakininya bahwa kita harus terus berubah menjadi lebih baik. 

Untuk itulah ada keharusan bagi kita semua untuk terus menuntut ilmu sedari lahir hingga masuk liang lahat. 

Mengapa? Karena untuk menjadi pribadi yang lebih baik butuh proses belajar dan belajar. Prinsip untuk selalu belajar hal baru adalah cerminan dari disruptive mindset bahwa kita harus selalu terbuka dengan perubahan.

"Barang siapa hari ini lebih baik dari kemarin maka ia adalah orang yang beruntung."

6. Prinsip Bersama Kesulitan Ada Kemudahan
Albert Einstein pernah mengatakan bahwa merupakan sebuah kegilaan tatkala seseorang mengharapkan hasil yang berbeda sementara cara yang dipergunakan masih sama seperti sebelumnya. 

Dengan kata lain kita harus terus mencari, menemukan, serta mencoba cara-cara baru dalam rangka menuntaskan suatu persoalan. Apabila ada masalah tentunya ada juga jalan keluarnya. Karena bersama kesulitan itu senantiasa ada kemudahan. 

Permasalahannya adalah apakah seseorang yang menghadapi persoalan memiliki tekad yang kuat untuk menyelesaikannya atau tidak. 

Mereka yang bertekad kuat tentu akan terus mencoba dan mencoba sampai menemui keberhasilannya.

Era disrupsi tidak membutuhkan orang-orang yang mudah menyerah terhadap segala permasalahan yang muncul. Justru hal itu semakin memicu kreativitasnya untuk menemukan sisi pemecahannya. Bukan justru malah menyerah dan menerima kondisi dengan apa adanya. Padahal pola pikir disruptif mendorong seseorang untuk selalu merubah pendekatannya dari waktu ke waktu. 

Seperti kata Albert Einstein, hasil yang berbeda hanya akan diperoleh apabila pendekatan yang dilakukan juga berbeda. 

Pengalaman memang penting, tapi era disrupsi sangat mungkin memunculkan hal-hal baru yang berbeda dibandingkan sebelumnya. 

Sehingga faktor pengalaman tidak selalu bisa dijadikan andalan, sebaliknya pola pikir berbasis strategi untuk menggapai tujuanlah yang mestinya lebih di kedepankan.

Hal ini adalah tentang keyakinan bahwa kita pasti akan menemui titik keberhasilan meski sebanyak apapun rintangan menghadang. Setiap kali bersua masalah maka kita harus memasang keyakinan penuh bahwa hal itu pasti bisa dituntaskan. 

Strategi adalah segalanya pada era seperti sekarang. Siapa yang paling jago menyusun strategi dan cermat dalam mengekseskusinya maka ialah yang akan berjaya. 

Seseorang yang berbasis pada strategi akan selalu beranggapan bahwa akan ada jalan dibalik setiap rintangan yang menghadang.

"Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan."

Infografis 6 Prinsip Pembentuk (dokpri)
Infografis 6 Prinsip Pembentuk (dokpri)
Keenam prinsip yang menjunjung tinggi nilai-nilai spiritualitas tersebut nantinya akan menjadi landasan tumbuh kembangnya disruptive mindset pada diri seseorang. 

Ajaran spiritualitas yang diyakini bangsa kita yang menempati sila pertama Pancasila itu sejatinya bukan semata menunjukkan kegiatan ritualitas dalam hidup kita sehari-hari, melainkan juga menjadi petunjuk yang jikalau kita tunaikan dengan benar dan tepat maka akan menjadi hal yang powerful dalam membangun khasanah berfikir kita sekaligus menciptakan cara berfikir yang tepat dalam mengarungi era disrupsi seperti sekarang ini.

Salam hangat,

Agil S Habib

Refferensi : [1]; [2]; [3]; [4]; [5]; [6]; [7]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun