Ibadah sholat dhuha tidak semata tentang ritual. Nilai-nilai filosofis yang terkandung didalamnya pun juga termasuk ajaran tentang bagaimana hendaknya seseorang terus menggapai target yang lebih tinggi. Ibadah dhuha minimal dilakukan dengan dua rakaat sholat, akan tetapi keutamaan yang didapat akan semakin besar kala jumlah rakaatnya dilipatgandakan juga.Â
Dengan kata lain ketika kita mematri target yang lebih tinggi maka kita pun turut akan berkembang bersamanya. Semakin kita menantang diri untuk menggapai sebuah target itu tandanya kita sedang berupaya untuk melihat sisi lain dari diri kita yang lebih hebat lagi.Â
Sebuah tantangan amatlah diperlukan untuk menggali kapasitas sejati seseorang. Dia yang berbuat lebih akan mendapatkan lebih untuk dirinya. Sementara yang berlaku biasa-biasa saja juga akan mendapatkan hasil yang setimpal dengan jerih payahnya.
Jika kamu sholat dhuha 2 rakaat maka tidak akan dicatat sebagai orang yang lalai. Jika kamu sholat 4 rakaat maka akan dicatat sebagai muhsinin. Jika kamu sholat 6 rakaat maka akan dicatat sebagai orang yang sering berdiri sholat. Jika kamu sholat 8 rakaat maka dicatat sebagai orang yang sukses/beruntung. Jika kamu sholat 10 rakaat maka dosamu tidak akan dicatat di hari itu. Jika kamu sholat 12 rakaat maka Allah akan bangunkan rumah di surga bagimu.
Effort lebih akan menjanjikan hasil yang lebih. Hanya saja memang kita tidak cukup berbuat seperti cara pada umumnya. Mungkin kita harus berkorban waktu lebih dari yang lain. Bisa jadi kita akan lebih lelah secara fisik dan pikiran ketimbang orang lain. Namun jangan khawatir, semuanya masih akan baik-baik saja. Semua akan menjadi indah pada waktunya.
Versi terbaik seorang karyawan tidak selalu tentang mereka yang mendapatkan promosi jabatan. Namun lebih kepada seseorang yang tidak menahan diri untuk terus berkembang dalam posisi apapun yang ia tempati.Â
Terkadang seseorang yang sudah nyaman dengan suatu pekerjaan lantas dialihkan untuk pekerjaan yang lain menjadi meredup semangatnya. Enggan menunjukkan kreativitasnya yang lain karena beranggapan bahwa "habitat" yang ia tempati tidak layak bagi dirinya. Sedangkan mereka yang tetap mampu menjadi versi diri yang terbaik tidak akan mempedulikan hal semacam itu. Di mana pun ia berada akan tetap berkarya secara maksimal tanpa membeda-bedakan ini dan itu.
Memang bukan perkara gampang. Apalagi bagi seseorang yang sensitif dan mudah terbawa perasaan. Hanya saja tatkala prinsip untuk selalu menjadi versi diri yang terbaik terus diterapkan dalam segala situasi dan kondisi maka itu akan menjadikan kita layaknya mutiara. Yang tidak mempedulikan di mana ia diletakkan atau disimpan. Di dalam lautan ataupun di air comberan ia akan tetap berstatus mutiara dengan harganya yang mahal. Ketika waktunya tiba, mutiara akan diletakkan di suatu tempat yang benar-benar layak untuk menatap keistimewaannya.
Salam hangat,
Agil S Habib
Refferensi:Â [1]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H