Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Sukses Atur Karyawan Belum Tentu Sukses Atur Keluarga, Mengapa?

21 Oktober 2020   07:11 Diperbarui: 21 Oktober 2020   07:29 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar: theshannonfamily.com

"Ada beda antara mengatur karyawan dan mengatur anggota keluarga. Visi misinya berbeda, dan motivasinya pun berbeda. Ada beberapa hal yang bisa dan tidak bisa diadopsi dari lingkungan keluarga untuk diterapkan dalam mengatur karyawan atau sebaliknya. Semuanya adalah bagian dari menemukan metode terbaik untuk setiap kondisi yang ada. Kita tidak bisa kaku dalam menerapkan cara kita mengelola manusia di perusahaan dengan manusia di lingkungan keluarga. Kepekaan dalam memahami situasi amatlah diperlukan dalam hal ini."

Jeff Bezos merupakan manusia terkaya di bumi saat ini menurut lansiran beberapa media ternama di dunia. Perusahaan yang didirikannya, Amazon, merupakan salah satu perusahaan ecommerce paling menguntungkan dan menghasilan nilai penjualan luar biasa besar. Hal ini tentu tidak terlepas dari tata kelola manajemen perusahaan yang dibentuk oleh Jeff Bezos sehingga Amazon menjadi sebuah mesin uang yang hebat. Kepemimpinan Bezos tidak bisa dipungkiri memberikan andil penting terhadap kemajuan Amazon hingga sebesar sekarang. 

Namun, di balik kisah sukses Amazon dan pemiliknya yang luar biasa kaya itu tersirat "noda" dari sang pemilik yang beberapa waktu lalu memutuskan bercerai dari pasangannya. Sebuah perceraian yang konon kabarnya disebut sebagai yang termahal di dunia seiring pembagian harta goni-gini dari sang konglomerat.

Jeff Bezos yang begitu cakap mengelola perusahaannya hingga berkembang seperti sekarang ternyata tidak cukup mampu mempertahankan bahtera rumah tangganya. Sebuah bukti bahwa ada perbedaan besar antara mengelola karyawan atau perusahaan dengan mengatur keluarga sendiri. 

Padahal jikalau ditilik sekilas cakupan kontrol terhadap keluarga amatlah kecil sekupnya. Sedangkan untuk perusahaan selevel Amazon yang mempunyai ribuan karyawan itu tentu tidak sebanding kuantitasnya. 

Akan tetapi ini bukan perkara kuantitas. Bezos bisa dibilang gagal dalam mengelola sesuatu yang cakupannya lebih kecil tersebut. Mengapa? 

Faktornya tentu cukup banyak. Tapi secara umum hal itu tidak akan jauh-jauh dengan urusan "berbau" aspek emosi. Kilauan harta seorang Bezos sepertinya belum bisa memenuhi harapan sang istri terhadapnya. Bezos jelas tidak akan bisa mengontrol gerak-gerik istrinya atau mengekangnya dengan aturan sebagaimana layaknya anak buah yang harus bertindak sesuai prosedur yang ditetapkan oleh atasannya.

Di Amazon sendiri Bezos dikenal sebagai sosok yang perfeksionis dan menuntut kesempurnaan kerja dari para bawahannya. Ia tidak segan-segan mengganti pekerjanya dengan orang lain apabila dirasa kurang perform. Bisa jadi cara kepemimpinan Bezos itu yang membuatnya gagal mempertahankan rumah tangganya. Boleh jadi metode yang ditempuh Bezos ampuh untuk menjadikan Amazon berjaya, namun tidak demikian terhadap keluarganya.

Emosi dan Keluarga

Dalam hal ini saya samasekali tidak bermaksud menggurui seorang Jeff Bezos tentang bagaimana seharusnya mengelola keluarga. Namun dalam kasus ini kita bisa menarik suatu pelajaran berharga bahwa cara kita mengelola karyawan atau perusahaan tidak sepenuhnya bisa diterapkan tatkala mengomandoi keluarga sendiri. Kondisi emosionalnya sangat jauh berbeda. Motivasinya juga berbeda. 

Seorang karyawan bisa tunduk patuh pada atasannya karena mereka dibayar. Belum tentu kepatuhan itu terus terjadi jikalau mereka tidak lagi mendapatkan bayaran dari sang atasan. Sedangkan di lingkungan keluarga sendiri hubungan bisnis semacam itu tidaklah relevan. Mengingat dalam sebuah keluarga hubungannya jauh lebih intim ketimbang hal itu. Ada cukup banyak perasaan yang berbaur di sana. Biarpun cakupannya kecil tapi dinamikanya luar biasa besar. 

Apabila seorang karyawan bisa tunduk patuh pada atasan oleh sebuah tata tertib perusahaan, didalam lingkungan keluarga cara semacam itu belum tentu efektif dilakukan. Keterampilan untuk mendengarkan, menjalin komunikasi dari hati ke hati, dan sebuah perhatian yang tulus merupakan cara yang lebih ampuh untuk menciptakan keluarga yang harmonis dan langgeng.

Bahkan tidak sedikit pakar manajemen yang menyarankan agar perusahaan-perusahaan mengadopsi gaya kepemimpinan yang bersahabat demi terciptanya ikatan keluarga yang harmonis didalamnya. Jikalau sebuah tim kerja antar karyawan sudah merasa laksana keluarga satu sama lain maka efek yang ditimbulkannya terhadap kinerja akan positif. Dan siapa yang tidak nyaman bekerja di sebuah tempat dengan ikatan kekeluargaan yang baik didalamnya?

Terkadang memang ada beberapa hal dari cara mengelola keluarga yang bisa diadopsi ke pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) suatu perusahaan atau karyawan dan sebaliknya. Namun hal itu tidak serta merta bisa dipukul rata. 

Ada beberapa hal yang bisa diadopsi dan sebagian hal lain yang tidak, tergantung situasi dan kondisi masing-masing. Ada seseorang yang cakap mengelola pekerjanya namun belum tentu dengan mengelola anggota keluarganya sendiri atau sebaliknya. 

Dua hal tadi merupakan entitas yang berbeda satu sama lain dengan visi misi yang berbeda pula. Jika mengelola karyawan orientasi akhirnya adalah keberlangsungan perusahaan dan profit, maka mengelola keluarga jauh lebih besar dari itu karena ini menyangkut wadah paling awal dalam membentuk kualitas SDM yang akhirnya berekontribusi dalam banyak hal di kehidupan.


Salam hangat,

Agil S Habib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun