Apabila seorang karyawan bisa tunduk patuh pada atasan oleh sebuah tata tertib perusahaan, didalam lingkungan keluarga cara semacam itu belum tentu efektif dilakukan. Keterampilan untuk mendengarkan, menjalin komunikasi dari hati ke hati, dan sebuah perhatian yang tulus merupakan cara yang lebih ampuh untuk menciptakan keluarga yang harmonis dan langgeng.
Bahkan tidak sedikit pakar manajemen yang menyarankan agar perusahaan-perusahaan mengadopsi gaya kepemimpinan yang bersahabat demi terciptanya ikatan keluarga yang harmonis didalamnya. Jikalau sebuah tim kerja antar karyawan sudah merasa laksana keluarga satu sama lain maka efek yang ditimbulkannya terhadap kinerja akan positif. Dan siapa yang tidak nyaman bekerja di sebuah tempat dengan ikatan kekeluargaan yang baik didalamnya?
Terkadang memang ada beberapa hal dari cara mengelola keluarga yang bisa diadopsi ke pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) suatu perusahaan atau karyawan dan sebaliknya. Namun hal itu tidak serta merta bisa dipukul rata.Â
Ada beberapa hal yang bisa diadopsi dan sebagian hal lain yang tidak, tergantung situasi dan kondisi masing-masing. Ada seseorang yang cakap mengelola pekerjanya namun belum tentu dengan mengelola anggota keluarganya sendiri atau sebaliknya.Â
Dua hal tadi merupakan entitas yang berbeda satu sama lain dengan visi misi yang berbeda pula. Jika mengelola karyawan orientasi akhirnya adalah keberlangsungan perusahaan dan profit, maka mengelola keluarga jauh lebih besar dari itu karena ini menyangkut wadah paling awal dalam membentuk kualitas SDM yang akhirnya berekontribusi dalam banyak hal di kehidupan.
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H