Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Vanuatu-RI, Menatap Cermin Kepribadian Bangsa

1 Oktober 2020   06:53 Diperbarui: 2 Oktober 2020   05:27 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apalagi ketika menyangkut suasana politik. Istilah-istilah yang tidak layak seperti kadrun, kampret, cebong, dan sejenisnya seperti merepresentasikan bahwa ada yang berubah dengan etika bangsa ini. Dan yang disayangkan Sepertinya kita tidak cukup menyadarinya.

Vanuatu menjadi sebuah cermin untuk melihat bahwa kita yang sekarang ini gampang panas, cepat tersulut emosi, dan kurang elegan dalam menanggapi situasi yang tidak sesuai dengan pandangan kita. Ketika ada kritik keras yang terlontar maka biasanya celaan demi celaan akan bermunculan. 

Sikap kita terhadap Vanuatu adalah cerminan kepribadian bangsa yang bermasalah | Sumber gambar : jpnn.com / Vanuatu Tourism
Sikap kita terhadap Vanuatu adalah cerminan kepribadian bangsa yang bermasalah | Sumber gambar : jpnn.com / Vanuatu Tourism
Seperti halnya sikap para buzzer bayaran yang entah darimana asalnya tiba-tiba melontarkan tuduhan yang sifatnya membunuh karakter seseorang tatkala ada kritikan pedas yang disampaikan. 

Saat ada kebijakan yang dinilai kurang tepat sekonyong-konyong muncul selentingan bahwa hal itu adalah bentuk ketidaksukaan terhadap pemerintah. Kita seperti berubah menjadi sebuah bangsa dengan kepribadian yang sensitif dan responsif. 

Hanya saja responsif yang ada bukanlah responsif yang produktif, justru sebaliknya. Tidak mengherankan apabila begitu banyak "adu laporan" kepada kepolisian apabila salah satu pihak menilai rivalnya tidak berbuat patut sehingga layak diperkarakan secara hukum. 

Bukan telinga kita saja yang cepat merah padam, tapi otak kita gampang mendidih, dan hati pun menjadi lebih mudah terbawa suasana simpang siur kabar yang sayogyanya butuh kajian lebih mendalam. 

Bangsa ini lebih cepat merespon sesuatu berdasarkan permukaannya saja, belum pada tataran intinya sehingga sikap yang dikeluarkan pun tidak memiliki bobot yang berkualitas.

Kita sudah cukup lama terjebak dalam situasi dimana saling "serang" antar pribadi menjadi kebiasaan. 

Ketika sikap ini meluas dan melintasi batas antar negara maka bisa dikatakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan diri kita. Sebagai pribadi apalagi sebagai sebuah bangsa yang dikenal dengan adat ketimurannya. 

Sudah waktunya kita bercermin untuk melihat tentang apa yang sebenarnya terjadi pada diri kita masing-masing. Apakah perkembangan zaman telah membawa kita menuju perubahan sikap yang tidak semestinya itu? 

Padahal seharusnya kitalah yang memiliki kendali penuh atas sikap dan etika kita. Justru tantangan perubahan zaman harus mampu dikendalikan oleh budi pekerti yang tertanam pada lubuk sanubari terdalam yang dimiliki bangsa ini. Akankah kita menyadarinya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun