"Planner adalah pemberi jembatan penghubung antar entitas yang saling bekerjsama satu sama lain serta memberikan patokan bagi semua pihak yang terlibat untuk mengarahkan langkahnya."
Realitas terkadang tidak sesuai dengan yang direncakan. Hal itupun juga seringkali dialami oleh seorang perencana produksi (production planner) ataupun perencana-perencana yang lain. Dinamika yang terjadi berulang kali memicu pergeseran situasi sehingga apa yang sebelumnya direncanakan menjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan.Â
Namun kondisi semacam itu bukanlah akhir dari sebuah situasi, terutama bagi seorang planner. Seorang planner harus senantiasa mampu memperbaiki keadaan ketika ditengah jalan ada potensi penyimpangan terhadap rencana yang sudah ditetapkan. Melakukan replanning merupakan sebuah upaya untuk melihat ulang segala situasi yang ada sembari memperhatikan batasan-batasan yang sudah digariskan sebelumnya dan kemudian membuat perencanaan baru yang mampu mengakomodasi keadaan.
Seorang planner akan diberikan batasan-batasan tertentu kala merancang strategi perencanaannya. Batasan-batasan tersebut cukup beraneka ragam tergantung pada jenis sesuatu yang di-planning-kan. Tapi secara umum batasan-batasan tersebut akan berada pada kisaran waktu dan sumber daya. Sebuah aktivitas yang dikerjakan berdasarkan rencana yang dibuat tentunya memiliki target baik itu waktu ataupun jumlah.Â
Dalam durasi waktu tertentu diharapkan memperoleh hasil tertentu. Apabila waktu yang ditempuh untuk mendapatkan hasil yang dibutuhkan lebih lambat dari yang ditargetkan maka berpotensi membuat planning mundur dari ketentuan awal. Begitupun sebaliknya saat waktu yang dipakai lebih cepat untuk memperoleh hasil yang ditentukan maka akan mempercepat rencana awalnya.Â
Masing-masing hal itu memiliki konsekuensi masing-masing yang bisa berdampak baik atau buruk pada keberlangsungan penuntasan planning secara keseluruhan. Setiap aktivitas "kecil" yang tidak berjalan sesuai rencana menjadi beban atau sebaliknya memberikan andil baik terhadap penuntasan seluruh rencana yang ada. Sehingga seorang planner tidak cukup hanya membuat rencana awal atau gambaran besar planning lantas kemudian dibiarkan begitu saja. Perlu ada pemantauan setiap waktu untuk melihat seluruh perkembangan yang terjadi.
Konsep Plan, Do, Check, Action atau PDCA merupakan acuan umum yang menjadi rujukan semua pelaku manajemen termasuk juga seorang planner. Setiap apapun yang direncakan perlu dilakukan kroscek after eksekusi dari rencana tersebut. Tujuannya adalah memastikan deviasi pekerjaan seminimal mungkin terjadi.Â
Setiap kali ada penyimpangan maka perlu dilakukan kalkulasi ulang, simulasi ulang, dan mengkaji ulang beberapa aspek yang sekiranya butuh tindakan penyesuaian. Keputusan untuk menambah sumber daya atau menguranginya sangat bergantung pada tindakan ini. Keterlambatan dalam melakukan peninjauan kembali akan mempengaruhi keberlangsungan penuntasan target secara keseluruhan.
Seorang planner tidak cukup hanya membuat kalkulasi, tetapi juga harus mempertimbangkan beberapa alternatif strategi atau membuat skenario-skenario kemungkinan untuk masing-masing situasi. Tujuannya satu, target tidak boleh meleset dituntaskan. Ketika kondisi sudah semakin mendesak maka seorang planner benar-benar dituntut agar mampu menjembatani komunikasi antar lini yang terlibat dalam sebuah pekerjaan.Â
Ditengah situasi tersebut sangat mungkin ada lini tertentu yang diharuskan memberikan effort lebih. Padahal mereka yang diharuskan memberikan energi ekstra itu belum tentu turut andil atas terjadinya situasi terdesak tadi. Namun dalam menuntaskan sebuah pekerjaan besar dengan beberapa keahlian didalamnya, satu kesalahan kecil yang dilakukan oleh sebuah lini sangat mungkin menjadi masalah bersama. Bahkan seorang planner pun harus mampu menanggulangi kondisi seperti ini.
Dalam artikel yang berjudul "Sisi Humanis Seorang 'Production Planner'" saya menyebutkan bahwa aspek emosi cukup berperan penting dalam menunjang planner untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang terkait dengannya. Dengan demikian setiap strategi penuntasan masalah akan bisa segera diperoleh melalui komunikasi yang cepat dan efektif.Â
Bagaimanapun juga seorang planner tidak "bersentuhan" langsung dengan pekerjaan yang ia rencakan. Ada "penerjemah" yang menjalankan rencana tersebut dan lantas memberikan laporan atas hasil pekerjaannya. Berdasarkan laporan itulah seorang planner kemudian memutuskan tindakan selanjutnya. Apakah akan tetap dengan rencana awal atau mengubahnya.   Â
Seorang planner tidak bisa serta merta mengubah rencana awal apabila tidak mendapatkan feedback atas suatu kondisi. Karena informasi atau data akan senantiasa menjadi rujukan planner dalam melangkah. Meskipun begitu tidak menutup kemungkinan ada unsur naluriah yang juga dibutuhkan pada situasi-situasi khusus. Dan umumnya naluri itu terbentu seiring dengan pengalaman selama menjalankan peran sebagai seorang planner.
Bisa dibilang kalau sebenarnya planner itu tidak menuntaskan masalah dari sebuah pekerjaan yang hendak dituntaskan. Hal itu adalah sebuah tugas kolektif yang mana planner hanyalah sebagian dari pemilik peran didalamnya. Planner hanya bisa berkontribusi dan memberikan masukan pertimbangan dengan berbagai skenario kemungkinan. Karena pada esensinya koordinasi, kerja sama, dan interaksi antar linilah yang paling berperan atas hal itu.
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H