Ketika menyaksikan televisi kita seringkali harus menunggu waktu-waktu tertentu saja, sedangkan via medsos tontonan jenis apapun bisa disaksikan kapanpun kita mau. Tidak bisa dipungkiri bahwa internet telah memberikan keleluasaan dan fleksibilitas tinggi bagi para penikmatnya.
Medsos telah memberikan kesempatan besar kepada netizen yang dulu bermimpi bisa nampang di layar kaca laksana para artis bisa terwujud. Setiap orang kini berkesempatan menjadi news anchor, menjadi pemandu acara kuliner, serta masih banyak lagi yang lainnya.Â
Sudah tidak aneh lagi apabila ada seseorang yang melakukan siaran langsung pada medsosnya. Biarpun itu untuk kegiatan yang tampak tidak berfaedah sekalipun.Â
Kegiatan-kegiatan besar pun tidak jarang memanfaatkan layanan livestreaming sebagai media siaran mereka ke muka publik. Tanpa harus melalui layanan televisi yang selama ini identik dengan hal itu.Â
Kondisi ini mau tidak mau akan semakin menggerus pamor televisi di mata masyarakat. Perlahan tapi pasti peran stasiun televisi semakin terdisrupsi oleh platform media sosial yang semakin kreatif dalam memberikan layanan kepada para penikmatnya.Â
RCTI sepertinya semakin merasakan efek tersebut sehingga lantas menggulirkan gugatan yang menurut mereka perlu. Di dalam buku Disruption Prof Rhenald Kasali memaparkan bahwa disrupsi yang terjadi akan menyasar eksistensi para incumbent atau pemain lama yang lebih dulu ada.Â
Sebagian incumbent tersebut ada yang sadar diri dan mendisrupsi dirinya sendiri sehingga bisa berkembang sesuai tuntutan zaman. Tapi sebagian yang lain ada incumbent yang masih betah mempertahankan status quo dan menempuh jalur-jalur birokratif untuk mempertahankan dirinya.Â
Usaha semacam itu punya kemungkinan berhasil, tapi biasanya itupun dalam jangka pendek saja. Bagaimanapun disrupsi telah terjadi pada jagad dunia maya dan telah mengalihkan pandangan para penikmat dunia maya untuk lebih memilih platform medsos dibandingkan tayangan televisi.Â
RCTI mungkin tengah memperlambat disrupsi yang terarah pada dirinya. Namun kita bisa melihat justru ia kini semakin terpojok seiring gerakan para netizen yang tidak respek terhadap upayanya tersebut.
Langkah yang ditempuh RCTI barangkali mirip dengan peristiwa ketika layanan transportasi daring mulai mewabah di Indonesia. Kala itu para angkutan umum berplat kuning seperti alergi dengan kemunculan transportasi daring seperti Gojek, Uber, Grab, dan sejenisnya.
Ada upaya saling hadang, demonstrasi terkait legalitas operasi, bahkan hingga berujugn kekerasan. Tapi akhirnya bisa kita lihat, transportasi daring terus berkembang bahkan dengan skala cakupan yang lebih luas.Â