Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Antara Sumringah dan Gelisah Saat Vaksin Anti Covid-19 Uji Klinis di Indonesia

21 Juli 2020   15:21 Diperbarui: 21 Juli 2020   15:17 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kontroversi perihal sisi sensitif ini pernah dikupas oleh jurnalis dari media Aljazeera, Karsten Noko, yang menilai bahwa ada potensi terjadinya kolonialisme medis dalam upaya pengujicobaan sebuah vaksin yang dikembangkan oleh sebuah lembaga farmasi tertentu. 

Noko menilai bahwa ada beberapa sekelompok manusia yang sebenarnya diperlakukan tak lebih dari bahan uji coba dalam rangka mengeruk keuntungan dari bisnis vaksin yang kelak diperjualbelikan oleh korporasi pengembangnya. Sedangkan orang-orang yang menjadi objek uji coba tersebut banyak yang tidak tahu potensi bahaya yang mengintainya.

Kekhawatiran lain terkait misi terselubung keberadaan vaksin anti virus COVID-19 juga ramai dibahas sebagian kalangan seiring merebaknya isu konspirasi ID2020 dimana kalangan globalis mempunyai misi untuk melakukan vaksinasi antivirus sekaligus menanamkan sebuah microship digital kedalam tubuh manusia. 

Narasinya adalah untuk melakukan pantauan terhadap orang-orang yang sudah menerima vaksin dan untuk memantau perkembangan kondisi dirinya. Namun hal ini juga bisa dinilai sebagai upaya untuk memiliki kendali atas individu-individu yang menerima suntikan vaksin didalam dirinya.

Lantas apa hubungan kedua hal ini dengan uji klinis vaksin Sinovac di Indonesia? Sederhana. Vaksin tersebut adalah produk impor, hasil karya bangsa lain, dan kita belum benar-benar tahu apa kandungan yang terdapat didalamnya. Mungkin korporasi pembuatnya ingin mencari objek percobaan "gratis" untuk menguji kemampuhan produknya tersebut. 

Apabila berhasil, mungkin kelak kita masih harus membayar untuk mendapatkan vaksin tersebut. Belum lagi kalau misalnya ada microchip canggih yang "terselip" masuk kedalam tubuh kita melalui vaksin itu.

Perlu Kejelian dan Kehati-hatian

Kerja sama pengembangan vaksin ini dilakukan sebagai upaya untuk mempercepat penuntasan pandemi di Indonesia. Meskipun menggunakan "bahan baku" dari luar, pemerintah Indonesia melalui beberapa lembaga terkait tentu tidak boleh asal terima saja sampel vaksin yang dipakai untuk uji klinis. "Kecurigaan" atau lebih tepatnya kejelian serta kehati-hatian perlu diutamakan disini. 

Potensi risiko dan efek samping sangat penting untuk dipetakan secara detail dan terperinci. Informasi yang diterima berdasarkan uji klinis I dan II mungkin cukup memberikan kabar baik, akan tetapi hal itu seharusnya tetap tidak boleh diterima begitu saja. Apalagi ini menyangkut nyawa manusia.

Upaya menggandeng beberapa institusi lain dengan bidang keahlian sejenis memang harus dilakukan. Harapannya adalah agar jangan sampai kita kecolongan terhadap sesuatu yang dianggap vaksin ternyata sebenarnya adalah "racun". 

Saya kira negera ini tidak kekurangan orang-orang yang memiliki cukup kapasitas untuk mengkaji dan meneliti hasil karya ilmuwan luar negeri. Meski dengan narasi alih teknologi, jangan sampai kita "kosongan" dalam menerima bantuan dari luar. Mengutip sebuah ungkapan, 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun