Terhitung mulai 24 April 2020 yang lalu aturan larangan mudik diberlakukan setelah sebelumnya hal itu sebatas himbauan. Kala itu sebagian pihak menganggap aturan tersebut terlambat diberlakukan mengingat sudah cukup banyak warga perantau yang telah lebih dahulu pulang ke kampung halaman masing-masing.Â
Namun penilaian tersebut disangkal oleh "mahapatih" Jokowi, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.Â
Menurutnya, langkah tersebut merupakan bagian dari penerapan strategi militer dimana masyarakat terlebih dahulu dikondisikan sedemikian rupa sehingga tidak kaget saat peraturan utamanya diberlakukan. Semua sudah dipersiapkan secara matang.
Mengacu pada frasa "strategi militer" yang sempat dilontarkan oleh Luhut, publik bisa beramsumsi bahwa pemerintah semestinya sudah mempersipakan segala sesuatunya secara terukur dan tepat sasaran.Â
Lalu mengapa masih terjadi carut marut penyaluran Bantuan Sosial (Bansos)? Ketika seorang presiden sampai terjung langsung menyalurkan bansos, sedangkan disisi lain terjadi kisruh pendistribusian bansos hal itu seolah menandakan adanya upaya menutupi masalah dengan pencitraan "gaya kuno".Â
Itu juga bagian dari strategi. Dan terkini, mengenai wacana yang sempat dilontarkan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD perihal pelonggaran kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dikala pandemi COVID-19 masih memuncak.Â
Apakah ini juga merupakan bagian dari strategi militer istana? Disaat wacana itu menggelinding laksana bola salju yang semakin membesar, Presiden Joko Widodo (Jokowi) justru memberikan pernyataan tegas bahwa belum ada pelonggaran PSBB.Â
Saat melontarkan pernyataan itu, Presiden Jokowi cenderung "ngegas" yang menandakan bahwa sebenarnya wacana pelonggaran PSBB tak lebih dari sebuah omong kosong belaka.Â
Lalu mengapa seorang Mahfud MD sampai berani-beraninya mengutarakan pernyataan semacam itu? Apakah itu murni pendapat pribadi seorang Mahfud MD ataukah ini memang bagian dari strategi militer lain yang dimaksud Luhut itu?Â
Jangan-jangan rakyat sedang diaduk-aduk psikologisnya seiring dengan tarik ulur kebijakan yang samar-samar ini. Tegas untuk tidak tegas, konsisten untuk tidak konsisten. Penuh keambiguan. Rakyat dibuat bingung. Memang seperti itukah strategi militer dijalankan?
Sebenarnya strategi militer model apa yang tengah "dimainkan" oleh pihak istana? Belum lagi menilik kebijakan libur yang maju mundur. Dimundurkan ke akhir tahun, lantas diwacanakan untuk dimajukan kembali.Â
Apabila dikroscek ketegasan peraturannya, kemungkinan jawabannya adalah libur masih tetap di akhir tahun. Tapi tidak menutup kemungkinan untuk maju. Mengambang lagi.Â
Demikian halnya dengan kebijakan menaikkan iuran BPSJ Kesehatan saat masa pandemi. Publik dibikin emosi atas egoisme pemerintah yang "membangkang" putusan Mahkamah Agung (MA). Sepertinya hal ini juga merupakan bagian dari strategi militer tersebut.
Sialnya, kita disuruh berdamai dengan COVID-19 disaat virus tersebut tidak mengenal istilah tersebut. Jika sudah berdamai, harusnya kita bisa mudik dengan nyaman.Â
Apabila sudah berdamai, semestinya tidak ada kekhawatiran untuk berinteraksi sosial seperti sediakala. Apabila sudah berdamai, seharusnya kita bisa menikmati lebaran seindah yang dulu-dulu.Â
Sayangnya, COVID-19 tidak merayakan lebaran. Ia tidak akan memaafkan siapapun yang berinteraksi dengan para pengidapnya untuk turut terinfeksi. Sehingga kita masih harus tetap menjaga jarak dengan si virus.Â
Berdamai dengan virus hanyalah sebuah frasa kata-kata yang menunjukkan ketidakmampuan seseorang. Pernyataan itu adalah bagian dari "strategi militer" untuk mengelak dari tanggung jawab.
Jangan-jangan strategi militer "terbaru" yang sedang diterapkan sekarang adalah strategi untuk mengkamuflase ketidakberdayaan dalam menghadapi situasi pandemi.Â
Sebenarnya tidak berdaya, tapi menampilkan seolah-olah tetap mampu menghadapi situasi ini dengan baik-baik saja. Terlihat gagah tapi lemah. Terlihat ampuh tapi rapuh. Terlihat sigap tapi gagap. Apakah bangsa ini sudah begitu terlalu hingga diberikan harapan semu?
Salam hangat,
Agil S HabibÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H