Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saat Masjid "Iri" pada Pasar

14 Mei 2020   10:59 Diperbarui: 14 Mei 2020   11:01 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar : www.cnnindonesia.com

Sejauh mana kita memahami makna spiritualitas khususnya dalam menunaikan aktivitas keagamaan di rumah ibadah seperti masjid dan membandingkannya dengan "derajat" pasar. Bukankah maksud dan tujuan kita diciptakan adalah untuk beribadah kepada-Nya?

Makna Luas Ibadah

Mungkin kita harus memahami terlebih dahulu hakikat dari ibadah itu sendiri. Pasar adalah tempat untuk bertransaksi jual beli. Para pedagang pasar mengais nafkah bagi keluarganya disana. 

Dan memberi nafkah keluarga adalah ibadah. Sedangkan bagi pembeli tentu selain menjadi "syarat" keberadaan penjual, mereka juga berkepentingan untuk memberikan makan untuk keluarga di rumah atau kebutuhan lain yang memang dirasa penting. 

Dan hal inipun juga bisa dibilang sebagai ibadah. Sah-sah saja aktivitas transaksi di pasar dilakukan selama hal itu tidak menihilkan ibadah wajib yang semestinya ditunaikan.

Dalam situasi yang menimbulkan risiko besar terhadap aspek kesehatan dan terlebih kehidupan seseorang, memprioritaskan hal-hal tertentu dibandingkan hal lainnya adalah sebuah keharusan. Saya tidak akan berbicara perkara hukum ibadah disini. 

Tapi kita memang diberikan keringanan menunaikan ajaran agama dalam situasi-situasi tertentu. Wabah penyakit adalah salah satunya. Dan dalam hal ini ketika kita terpaksa meninggalkan suatu ibadah karenanya, nilai pahala itu insyaAllah masih akan tetap kita peroleh selama didalam hati kita terpatri keinginan besar untuk menjalankan ibadah itu. 

Terbiasa menunaikan sholat berjamaah di Masjid, tapi karena terkendalan pandemi COVID-19 sholat berjamaah di rumah keutamannya masih bernilai sepadan. Demikian halnya dengan ibadah yang lain.

Berusaha untuk tetap hidup sehingga memperpanjang harapan untuk terus menambah ibadah adalah jauh lebih baik ketimbang mengambil tindakan berisiko yang justru membuat kita kehilangan potensi menambah perbendaharaan pahala. 

Kuncinya adalah bagaimana menyikapi situasi ini secara bijak dan tepat. Bukan berarti kita takut COVID-19, tetapi apabila sampai jatuh sakit akibat terinfeksi virus maka hal itu hanya akan membuat kita terkulai tak berdaya tanpa bisa mengupayakan ibadah lain yang produktif. 

Lebih dari itu kita bisa jadi akan merepotkan orang lain, untuk merawat kita pun juga mengkhawatirkan kondisi kita. Alangkah lebih baik apabila kita tetap sehat dan bersabar menunaikan anjuran pihak berwenang hingga situasi kembali kondusif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun