Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Pedagang Takjil (Mungkin) Merindukan Ramadan yang Dulu

29 April 2020   07:13 Diperbarui: 29 April 2020   07:14 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan puasa identik dengan takjil, khususnya di Indonesia. Hidangan berbuka puasa kurang lengkap rasanya apabila tidak ada takjil didalamnya. Es buah, gorengan, kolak, asinan, es dawet, dan lain sebagainya merupakan sedikit dari sekian banyak alternatif jajanan takjil untuk berbuka puasa. 

Sehingga tidak mengherankan setiap kali bulan suci Ramadan datang maka sebagian orang berbondong-bondong menjajakan takjil di pinggir jalan, di pusat kuliner, dan sebagainya. Di mana saja asalkan memungkinkan untuk didatangi pembeli. 

Mereka yang sebelumnya tidak pernah berjualan bisa seketika beralih profesi selama Ramadan mengingat begitu besarnya animo masyarakat terhadap takjil. 

Namun, setiap kali Ramadan datang setiap kali itu pula ada "efek" yang menyertainya. Harga barang-barang kebutuhan pokok melambung tinggi. Terlebih di tengah situasi pandemi COVID-19 yang semakin menambah "popularitas" harga bahan pokok kian melejit.

Kebetulan Ramadan kali ini saya dan istri turut serta menjadi bagian dari penyedia takjil itu. Mencoba berjualan gorengan, asinan, dan es buah melayani pesanan teman satu kantor. Selama belanja bahan baku untuk takjil tersebut kami mendapati harga beberapa bahan melonjak lebih mahal dari biasanya. 

Buah-buahan mengalami kenaikan harga, demikian juga dengan beberapa bahan dapur seperti bawang merah atau cabe. Dengan kisaran harga jual takjil adalah 5.000 perak, mengais keuntungan dari nominal tersebut sangatlah tipis. Opsi untuk menaikkan harga bukanlah pilihan yang bisa dipertimbangkan saat ini mengingat pasaran rata-rata menjual dengan kisaran harga tersebut. Paling tidak di sekitar wilayah tempat tinggal kami. 

Mengorbankan kualitas bahan juga bukanlah pilihan bijak karena takjil adalah sesuatu yang dimakan dan masuk ke tubuh kita. Sehingga sebisa mungkin makanan tersebut haruslah yang benar-benar baik. Satu-satunya pilihan yang bisa diambil adalah menikmati keuntungan minimalis dari bisnis ini. Untung beberapa ratus perak saja sudah patut untuk disyukuri.

Bagaimanapun juga situasi semacam ini sebenarnya juga dialami oleh hampir semua pedagang takjil. Belanja harga bahan baku mahal tetapi kisaran harga jualnya masih tidak jauh berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. 

Satu tantangan lagi, animo masyarakat juga tidak sebesar tahun lalu mengingat adanya penerapan physical distancing. Sebagian orang memilih menyiapkan sendiri takjil untuk berbuka di rumah masing-masing. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila sebagian pedagang takjil masih menyisakan cukup banyak dagangannya setiap kali berjualan.

Kejadian Rutin Tahunan, tapi...

Memang ada cukup banyak perbedaan yang terjadi dalam momen Ramadan kali ini, terutama terkait kondisi perekonomian selama bulan puasa. Kalau untuk harga bahan kebutuhan pangan melambung sepertinya itu sudah biasa terjadi sebagaimana sebelum-sebelumnya. 

Akan tetapi ketika minat masyarakat untuk membeli takjil juga berkurang maka hal itu seakan menjadi kejutan tersendiri. Meski sebenarnya hal itu sudah bisa diprediksi beberapa waktu sebelumnya, terutama pasca menjangkitnya COVID-19 di Indonesia. 

Semua sektor akan merasakan dampak dari pandemi ini. Dan memang benar hal itu kejadian juga. Mereka yang biasanya menenggak keuntungan berlimpah selama bulan Ramadan untuk kali ini terpaksa harus gigit jari. Semua menjadi ala kadarnya. Asal bisa balik modal saja sudah patut disyukuri.

Paling tidak, Ramadan telah menghadirkan kesempatan bagi kita untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Berkah Ramadan akan senantiasa hadir bagi mereka yang tetap teguh berupaya biarpun ditengah keterbatasan. Keuntungan kecil tidak menjadi masalah. Justru yang bermasalah adalah saat kita enggan mensyukuri hal tersebut. Semakin kita bersyukur maka nikmat dari-Nya akan ditambah. Begitupun sebaliknya.

Yang menjadi perhatian lain tentu situasi selama pandemi berikut hal-hal yang harus dilakukan sebagimana anjuran pemerintah. Menjaga jarak serta mengenakan masker selama melakukan transaksi jual beli takjil. Hal ini sepertinya sesuatu yang baru bagi kita semua. 

Apalagi kita cenderung bergerombol dalam antri membeli sesuatu. Tentulah itu sangat riskan di tengah ancaman COVID-19 yang masih terus menghantui. Butuh kesadaran kita bersama untuk menunaikan aturan pemerintah guna memutus rantai penyebaran virus corona. Menjajakan takjil selama Ramadan tentu dibolehkan. 

Demikian juga dengan membeli takjil. Tetapi kita harus turut menunaikan anjuran mengenakan masker, jaga jarak sosial, menjaga kebersihan, dan lain sebagainya. Ramadan akan tetap memberikan keberkahannya selama kita meyakini betul hal itu. Kita hanya perlu sedikit penyesuaian diri sehingga tetap bisa menyambut momen Ramadan kali ini dengan senyuman, bukan gerutuhan.

 

Salam hangat,

Agil S Habib 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun