Ramadan adalah bulan penempaan diri. Bulan pelatihan untuk menjadi pribadi yang lebih baik daripada sebelumnya. Mental, fisik, serta ketaatan dalam beragama semuanya diasah disini.Â
Siapapun yang melewati masa pelatihan dengn baik akan mendapatkan kemenangan pada akhirnya. Itulah mengapa kala Idhul Fitri tiba disebut sebagai hari kemenangan.Â
Kemenangan atas hawa nafsu, dan juga kemenangan atas kebiasaan lama yang sudah terlalu membuat diri kita terlena dan lantas melupakan hasrat untuk berkembang. Ramadan memberikan spirit baru tentang makna menjadi manusia yang seutuhnya.
Selama Ramadan kita ditempa untuk menahan godaan syahwat seharian penuh. Menahan lapar dan dahaga, pun menahan emosi agar sebisa mungkin tidak larut terhadap situasi dan kondisi sekitar.Â
Kepenatan yang hadir dalam keseharian harus disikapi dengan bijak dan dengan kepala dingin. Emosi dikendalikan agar tidak meluap-luap. Bersikap lebih cerdas dengan lebih mengontrol emosi. Merespon dengan berfikir terlebih dahulu tanpa terburu nafsu. Lebih slow down dalam menjalani hidup.
Ujian COVID-19
Ketika menunaikan ibadah puasa, waktu berbuka senantiasa menjadi saat yang paling dinantikan. Ujian dalam satu hari akan menemui garis finisnya tatkala adzan maghrib berkumandang.
Hidangan terasa sangat nikmat setelah seharian penuh tubuh tidak mendapatkan pasokan makanan ataupun minuman. Sebagian orang begitu antusias untuk menjalani puasa hari berikutnya dan berfikir sajian seperti apakah yang nikmat untuk disantap untuk buka puasa selanjutnya.Â
Namun sebagian yang lain, terutama dikala kondisi pandemi COVID-19 seperti sekarang, justru berfikiran apakah besok bisa menyantap hidangan berbuka puasa atau tidak. Penghasilan yang tergerus tak menentu telah menghalangi seseorang untuk menikmati sajian seperti tahun-tahun sebelumnya.
Ada dimensi ujian baru dalam bulan Ramadan kali ini. Kebiasaan Ramadan terdahulu yang mana saat berbuka adalah saat untuk mencoba segala jenis hidangan terbaik perlahan harus ditinggalkan seiring isi kantong yang menipis.Â
Menu minimalis dan hidangan ala kadarnya. Ingin ini itu mesti ditunda sampai ada pemasukan berikutnya. Gangguan terhadap sektor perekonomian yang ditimbulkan oleh virus corona sedikit banyak telah mempengaruhi orang-orang untuk menikmati Ramadan tahun ini.Â
Tidak sedikit yang mengeluhkan situasi sulit dalam profesi yang selama ini digeluti. Seakan-akan hal itu menjadikan Ramadan kehilangan kegembiraannya bagi sebagaian orang.Â
"Obral" pahala selama periode bulan suci sepertinya belum cukup mampu untuk menghadirkan sesungging senyum bagi orang-orang yang masih kebingungan mengais nafkah keluarga.
Situasi yang cukup menyulitkan terkait kebutuhan ekonomi ini bisa jadi sebenarnya bagian dari penempaan diri yang dilakukan selama periode bulan suci.Â
Mereka yang berhasil melalui saat-saat seperti ini akan menjadi pribadi yang jauh lebih kuat, lebih sabar, dan lebih ikhlas. Beberapa waktu lalu ada seorang tukang ojek yang bercerita perihal sulitnya mendapatkan pemasukan.Â
Angkutan umum yang biasanya membawa banyak penumpang kini kosong melompong terkait larangan mudik dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Jumlah penumpangnya turun drastis atau bahkan tidak ada samasekali.Â
Ada yang mengeluhkan terkait sebentar lagi lebaran, tapi justru nihil pemasukan. Dan sepertinya bukan hanya tukang ojek saja yang merasakan hal serupa, mereka yang menjalani profesi lain mungkin juga mengeluhkan hal yang sama. Gelisah. Galau.Â
Padahal entah disadari atau tidak Ramadan sebenarnya membawa pesan kebahagiaan yang seharusnya disyukuri. Sayangnya kebahagiaan Ramadan itu masih "dikalahkan" oleh orientasi kita akan hal lain.Â
Mereka yang sudah tiada (baca : meninggal dunia) saja sangat berharap bisa bersua kembali dengan Ramadan dan memperbanyak aktivitas ibadah. Sedangkan kita yang masih diberi kesempatan untuk bersua dengannya justru terfokus pada satu hal dan melupakan hal lainnya.
Ramadan untuk Semua
Inilah Ramadan level selanjutnya, Ramadan "next level", yang memberikan pelatihan tingkat lanjut kepada kita yang beberapa kali menjalani periode pelatihan serupa pada tahun-tahun sebelumnya.Â
Ramadan kali ini menuntut kesabaran ekstra dari diri kita, pun menuntut keikhlasan lebih agar berkenan untuk berbagi lebih kepada sesama. Sebagian yang mendapatkan rezeki lebih hendaknya bisa memberikan sebagian kepada mereka yang kesusahan.Â
Zakat fitrah hendaknya bukan lagi senilah 2.5 kg beras, melainkan lebih besar dari itu. Mengapa? Agar lebih banyak yang terjangkau olehnya dan sama-sama bisa menikmati kegembiaraan Ramadan.Â
Ramadan adalah saat dimana si kaya dan si miskin tertawa bersama menyambut kehadiran bulan nan suci. Bagaimana mungkin si miskin bisa bergembira jikalau mereka masih dirisaukan oleh urusan ekonomi?Â
Disinilah mereka yang diberi kemampuan lebih secara ekonomi untuk mengulurkan tangannya kepada mereka yang kekurangan. Harapannya adalah semua ikut bersuka cita menyambut Ramadan yang hanya satu bulan ini.
Bukan lagi sekadar berhasil menuntaskan ibadah puasa sebulan penuh, atau menunaikan tarawih tanpa kurang satu hari pun, atau bisa mengkhatam Al-Qur'an, atau menjalankan Sholat Tahajud, akan tetapi Ibadah Ramadan kali ini harus meningkatkan kualitas kesabaran kita melewati masa-masa sulit terkait situasi ekonomi dan menguatkan ikatan persaudaraan serta rasa saling membantu di segala lapisan masyarakat.Â
Ukhwah Islamiyah kita benar-benar diasah, dan mungkin lebih rumit dari sebelumnya. Mengapa? Disatu sisi kita juga butuh untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga kita sendiri. Sedangkan disisi lain kita harus bisa memberikan bantuan kepada orang lain yang juga membutuhkannya.
COVID-19 memang telah membuat Ramadan kali ini terasa berbeda dengan segala imbas yang ditimbulkannya. Namun kita tidak boleh pupus harapan bahwa Ramadan kali ini akan berlalu begitu saja.Â
Justru Ramadan di tengah pandemi COVID-19 mengharuskan kita untuk memaknai Ramadan lebih dalam daripada sebelumnya. Jikalau selama ini harapan kita tentang Ramadan hanya sebatas pada ibadah yang sifatnya pribadi saja, maka kali ini kita harus berorientasi lebih jauh dengan melihat ibadah Ramadan dan kontribusinya terhadap perbaikan kualitas hidup umat seacara keseluruhan.Â
Dengan kata lain, ibadah puasa kita juga harus berekontribusi bagi orang lain. Ramadan adalah bulan pelatihan, dan inilah saatnya melatih kepedulian terhadap orang lain lebih dari biasanya.
COVID-19 mungkin sedang mengingatkan kita tentang pentingnya kepedulian terhadap sesama. Disaat ada saudara-saudara kita yang kehilangan senyuman akibat COVID-19, kita yang diberi kecukupan perlu mawas diri untuk memberikan sumbangsih yang kita mampu.Â
Dengan demikian harapan atas Ramadan kali ini adalah agar kita semua berkembang menjadi pribadi yang memiliki kepekaan sosial lebih tinggi dari sebelumnya. Ramadan kali ini akan menjadi titik balik bagi kita yang biasanya "berhura-hura" dalam menikmati sajian berbuka menjadi lebih "biasa".Â
Memilih berbagi ketimbang hanya menikmatinya seorang diri. Inilah Ramadan kita kali ini, Ramadan 2020 yang memang terasa berbeda. Tapi inilah Ramadan dengan kadar pelatihan tingkat lanjut yang membawa kita menjadi manusia berkualitas level selanjutnya.
Â
Salam hangat,
Agil S HabibÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H