Sebuah berita memilukan terjadi di salah satu belahan bumi Indonesia. Sebuah keluarga tidak meiliki makanan sama sekali dan terpaksa harus menahan lapar hingga dua kali lamanya karena tidak memiliki sepeser uang pun.Â
Seorang ibu dengan empat orang anak, Yuli Nur Amelia, terpaksa harus menanggung derita ini karena penghasilan suaminya sebagai seorang tukang angkut sampah sangatlah tidak mencukupi. Di hari-hari biasa, sang suami umumnya mendapatkan penghasilan Rp 20 -- 25 ribu sehari.Â
Setelah virus corona COVID-19 melanda, disebut-sebut hal itu mempengaruhi jumlah penghasilan keluarga tersebut. Sang suami kini hanya bisa memberi nafkah keluarganya dua hari sekali. Selama dua hari keluarga itu harus menahan lapar dengan hanya mengonsumsi air putih saja. Miris.
Pandemi COVID-19 benar-benar telah mengusik perekonomian. Tapi benarkah hal itu semata karena COVID-19? Alhamdulillah untuk Ibu Yuli dan keluarganya beberapa hari lalu telah mendapatkan bantuan.Â
Pemberitaan viral tentang keluarganya sedikit banyak telah mengusik para pejabat publik negeri ini untuk berempati dan memberikan bantuannya. Semoga kelaparan yang keluarga kecil ini alami tidak berulang lagi di masa mendatang.Â
Lalu bagaimana dengan nasib keluarga lainnya yang tidak cukup "beruntung" diberitakan kondisinya ke  publik? Saya kira masih cukup banyak orang-orang diluar sana mengalami nasib serupa. Mengalami keterdesakan kondisi ekonomi yang entah sampai kapan akan usai.Â
Mereka hanya sebatas berharap bahwa kondisi mereka akan membaik. Pertanyaannya, apakah harapan itu terkait agar segera berakhirnya pandemi COVID-19 atau ada harapan lain yang lebih dari sekadar itu?
COVID-19 harus diakui memang memberikan efek negatif bagi cukup banyak orang. Tapi sebuah kelaparan yang terjadi seperti halnya yang dialami Ibu Yuli itu sebenarnya tidak murni karena COVID-19 saja. Disana ada sisi kegagalan negara dalam menyejahterakan warganya.Â
Suami ibu Yuli yang seorang pengangkut sampah sebelum pandemi hanya memiliki penghasilan Rp 20 -25 ribu saja. Jauh dari kata cukup untuk sebuah kehidupan yang layak.
Apalagi mengingat keluarga tersebut juga memiliki empat orang anak. Dan beberapa diantaranya harus menerima kenyataan putus sekolah akibat keterbatasan biaya. Tanpa pandemi COVID-19 saja sebenarnya keluarga tersebut sudah sangat kesulitan dalam ekonomi.
Negara berkewajiban untuk menyejahterakan warganya. Hal ini termaktub dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial juga menjelaskan hal serupa.Â
Dengan kata lain, jiakalu ada warga negara Indonesia yang hidupnya tidak sejahtera maka hal itu merupakan bentuk kegagalan negara dalam menunaikan amanah.Â
Jangan sampai COVID-19 justru menjadi alasan penyelanggara untuk menampakkan ketidakmampuannya dalam mengemban amanah. Â Karena bagaimanapun kondisinya, rakyat tetap harus hidup sejahtera. Mereka yang miskin sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara.Â
Bukan dibiarkan untuk berusaha sendiri mengais nafkah yang tanpa kepastian, sedangkan para penyelenggara negara masih bisa menikmati fasilitas hidup lebih dari sekadar layak.Â
Kalau boleh, seharusnya orang miskin terakhir itulah mereka yang menyelenggaran negara. Para pejabat itulah yang harusnya menjadi orang terkahir yang menikmati fasilitas dari bangsa ini.
Sistem yang Baik
Langkah yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membagibagikan sembako secara langsung kepada rakyat kecil memang sebuah tindakan yang baik.Â
Namun kurang tepat dilakukan bagi seseorang selevel beliau. Tindakan itu masih belum bisa menyentuh masyarakat secara luas. Seperti yang dialami Ibu Yuli dan segenap keluarga miskin lainnya.Â
Jikalau memang cara Presiden Jokowi diebut tepat, sekalian saja semua anak buah beliau, semua gubernur, semua bupati, semua camat, semua kepala desa, semua kepala RT/RW melakukan cara serupa. Itukan pesan yang ingin disampaikan bapak Presiden?Â
Semestinya sistemnya yang diperhatikan. Diperbaiki lagi apabila ada yang kurang. Karena sejauh ini masih banyak warga miskin yang sepertinya belum diperhatikan secara maksimal perihal kondisinya.
Menjaga masyarakat agar tetap sehat di tengah situasi pandemi COVID-19 adalah kewajiban negara. Demikian juga menjamin kesejahteraan hidup secara ekonomi. Jangan diantara keduanya justru saling menegasikan peran fungsi negara terhadap rakyatnya.Â
Keduanya mesti ditunaikan dengan baik. Rakyat harus sehat, dan rakyat juga harus sejahtera. Barangkali situasi pandemi ini akan benar-benar menguji sejauh mana rezim berkuasa saat ini bisa menunaikan amanah untuk mengurus hajat hidup warganya. Waktu akan mencatat siapa pemimpin yang baik untuk rakyatnya dan siapa yang tidak.
Salam hangat,
Agil S HabibÂ
Refferensi :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H