Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Apa yang Belum Dilakukan Jokowi dalam Menangani Covid-19 di Indonesia?

14 April 2020   15:10 Diperbarui: 14 April 2020   15:43 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membentuk gugus tugas penanggulangan COVID-19 sudah. Memberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) juga sudah. Mendatangkan alat tes COVID-19 dari luar negeri sudah dilakukan. 

Membeli obat yang ditengarai sebagai antivirus seperti avigan dan chloroquin pun sudah dilakukan. Selain itu, terkait dengan dampak COVID-19 terhadap sektor perekonomian pemerintah juga sudah merilis beberapa paket kebijakan. 

Memberikan stimulus yang diharapkan menggairahkan ekonomi yang dilanda kelesuhan. Tunggakan kredit diringankan. Demikian juga dengan pajak yang diperlonggar. 

Aturan-aturan birokrasi yang biasanya rumit dan berbelit didiskon besar-besaran. Bahkan paket stimulus senilai lebih dari 400 triliun rupiah pun telah digelontorkan. 

Tidak hanya itu, cuti bersama idhul fitri pun digeser ke akhir tahun demi meminimalisir mudik besar-besaran. Namun semua upaya itu sepertinya masih belum terlalu membawa perubahan berarti. 

Pandemi COVID-19 masih terus meluas. Jumlah korban terinfeksi terus bertambah. Begitupun dengan korban meninggal dunia. COVID-19 terasa sangat menghantui negeri ini. 

Entah kapan akan berakhir. Pertanyaannya, adakah sesuatu yang masih belum dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan jajarannya sehingga pandemi masih terus berlarut-larut hingga sekarang?

Sebuah pertanyaan yang bisa dibilang sulit untuk dijawab. Ibarat kata pemerintah mungkin masih melakukan trial and error kebijakan untuk mendapatkan kebijakan mana yang paling efektif untuk menanggulangi kondisi yang terjadi. Bagaimanapun juga, Indonesia tidak sendiri mengalami masalah ini. 

Situasi serupa juga dirasakan oleh hampir seluruh negara di dunia. Semua sama-sama mengeluhkan situasi yang tidak jauh berbeda. Keruntuhan sistem kesehatan, kekacauan perekonomian, dan segenap kekalutan lain. 

China yang katanya berhasil menerapkan kebijakan lockdown di Wuhan beberapa waktu lalu ternyata belum sepenuhnya pulih. Bahkan ada kekhawatiran terkait ancaman gelombang kedua akibat COVID-19. 

Amerika Serikat? Lebih parah lagi. Menyalip China dan beberapa negara lain untuk kasus fatal COVID-19. Bagaimana dengan negara-negara maju Eropa? Prancis, Italia, Spanyol, dan beberapa negara lain merasakan situasi yang tidak jauh berbeda. Negara-negara di Timur Tengah apa kabarnya? Iran mengalami nasib yang sama buruknya. 

Arab Sadi bahkan mewacanakan penundaan ibadah haji. Seperti halnya beberapa waktu terakhir Masjidil Haram tertutup aksesnya oleh karena menghindari ancaman COVID-19. Semua masih belum menemukan jalan keluarnya masing-masing. Semua masih berkutat dalam satu kubangan masalah yang sama.

Pernyataan dari politikus Partai Demokrat, Andi Arief, yang mengatakan bahwa Jokowi hanya "pura-pura" bekerja mungkin ada benarnya tapi tidak sepenuhnya tepat.

Sekalipun presidennya SBY atau mungkin Prabowo kemungkinan pasti akan kalangkabut menghadapi situasi semacam ini. Situasi yang sangat jauh berbeda dengan pengalaman perjalanan bangsa ini. 

Setidaknya pasca kemerdekaan. Paling mendekati mungkin kasus pandemi yang terjadi lewat seabad silam, yaitu Flu Spanyol yang terjadi pada kisaran tahun 1918.

Dengan kompleksitas yang terjadi saat ini, sepertinya COVID-19 jauh lebih "unggul" dibandingkan Flu Spanyol dalam menciptakan dampak sosial, ekonomi, dan budaya. Kali ini semua terjadi selaras dengan zaman yang serba cepat. Bahkan rantai penularan virus pun mengikuti tren serupa.

Jalan Keluar

Lantas apa yang mesti kita perbuat sekarang? Langkah apa yang bisa mengupayakan akhir dari pandemi ini? Lockdown? PSBB yang lebih tegas? Atau yang lain. Lockdown belum benar-benar ampuh menumpas COVID-19. Paling tidak itulah yang kita saksikan di beberapa negara. 

Mungkin jalan keluarnya hanya ada dua. Pertama, Sang Maha Kuasa "berbaik hati" mengangkat virus ini dari muka bumi. Kedua, berharap segera ditemukannya vaksin anti virus untuk COVID-19.

Semua orang tentu berharap bahwa jalan pertama yang akan terjadi. Tanpa susah payah. Semua kembali seperti semula. Tapi sayangnya, dunia tidak berjalan sesederhana itu. Ada ujian, cobaan, kerja keras, dan usaha. 

Tidak akan berubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu berusaha merubah nasibnya sendiri. Kebaikan hati Sang Pencipta perlu kita upayakan. Lalu tidak cukupkah upaya yang selama ini dilakukan? Mari kita tanyakan hal ini pada diri kita masing-masing.

Pemerintah mungkin perlu lebih giat mendorong riset yang mengupayakan penemuan vaksin antivirus COVID-19. Biarpun hal itu sebenarnya sudah dilakukan, namun hasilnya memang tidak bisa secara instan. 

Butuh kajian dan proses yang cukup panjang. Bahkan hingga berbulan-bulan atau mungkin beberapa tahun. Namun kita juga tidak bisa berharap negara lain yang lebih dulu menemukan vaksin itu. 

Semua harus saling berupaya, berlomba-lomba menemukan vaksin yang dinanti-nantikan itu. Kesempatan kita sama besarnya dengan yang dimiliki oleh beberapa negara lain yang memiliki sumber pendanaan jauh lebih besar.

Sembari menunggu saat itu tiba, selama itu mungkin kita hanya sebatas bisa bertahan saja. Bertahan untuk tetap hidup hingga pandemi mereda dengan sendirinya atau setelah vaksin ditemukan. Kapan itu? Hanya waktu yang bisa menjawabnya. 

Mungkin kita hanya perlu mencoba sedikit lebih banyak daripada apa yang sudah kita lakukan sejauh ini. Kita perlu mencari referensi yang lebih banyak dari biasanya. Mencari clue dari segala sumber yang memungkinkah pengobatan untuk pandemi ini. Apakah itu? Inilah yang mesti kita upayakan bersama.

Semua mungkin menjadi lebih rumit sekarang ini. Saling menyalahkan tidak akan pernah menjadi solusi permasalahan. Namun pemerintah juga mesti lebih terbuka untuk mendengar saran dan masukan dari pihak luar. Biarpun saran itu terasa "menyayat hati" atau menurunkan gengsi seorang penguasa. 

Buka diskusi yang lebar dengan para tokoh negeri ini. Siapapun, tanpa batasan koalisi atau oposisi. Jokowi jangan sungkan meminta saran SBY atau tokoh lain yang dirasa layak untuk itu. Sekali lagi, hilangkan gengsi karena pandemi ini adalah masalah kita bersama. 

Mengkritik dan bertahan atas kritikan bukanlah esensi penyelesaian masalah. Perhatikan nasib rakyat yang kini harus rela "bekerja" dari rumah akibat dirumahkan tempatnya bekerja yang tidak kuasa menahan amukan COVID-19. Bersinergilah. Kita bisa menang melawan COVID-19.

Salam hangat,

Agil S Habib 

Refferensi :

[1]; [2]; [3]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun