Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

2020, Apakah Valentine Day (Masih) "Haram"?

11 Februari 2020   08:02 Diperbarui: 11 Februari 2020   07:59 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fenomena seks bebas saat peringatan hari valentine | Sumber gambar : southfloridareporter.com

Sudah menjadi kebiasaan umum kalau pada setiap tanggal 14 Februari diperingati sebagai hari kasih sayang atau valentine day. Meskipun tidak ada tanggal penetapan resmi dari pemerintah, paling tidak hal itulah yang diyakini oleh sebagian kalangan. 

Hari valentine atau hari kasih sayang dianggap sebagai suatu hari istimewa dimana antara kekasih dengan yang terkasih saling mengungkapkan rasa satu sama lain melalui seuntai bungai ataupun sekotak coklat. Pusat-pusat perbelanjaan menghiasai dekorasi mereka dengan riasan warna pink, stasiun televisi merilis program televisi bertema valentine, dan masih banyak lagi yang lain. 

Namun, valentine yang dianggap sebagai salah satu hari bahagia khususnya bagi kawula muda ternyata tidak dianggap demikian oleh sebagian orang yang lain. Beberapa kalangan justru meyakini bahwa valentine adalah haram. Memperingatainya adalah bentuk dukungan terhadap perbuatan yang berafiliasi dengan maksiat.

Sejak bertahun-tahun lalu setiap kali memasuki periode bulan Februari, lebih khusus lagi ketika menginjak tanggal 14 Februari akan ramai dibahas perihal bagaimana hukum perayaan valentine day. Majelis Ulama Indonesia (MUI) beberapa kali menyebutkan bahwa memperingati hari vanetine adalah haram, khususnya bagi umat Islam. 

Biarpun ada beberapa kalangan dengan pandangan liberal menilai bahwa hari valentine tak ubahnya seperti hari ibu, hari ayah, atau hari-hari "khusus" yang lain sehingga tidak perlu dihukumi haram, namun realitas dilapangan menunjukkan bahwa setiap kali memasuki momen 14 Februari sebuah fenomena free sex terjadi. 

Angka penjualan alat kontrasepsi seperti kondom dan alat tes kehamilan melonjak hingga berkali-kali lipat di beberapa daerah saat memasuki periode valentine day. 

Bahkan sebuah lembaga Sigi National Retail Federation menyebutkan bahwa lebih dari 50 persen orang akan melakukan hubungan seks. Tak ayal, dari waktu ke waktu perayaan hari valentine lebih mirip sebagai hari berhubungan intim. 

Jikalau hal itu dilakukan oleh pasangan sah secara hukum dan agama maka tentu boleh-boleh nyata, tetapi nyatanya mereka yang baru menjalin hubungan "sebatas" pacaran saja sudah berani melakukan perbuatan itu. Setiap kali memasuki momen valentine day razia yang dilakukan oleh pihak berwenang hampir selalu "membuahkan hasil" seiring terjaringnya pasangan-pasangan mesum. Sungguh ironi.

Hari Valentine = Hari Seks Bebas?

Menilik fenomena ini maka tidak mengherankan apabila cukup banyak kalangan yang melabeli haram perayaan hari valentine. Kyai Haji Ma'ruf Amin pernah mengatakan bahwa yang paling menjadikan hari valentine tidak layak untuk diperingati adalah karena didalamnya diisi dengan aktivitas-aktivitas yang menjurus kepada kemaksiatan.

Sehingga sayogyanya tanpa menerbitkan fatwa haram sekalipun masyarakat khususnya umat Islam sudah tahu bagaimana bersikap terhadap perayaan ini. Tahun 2020 ini masih akan sama dengan tahun-tahun sebelumnya bahwa valentine day haram diperingati, utamanya bagi kalangan muslim. 

Ada sangat banyak sekali penjelasan dan alasan yang melatarbelakangi keharaman peringatan hari valentine selain daripada potensi perzinahan didalamnya. Namun fakta dilapangan menunjukkan bahwa justru remaja-remaja ber-KTP muslim cukup banyak ditemukan tengah menikmati momen ini. 

Barangkali mereka tengah dimabuk asmara hingga mengalahkan pengatahuan bahwa perayaan tersebut sebenarnya tidak perlu dilakukan. Karena seringkali atas nama cinta seseorang bisa bertindak mengalahkan segalanya. Lebih berbahaya lagi adalah ketika mereka ternyata hanya ikut-ikutan saja tanpa mendapatkan pemahaman sebenarnya dari peringatan ini.

Sejak zaman nenek moyang bahkan hingga tahun 1990-an masyarakat Indonesia hampir tidak mengenal istilah valentine. Namun memasuki era milenium, lambat-laun gerakan yang digagas oleh remaja perkotaan terkait hari valentine semakin menjadi tren. Dan hal itu terus berlangsung hingga saat ini. 

Entah siapa yang mempelopori tingkah laku remaja kita hingga terinspirasi untuk turut serta merayakan hari valentine, dan entah siapa juga yang menjadikan valentine terkesan sebagai saat "ideal" untuk berhubungan sex. Barangkali valentine day tidak sepenuhnya salah dalam menyebabkan meningkatnya angka hubungan seks diluar nikah. 

Namun sepertinya budaya kita sudah terlalu jauh mengikuti kepribadian orang barat yang melegalkan hubungan diluar nikah. Hal ini seharusnya membuat kita tersentil bahwa ada jati diri bangsa kita yang hilang disini. Bukan semata tentang ajaran agama atau lebih khusus tentang ajaran Islam.

Dalam buku The Tipping Point, Malcolm Gladwell menyampaikan tentang pola epidemi yang terjadi didunia. Sebuah epidemi yang tidak hanya menyangkut penyebaran wabah penyakit, tetapi juga menyangkut epidomi sosial lain seperti maraknya kasus kriminalitas hingga tren persebaran sebuah mode. 

Jika mengacu pada penjelasan Gladwell, maka bukan tidak mungkin peringatan valentine day adalah pemicu dari semakin meningkatnya kasus hubungan seksual diluar nikah di negeri ini. Hal ini mirip dengan maraknya kasus kriminalitas yang terjadi di Kota New York pada medio 80-an dan mulai mereda pada kisaran pertengahan tahun 90-an. 

Uniknya, terjadinya penurunan secara drastis kasus kriminalitas disana justru dimulai dari sesuatu yang sederhana yaitu menghilangkan kebiasaan corat-coret grafiti pada dinding kereta api yang dilakukan oleh beberapa kalangan remaja. Ditengarai awal mula merebaknya kasus kriminalitas disana juga dimulai dari kejahatan "kecil" yang diabaikan dan lambat laun semakin membesar. 

Dalam teori broken window dijelaskan bahwa membiarkan sebuah masalah kecil terjadi akan mengundang orang lain untuk melakukan hal serupa dan bahkan lebih besar. Analoginya seperti kaca jendela yang dibiarkan pecah akan mengundang orang lain untuk memecahkan kaca yang lainnya.

Apakah valentine day memiliki kemungkinan serupa terkait fenomena seks bebas yang menikat dikalangan remaja? Mungkin hal ini masih memerlukan kajian lebih lanjut. Tetapi setidaknya mari kita merenungi tentang apa sebenarnya yang terjadi pada generasi bangsa ini sekarang. Jika sebagian generasi muda kita telah terjebak dalam kubangan hubungan tidak sehat, maka mau jadi apa negeri ini kelak?

Salam hangat,

Agil S Habib

 

Refferensi :

[1]; [2]; [3]; [4]; [5]; [6]; [7]; [8]; [9]; [10]; [11]; [12]; [13]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun