Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Terlarangkah Seorang Atasan untuk Pulang Kerja On Time?

7 Februari 2020   08:11 Diperbarui: 8 Februari 2020   02:05 974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi jam kerja on time | Sumber gambar : pixabay.com

Seorang atasan harus mampu memberikan contoh yang baik kepada anak buahnya. Demikian kalimat yang sering digaungkan perihal bagaimana seorang atasan bertingkah laku, khususnya di tempat kerja. 

Seorang atasan hendaknya memberikan keteladanan agar ditiru oleh anak buahnya. Dan salah satu hal yang paling sering disinggung perihal sikap seorang atasan adalah terkait bagaimana ia menjalani waktu kerjanya. 

Masuk jam berapa, pulang jam berapa. Banyak yang beranggapan bahwa seorang atasan haruslah pulang melebihi jam kerja normalnya, atau minimal tidak pulang lebih dahulu sebelum anak buahnya pulang. Benarkah anggapan ini? Apakah terlarang bagi seorang atasan untuk bisa "menikmati" jam pulang kerja "tenggo" alias on time?

Saya pernah berada di sebuah lingkungan kerja yang mana para karyawannya cenderung pulang kerja tepat pada waktunya. Masuk pukul 08.00 pagi dan selesai pukul 17.00. Begitu bel pulang berbunyi para karyawan langsung berbondong-bondong menuju pintu gerbang, bahkan sampai antri panjang untuk melakukan finger print absen pulang kerja. 

Bukan hanya mereka yang berlevel operator, staff, atau yang setingkat dengannya. Para kepala bagian, para manajer, bahkan sampai plan manager pun memberikan "contoh" serupa untuk pulang tepat pada waktunya. Jikalau masih ada yang tinggal di atas jam kerja, umumnya mereka sedang menunggu rekan di bagian lain yang kebetulan sedang ada tugas mendesak atau barangkali sedang menunggu situasi jalanan agar tidak terlalu macet.

Pulang kerja on time bukanlah sesuatu yang tabu untuk dilakukan. Paling tidak hal itulah yang pernah saya alami. Hanya saja dalam hal ini kita juga harus mengerti tingkat urgensi suatu pekerjaan. Apabila hal itu mengharuskan kita untuk sesegera mungkin menyelesaikannya, maka manambah porsi jam kerja adalah suatu kebutuhan. 

Namun tentunya kondisi seperti itu tidak selalu dilakukan setiap hari. Hanya pada periode-periode waktu tertentu saja seperti misalnya saat awal bulan, pada akhir bulan, atau kondisi insidental yang tidak diperkirakan sebelumnya. Di luar itu, semua karyawan lebih sering pulang kerja on time.

Akan tetapi situasi seperti ini belum tentu berlaku serupa di perusahaan lain. Ada perusahan-perusahaan yang justru menginginkan para pekerjanya pulang jauh lebih lama di atas jam kerjanya. Hal itu seringkali dianggap sebagai sebuah loyalitas. 

Padahal selama tugas dan tanggung jawab atas pekerjaan mampu dituntaskan tepat waktu atau bahkan lebih cepat, maka pulang "tenggo" adalah sah-sah saja. Malah justru itu lebih baik karena bisa mengurangi beban pemakaian listrik di luar jam kerja. 

Selain itu, kebiasaan pulang "tenggo" bisa jadi mengindikasikan kemampuan pelakunya dalam melakukan manajemen waktu kerja. Mereka yang pulang ontime cenderung mampu mengatur jam kerjanya secara tepat.

Bukan juga sebuah hal terlarang apabila seorang atasan meninggalkan tempat kerjanya lebih cepat dari anak buahnya. Dengan catatan hal itu sudah memenuhi jam kerja normal yang ditentukan. Hubungan antara anak buah dan atasan bukanlah sesuatu yang bisa diukur dengan siapa yang pulang lebih dulu atau yang belakangan. 

Akan tetapi lebih kepada semangat saling memahami dan saling mendukung dalam segala situasi dan kondisi yang ada. Di sinilah pentingnya menjalin koneksi yang baik antara atasan dengan anak buahnya. Tatkala sang anak buah membutuhkan bantuan atau dukungan dari atasannya tentusaja sang atasan perlu ada. 

Biarpun saat itu mengharuskan bekerja di luar jam kerja normal. Hanya saja situasi seperti ini seharusnya bisa dihindari dengan ketentuan bahwa semuanya telah direncakan sebelumnya. Hindari pekerjaan dadakan yang membuat kita bekerja pada waktu kritis dan serba mendesak.

Selain itu, seorang atasan tentu juga memiliki kehidupan lain di luar pekerjaan profesionalnya. Bagaimanapun ia juga berhak untuk menikmati kehidupannya di luar pekerjaan yang digeluti sehari-hari. Begitu juga dengan yang dialami oleh anak buah dari sang atasan. 

Oleh karena sama-sama memiliki "jenis" kehidupan yang lain, tentunya hal ini juga harus diwadahi agar tidak mengganggu pekerjaan sehari-hari ataupun sebaliknya. Sehingga menjadi penting untuk mengoptimalkan setiap waktu di tempat kerja untuk menghasilkan hasil kerja yang terbaik. Kita perlu untuk menjadi lebih produktif, efektif, serta efisien dalam bekerja dalam rentang waktu jam kerja normal yang telah disediakan.

Salam hangat,
Agil S Habib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun