Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Petuah Pangeran Harry untuk "Warga" Keraton Agung Sejagat

16 Januari 2020   08:36 Diperbarui: 21 Januari 2020   22:35 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini publik dihebohkan dengan kemunculan sebuah kerajaan "baru" yang menamai diri mereka Keraton Agung Sejagat (KAS) diwilayah Purworejo, Jawa Tengah. Kerajaan ini dideklarasikan oleh Totok Santoso Hadiningrat selaku raja dan Dyah Giatra sebagai ratu. 

Mereka menyebut KAS sebagai induk dari segala bangsa di dunia dan menklaim dirinya sebagai juru damai dunia. Namun kemunculan KAS ini oleh  oleh Sosiolog Universitas Sebelat Maret (UNS) Surakarta Djarat Tri Kartono disebut karena dua kemungkinan. 

Pertama, adanya kekecewaan terhadap negara dan pemerintah yang tidak mampu memberikan ketenangan. Dengan kata lain ada sekelompok orang yang merasa tidak puas terhadap kinerja negara sehingga mereka merasa harus berbuat sesuatu. 

Kedua, masih kuatnya kepercayaan terhadap nilai-nilai fatalistik tentang masa lalu di masyarakat. Seperti ramalan masa lalu tentang hadirnya ratu adil yang dipercaya beberapa kalangan masyarakat masih akan benar-benar terwujud. Hal ini dinilai turut berperan mendorong "kelahiran" kerajaan baru seperti KAS ini.

Kemunculan KAS bisa jadi merupakan bentuk narsisisme berlebihan dari seseorang yang mengklaim dirinya sebagai raja dan ratu. Atas dasar apa mereka mengukuhkan diri sebagai trah darah biru padahal tidak memiliki silsilah keturunan ningrat yang benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. 

Lebih berbahaya lagi ketika klaim mereka itu "ditularkan" kepada masyarakat awam yang sebagian memang mengharapkan "perbaikan strata sosial menjadi lebih tinggi. 

Seiring "kebosanan" mereka menjadi warga biasa, maka "peluang" yang ditawarkan oleh Totok dan istrinya ibarat angin segar yang mampu mewujudkan impian mereka sebagai warga "kelas tinggi". 

Hal ini disampaikan oleh Dr. Sri Suwartiningsih seorang sosiolog dari Universitas Kristen Stya Wacana yang menyebut bahwa Totok memanfaatkan pengikutnya yang ingin menjadi kalangan ningrat atau kerabat keraton. 

Banyak dari anggota masyarakat yang menjadi bagian dari KAS ini kehilangan sisi rasionalitasnya akibat terperdaya gambaran palsu status priyayi yang mereka dapatkan pasca bergabung menjadi warga KAS. 

Ini menunjukkan bahwa status sosial masih dipandang begitu penting oleh sebagian masyarakat, terlebih ketika strata sosial itu melabeli seseorang sebagai anggota dekat kerajaan.

Pangeran Harry Undur Diri

Pada waktu yang hampir bersamaan, dibelahan sisi dunia lain justru sebuah kontradiksi terjadi. Pangeran Harry dan istrinya Meghan Markle memutuskan untuk mundur dari posisinya sebagai anggota senior Keluarga Kerajaan Inggris. Mereka memutuskan untuk menikmati hidupnya sebagai warga "biasa" tanpa harus dihadapkan pada rutinitas kerajaan dan sorotan media masa. 

Apa yang dilakukan oleh Pangeran Harry dan istrinya ini tentu sangat bertolak belakang dengan apa yang dilakukan oleh "Raja" Toto Santosa dan istrinya. 

Yang satu ingin meninggalkan ketenaran seabagai bangsawan, dan yang lain justru ingin meraih gelar bangsawan. Pangeran Harry disebut-sebut sudah bosan dengan sorotan kamera dan acara kerajaan, sedangkan Toto Santosa malah mencari hal itu.

Apakah yang dicari oleh Toto dan pengikutnya adalah semata tentang mencari prestise dan sebuah status sosial semata? Bisa jadi. Meskipun dalam pernyataannya ia menunjukkan sisi bahwa mereka adalah pewaris kerajaan masa lalu, Majapahit. 

Biarpun hal itu banyak yang melenceng dari jejak sejarah yang selama ini diketahui publik. Benar tidaknya argumentasi Toto perihal status dirinya, satu fenomena menarik yang patut diperhatikan adalah masih adanya anggota masyarakat yang tertatik menjadi bagian dari kerajaan yang digagas Toto. 

Sebegitu pentingkah status sosial bagi kita? Kalau Pangeran Harry saja memilih untuk menjadi warga biasa lantas mengapa kita menginginkan yang sebaliknya? Seakan melalui tindakannya ini Pangeran Harry ingin memberikan petuah khususnya kepada "warga" KAS untuk mempertimbangkan kembali tindakannya. 

Sesungguhnya ada banyak hal dari diri kita saat ini yang sangat layak dibanggakan. Selama ini kita cenderung melabeli diri kita lemah dan biasa-biasa saja. Padahal sebenarnya status kita sebagai manusia sudah lebih dari cukup. 

Karena kita dilabeli sebagai "khalifah" atau pemimpin diatas muka bumi, disisi manapun kita hidup. Tak perlu menjadi kerabat kerajaan untuk disebut sebagai priyayi, karena kualitas terbaik kita sebagai manusia hanya dinilai dari kualitas ketakwaan kita kepada Sang Pencipta.

Salam hangat,

Agil S Habib

Refferensi :

[1]; [2]; [3]; [4]; [5]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun