Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Jiwasraya dan Janji Manis yang Memahitkan, dari Skala Gigantik hingga Risiko Sistemik

10 Januari 2020   13:44 Diperbarui: 16 Januari 2020   19:02 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Skandal Jiwasraya | Sumber gambar : kronologi.id

PT Asuranasi Jiwasraya beberapa waktu terakhir ini seakan menjadi pesakitan. Kasus gagal bayar polis JS Savng Plan kepada nasabah yang mencapai angka Rp 12,4 triliun adalah muara dari masalah yang telah terakumulasi sekian lama di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang pernah mensponsori klub sepakbola Manchester City ini. Ditengarai penyebab utama dari kasus gagal bayar JS Saving Plan ini adalah karena termakan sendiri oleh janji manis yang mereka tawarkan kepada nasabah yaitu terkait imbal hasil produk asuransi yang berkisar antara 9 -- 13 persen per tahun.

Strategi yang dilakukan oleh Jiwasraya untuk mengimbangi janji manis kepada pelanggan ini ternyata justru "menjerumuskan" mereka kedalam investasi penuh risiko yang akhirnya berujung pada penyusutan nilai investasi yang dimiliki Jiwasraya. Dalam hal ini nilai investasi reksadana yang di tahun 2017 mencapai Rp 19,17 triliun susut mejadi "hanya" Rp 6,64 triliun pada tahun 2019.

Sedangkan untuk investasi saham yang dilakukan Jiwasraya juga terjun bebas ke angka Rp 2,48 triliun pada tahun 2019 dari sebelumnya sebesar Rp Rp 6,63 triliun di tahun 2017.

Akibatnya Jiwasraya harus menanggung masalah seperti sekarang. Janji manis yang sebelumnya diumbar kepada nasabah kini berbalik memahitkan mereka.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) baru-baru ini mengumumkan bahwa peroalan yang terjadi di Jiwasraya sebagai suatu skandal yang bersifat gigantik atau berskala besar sehingga memiliki risiko sistemik yang cukup tinggi.

Permasalahan Jiwasraya perlu segera dituntaskan karena jika tidak maka akan berbahaya bagi industri asuransi, jasa keuangan secara keseluruhan, dan tingkat kepercayaan investor asing terhadap Indonesia.

Tidak menutup kemungkinan Jiwasraya akan bernasib sama dengan Bank Century (sekarang Bank Permata) yang menjadi "korban" krisis 2008 sehingga membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan "bailout" terhadap Bank Century. Kebijakan ini kemudian dikenal dengan "Bailout Bank Century".

Bailout Jiwasraya?

Pengamat asuransi Hotbonar Sinaga mengatakan bahwa permasalahan yang membelit Jiwasraya berpotensi membuat masyarakat was-was terhadap poduk asuransi.

Bukan tidak mungkin mereka yang telah memiliki polis asuransi akan menyegerakan pengajuan klaim karena khawatir hanya terhambat sebagaimana yang terjadi pada kasus Jiwasraya.

Dampaknya akan memicu penarikan besar-besaran oleh para pemegang polis kepada perusahaan-perusahaan asuransi. Sesuatu yang pasti akan berdampak buruk terhadap pertumbuhan ekonomi kita. Hotbonar bahkan menyatakan bahwa kasus Jiwasraya ini harus cepat-cepat dituntaskan atau paling lama tiga tahun agar supaya tidak terjadi dampak sistemik.

Salah satu opsi yang belakangan mengemuka adalah dengan melakukan bailout. Salah satu syarat utama mengapa bailout harus dilakukan adalah terkait potensi dampak sistemik yang bakalan terjadi.

Namun sejauh apa takaran besarnya dampak tersebut tentunya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan segenap institusi terkait mesti melakukan analisis secara mendalam terhadap hal ini. Bagaimanapun juga bailout hendaknya menjadi langkah terakhir yang seharusnya ditempuh dalam upaya penyelamatan sistem ekonomi kita.

Segenap perusahaan asuransi khususnya serta perusahaan jasa keuangan pada umumnya hendaknya mampu mengambil pelajaran dari apa yang terjadi pada kasus Jiwasraya ini. Sampai-sampai pada pembukaan pasar modal di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada awal tahun 2020 ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpesan kepada beberapa kalangan agar tidak lagi melakukan aksi goreng saham dan sejenisnya.

Sepertinya pernyataan presiden tersebut merupakan sinyal terkait kondisi Jiwasraya yang terpuruk akibat memilih istrumen saham yang buruk dan berisiko tinggi alias saham gorengan.

Pihak penyedia jasa asuransi juga hendaknya tidak mengumbar janji manis yang terlalu berlebihan sebagaimana yang dilakukan oleh asuransi Jiwasraya yang menjanjikan imbal balik hasil sebesar 9 -- 13 persen per tahun padahal BI rate hanya berkisar pada 5 persen saja. Masyarakat selaku nasabah hendaknya lebih jeli untuk memilih asuransi agar tidak terjebak dalam pusaran kasus Jiwasraya ini.

Jiwasraya memang penuh masalah. Selain karena buruknya pengelolaan aset untuk investasi, ditengarai juga disana ada permainan yang menjurus pada praktik korupsi.

Saat ini pihak Kejaksaan Agung (MA) tengah melakukan proses penyidikan guna mengungkap dalang dibalik korupsi yang merugikan uang negara hingga Rp 13,7 triliun tersebut. Sudah cukup banyak saksi yang diperiksa namun hingga kini pihak MA masih belum menetapkan satupun nama tersangka.

Mantan Sekretaris Kementrian BUMN Said Didu menyampaikan keheranannya terkait kasus gagal bayar polis asuransi Jiwasraya ini. Said Didu mempertanyakan bagaimana bisa sebuah perusahaan yang sedang untung tiba-tiba anjlok demikian parah.

Menurutnya ada 3 alasan yang mungkin memicu terjadinya hal ini. Pertama, pimpinannya jadi gila. Kedua, terjadi tsunami ekonomi. Ketiga, ada perampokan.

Asuransi Jiwasraya memang sebelumnya mengalami periode gemilang dengan menjadi perusahaan asuransi terbaik di Indonesia tahun 2015 dan 2016.

Keuntungannya pun kala itu cukup tinggi dan dikatakan mencapai angka Rp 2 triliun. Meskipun pada tahun mengalami penurunan angka keuntungan dengan "hanya" Rp 400 miliar.

Kini tiba-tiba perusahaan asuransi tersebut jatuh terjerembab tak lama setelah menerima penghargaan sebagai Product Development Terbaik di sektor BUMN Branding and Marketing Award 2018  dimana Rhenald Kasali menjadi ketua jurinya.

Said Didu mengaku heran mengingat tahun 2018 lalu terbilang tidak ada gejolak ekonomi yang besar dan para pimpinan Jiwasraya pun tidak sedang gila. Sehingga menurutnya hanya ada satu kemungkinan, yaitu terjadi perampokan di Jiwasraya. Perampokan yang dimaksud adalah kemungkinan penilapan uang Jiwasraya untuk kepentingan pilpres. Meskipun untuk yang satu ini masih perlu diuji lebih lanjut.

Jika memang benar Jiwasraya menjadi objek para koruptor serakah untuk mengeruk keuntungan, maka ini akan menjadi kasus megaskandal ketiga setelah kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di era Presiden Megawati Soekarnoputri dan kasus bailout Bank Century di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Akankah Presiden Jokowi turut mengikuti jejak pendahulunya dengan meninggalkan mega skandal Jiwasraya di era kepemimpinannya?

Salam hangat,

Agil S Habib

Refferensi :

[1]; [2]; [3]; [4] ; [5]; [6]; [7] ; [8]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun