Sebuah hubungan dalam suatu organisasi tidak akan pernah bisa dipisahkan dari komunikasi antara atasan atau pemimpin dengan bawahan atau anak buahnya.
Hubungan komunikasi itu akan terus terjalin selama aktivitas kerja terjadi disana. Baik itu hubungan berupa koordinasi, konsultasi, ataupun berupa instruksi.
Hal ini lumrah terjadi mengingat sebuah pekerjaan dalam suatu korporasi pastilah memiliki jalur komando yang memang harus diikuti sehingga semua bisa berjalan sesuai harapan.
Namun tidak bisa dipungkiri bahwa hubungan antara atasan dan bawahan ada kalanya mengalami suatu "krisis". Bisa jadi seorang anak buah merasa canggung dan gagap saat dipanggil oleh atasannya.
Kondisi seperti ini sudah jamak terjadi mengingat tataran struktur jabatan yang lebih rendah merasa sungkan terhadap pemilik jabatan yang lebih tinggi.
Hanya saja ketika kondisi sebaliknya terjadi dimana seorang atasan justru merasa sungkan terhadap bawahannya, maka hal itu dikhawatirkan akan mengganggu jalannya roda organisasi.
Sebuah instruksi bisa tidak tersalurkan, sebuah rencana bisa gagal ditunaikan, atau sebuah strategi pun tidak berhasil dituntaskan. Semua karena sang atasan tidak memiliki keberanian untuk menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai pemimpin.
Situasi seperti ini masih sering terjadi terutama ole para pimpinan "baru" dan usianya relatif muda sedangkan para anak buahnya adalah orang-orang "lama" dan berusia jauh lebih senior.
Rasa sungkan kepada sosok yang lebih tua bisa jadi terbawa dalam menjalankan pekerjaan di korporasi. Sang pemimpin sebenarnya memiliki banyak hal untuk disampaikan kepada anak buahnya. Namun karena terhambat rasa sungkan hal itu menjadi kacau balau. Mungkin timbul perasaan bahwa ada kesan tidak sopan memerintah orang yang lebih tua.
Atau bisa jadi muncul anggapan bahwa para anak buah senior pastilah jauh lebih memahami "medan kerja" sehingga tidak perlulah kiranya untuk diperintah.
Persepsi seperti ini kurang tepat karena pada dasarnya seorang atasan adalah mereka yang bekerja pada tataran strategi, perencanaan, serta pengembangan jangka panjang.
Sedangkan anak buah di lapangan adalah orang-orang yang menerjemahkan gagasan para atasan dalam sebuah aktivitas nyata. Sehingga apa yang perlu dilakukan oleh seorang atasan agar tidak terlalu "malu-malu" lagi dalam memberikan penugasan kepada anak buahnya? Berikut adalah beberapa di antaranya:
1. Kenali dan Pahami Cakupan Pekerjaan Kita
Sebagai seorang pemimpin atau atasan dalam suatu pekerjaan kita dituntut untuk mengenali dan memahami seluk beluk pekerjaan dimana kita berada. Mulai dari A sampai Z hal-hal yang terkait pekerjaan sangat perlu kita ketahui.
Tentunya hal itu juga tidak akan terjadi secara instan. Butuh waktu untuk mempelajari semua aspek yang ada. Akan tetapi pada tahap awal sangat perlu bagi kita memahami bagian-bagian utama dari pekerjaan tersebut sebelum menuju pada bagian yang lebih detail.
2. Ketahui Jobdesc dari Semua Orang yang Menjadi Anggota Tim Kerja
Peran utama seorang pemimpin adalah membagi peran anak buahnya sehingga bekerja sesuai pos masing-masing dan menyelesaikan setiap masalah yang ada serta menghasilkan kinerja terbaik dari masing-masing bagian pekerjaan tersebut.
Jangan sampai seorang pemimpin "tertukar" dalam memberikan perintah kepada anak buah yang tidak sesuai dengan kompetensi yang mereka miliki. Terkecuali memang dengan niatan untuk mendiversifikasi skill dari anak buah.
Namun hal itu juga tetap harus memperhatikan keterlibatan orang lain yang memang memiliki kapasitas mumpuni di bidangnya. Penting sekali bagi seorang pemimpin mengetahui pemetaan pekerjaan dari para anak buahnya. Memberikan beban tugas tanpa memperhatikan siapa orang yang tepat melakukannya hanya mengesankan ketidakpahaman kita atas pekerjaan tersebut.
Yang paling utama dari itu semua adalah bagaimana kita mengenali satu per satu anak buah kita sebagai seorang manusia yang kedepannya akan menjadi partner kerja kita itu. Minimal ketahui nama mereka satu persatu.
3. Miliki Data dan Buat Analisa yang Mumpuni
Seorang pemimpin cenderung bekerja sebagai analis. Mereka harus mengecek setiap data yang ada dan membandingkan dengan kondisi ideal atau target yang ingin dicapai. Analisa yang tepat akan melahirkan sebuah kebijakan yang tepat.
Analisa yang salah hanya akan melahirkan keputusan "aneh" yang pada akhirnya justru membuat seorang atasan terlihat "bodoh" di hadapan anak buahnya.
Bagaimanapun juga seorang atasan harus menunjukkan bahwa ada sisi keunggulan yang mereka miliki dan hal itu tidak ada pada diri anak buahnya
4. Sisihkan Waktu untuk Diskusi dengan Anak Buah
Seorang pemimpin tidak bisa terus-menerus menjaga jarak dengan akan buahnya. Bagaimanapun juga ada beberapa hal yang mungkin anak buah kita jauh lebih tahu dibandingkan kita terkait suatu jenis pekerjaan tertentu.
Masukan mereka bisa jadi sangat berharga untuk dipertimbangkan oleh seorang pemimpin. Sehingga dalam beberapa kesempatan mungkin kita perlu menyisihkan sebagian waktu untuk berdiskusi dan menyerap banyak hal dari anak buah kita.
Diskusi ini juga bisa menjadi ajang menjalin komunikasi yang bersahabat antara atasan dengan bawahan. Dengan demikian sekat pembatas itu bisa sedikit disisihkan.
Hubungan pekerjaan antara atasan dengan anak buah bukan hanya sekadar hubungan rantai komando semata, tetapi juga menyangkut hubungan antar manusia. Oleh karena itu bagaimana layaknya sebuah manusia menjalin komunikasi maka hal itulah yang perlu diperhatikan.
5. Penyampaian Instruksi Secara Tegas namun Sopan
Memberikan sebuah instruksi harus dengan keyakinan bahwa instruksi itu adalah sesuatu yang penting. Untuk mewujudkan hal itu terlebih dahulu kita mesti tahu dan memahami seluk beluk serta arti penting keberadaan sebuah instruksi.
Dengan demikian kita akan bisa men-deliver pekerjaan kepada anak buah dengan sebagaimana mestinya. Patut diingat bahwa menyampaikan instruksi selain tegas juga harus memperhatikan unsur kesopanan. Jangan sampai merendahkan anak buah kita dalam penyampaian suatu instruksi.
Rasa segan atau sungkan dalam beberapa hal memang harus kita miliki. Namun jangan sampai perasaan itu justru menjadi hambatan terbesar kita dalam menunaikan tugas dan tanggung jawab sebagai pemimpin.
Hubungan pekerjaan bukanlah semata hubungan kaku antara atasan dengan bawahan. Akan tetapi juga menyangkut komunikasi individu manusia dengan manusia yang lain. Simpati dan empati adalah kunci untuk menjaga komunikasi itu tetap terjalin dengan sebagaimana mestinya.
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H