Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Sebut Indonesia Tak Kompeten Kelola Nikel, Uni Eropa Sakit Hati?

20 Desember 2019   08:00 Diperbarui: 21 Desember 2019   02:40 9414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bijih nikel yang didambakan UE | Sumber gambar : nawacitapost.com

Uni Eropa (UE) meradang seiring diberlakukannya kebijakan larangan ekspor bijih nikel oleh pemerintah Indonesia per 1 Januari 2020 nanti. Kebijakan ini diambil lantaran cadangan nikel Indonesia mulai menipis.

Selain itu, pemerintah juga merencanakan program hilirisasi produk nikel. Selama ini kita cenderung melakukan ekspor bahan mentah, sedangkan potensi nikel untuk menjadi beragam produk bernilai tinggi sangatlah besar seperti untuk pembuatan baja anti karat (stainless steel), logam paduan besi, logam paduan nonbesi, pelapisan logam (plating), pembuatan baterai, dan lain-lain.

Bisa dibilang nikel adalah salah satu tulang punggung dari beberapa sektor industri lain dan bahkan mendapatkan julukan "The mother of Industry". 

Sekilas kita bisa melihat adanya kemiripan antara nikel dengan vibranium, sebuah material "fiktif" yang terdapat dalam komik dan film superhero Marvel. Vibranium disebut sebagai logam multifungsi yang menjadi pilar penciptaan teknologi mutakhir di negeri Wakanda.

Mengapa UE terlihat begitu "bernafsu" untuk menerima pasokan ekspor nikel dari Indonesia? Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan bahwa UE memiliki target mengurangi emisi global sebanyak 30% melalui penggunaan kendaraan listrik pada tahun 2045 mendatang.

Untuk merealisasikan hal itu mereka membutuhkan bijih nikel dalam jumlah cukup guna dikembangkan menjadi lithium battery yang tidak lain adalah penyokong utama kendaraan listrik. 

Belum lagi melihat peranan nikel dalam industri otomotif seperti untuk membuat baja anti karat, pelapisan loga, dan lain sebagainya. Keberadaan Indonesia terasa begitu penting karena kita adalah negara peringkat-6 pemilik stok nikel terbesar di dunia. 

Dengan kata lain hal itu membuat negara kita memiliki andil penting dalam menentukan jumlah pasokan berikut harga nikel dunia.

Tidak bisa dipungkiri bahwa negara-negara eropa mendominasi kelompok negara-negara berperadaban maju di dunia. Tata kota mereka luar biasa, dunia industri mereka berkembang pesat, sektor bisnis juga cukup dominan. 

Singkat kata, negara-negara di eropa termasuk sebagai negara berperadaban tinggi. Khususnya dalam hal teknologi.

Hanya saja memang dibalik megahnya peradaban bangsa eropa itu tersimpan ketergantungan besar terhadap bangsa lain guna memastikan eksistensi mereka pada masa mendatang akan tetap terjaga. 

Harus diakui bahwa negara-negara di eropa memiliki sisi keunggulan yang luar biasa dalam memberikan added value terhadap berbagai kategori produk.

Mereka mampu menciptakan mobil-mobil berkelas dunia, juga membuat mesin-mesin hebat. Banyak negara-negara di belahan dunia lain termasuk Indonesia yang melabeli produk yang dihasilkan negara-negara eropa berkualitas tinggi. Minimal jika dibandingkan dengan beberapa negara di luar eropa.

Dengan semakin berkembangnya peradaban negara-negara di luar eropa dan semakin meningkatnya kesadaran akan pentingnya menghasilkan produk bernilai tambah, beberapa barang yang dipandang penting dan memiliki potensi tinggi seperti nikel semakin dilirik untuk diolah lebih lanjut oleh negara-negara pemiliknya agar memberikan manfaat serta keuntungan lebih besar bagi negara tersebut.

Barangkali hal inilah yang semakin disadari oleh pemerintah sehingga menelurkan kebijakan pelarangan bijih nikel. Selama ini kita memang terlena oleh kebijakan ekspor barang mentah yang ternyata membuat kita menjadi konsumen di negeri sendiri. 

Kita hanya mengirimkan barang mentah yang harganya "murah" dan harus membeli kembali produk "olahannya" dengan harga yang jauh lebih mahal.

Mengapa tidak kita coba untuk membuat sendiri produk-produk tersebut dan balik menjualnya kepada negara-negara yang sebelumnya membutuhkan bahan baku dari kita? 

Tudingan-tudingan negatif terkait kelayakan dan kemampuan kita mengolah bahan baku itu mungkin akan kita terima. Kita akan diremehkan atau bahkan dituding sebagai penyebab masalah.

Seperti halnya tudingan yang disematkan oleh Asosiasi Produsen baja Eropa atau Eurofer yang mengatakan bahwa Indonesia memproduksi baja dengan harga murah namun berpolusi tinggi dibandingkan mereka yang mampu menghasilkan baja lebih ramah lingkungan. 

Tudingan semacam ini mungkin akan terus bermunculan jika kebijakan pelarangan ekspor dilanjutkan. Namun apabila bangsa kita yakin dengan kemampuan yang kita miliki maka kita tidak perlu takut menerima "gertakan" dari bangsa-bangsa eropa itu.

Mungkin dengan mengelola nikel dalam wujudnya yang terbaik menggunakan sumber daya anak bangsa sendiri hal itu akan bisa mengangkat derajat bangsa kita dihadapan bangsa-bangsa lain di dunia.

Serta merubah image dari bangsa pengekspor bahan mentah menjadi negara pengeskpor bahan jadi. Kita memang harus berani melangkah kedepan terkait pengelolaan bangsa ini kedapan. 

Mau sampai kapan kita sebatas menjadi negara pemasok bahan mentah bagi bangsa lain sedangkan pada akhirnya kita sendiri yang menjadi sasaran pasar mereka. Kita mampu berbuat lebih baik daripada apa yang kita bisa sekarang.

Salam hangat,

Agil S Habib

Refferensi :

[1] ; [2] ; [3] ; [4]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun