Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ahok dalam Pusaran Politik Balas Budi?

15 November 2019   07:24 Diperbarui: 15 November 2019   07:27 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang sudah ramai diberitakan belakangan ini bahwa eks Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau Ahok tengah digembar-gemborkan untuk menduduki pos pejabat tinggi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Meskipun belum ditentukan secara pasti akan berada pada BUMN mana dan menduduki posisi apa, namun digadang-gadang bahwa Ahok akan menduduki pos di BUMN sektor energi.

Suara sumbang pun mulai bermunculan seiring pemanggilan Ahok oleh Meneteri BUMN Erick Thohir. Respon bernada paling sumbang tentu berasal dari alumni 212 yang memang memiliki story khusus dengan Ahok beberapa tahun lalu. Mereka menyatakan bahwa hendaknya pemerintah juga memikirkan perasaan umat terkait penunjukan sosok Ahok menjadi bos BUMN.

Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) Slamet Maarif mempertanyakan apakah tidak ada sosok lain dengan track record baik, sopan, tidak kasar, serta tidak terindikasi tindak pidana korupsi. Slamet Maarif juga mencurigai adanya kemungkinan bagi-bagi kekuasaan sebagai bentuk balas budi dibalik penunjukan sosok Ahok.

Politik balas budi adalah sebuah rahasia umum yang disangkal dan juga diakui keberadaannya. Bagi-bagi kue kekuasaan adalah sesuatu yang jamak terjadi ketika sang pemegang tampuk kekuasaan merasa harus membalas jasa dari rekan politiknya. Kementerian BUMN sebagai salah satu kementerian paling penting pemerintah dan merupakan "mesin uang" utama negara kita dalam mencukupi asupan anggaran berbagai sektor.

Keberadaan kementerian ini begitu penting karena membawahi banyak perusahaan-perusahaan besar milik negara. Hanya saja dibalik peranan pentingnya itu Kementerian BUMN juga sering dicurigai sebagai tempat "tikus mencari makan". Banyak koruptor yang menggerogoti uang negara yang kemudian hari tertangkap oleh KPK. Sekitar bulan Oktober 2019 lalu bahkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani pernah menyatakan bahwa ada penghianat yang "berdomisili" di BUMN-BUMN kita. Para penghianat itu adalah para koruptor yang telah berlaku curang dalam menjalankan amanahnya sebagai petinggi BUMN.

Penunjukan Erick Thohir sebagai Menteri BUMN menggantikan Rini Soemarno pun juga ditengarai sebagai bagian dari politik balas budi. Kita semua tahu bahwa Erick Thohir adalah juru kampanye pemenangan pemilu presiden-wakil presiden (pilpres) Jokowi -- Ma'ruf Amin. Ketika sedang hangat-hangatnya penyusunan komposisi kabinet yang mana waktu itu Prabowo dengan Partai Gerindranya semakin mendekat ke kubu koalisi pemerintah, Erick Thohir adalah sosok yang lantang bersuara tentang orang-orang yang "berkeringat" dalam pemenangan pilpres pasangan Jokowi -- Ma'ruf Amin. Barangkali "keringat" Erick Thohir jugalah yang membuatnya berada pada posisinya yang sekarang. Bisa jadi Menteri BUMN kita adalah bagian dari politik balas budi pemegang tampuk kekuasaan.

Ahok Masuk Pusaran 

BTP atau Ahok adalah eks Wakil Gubernur DKI Jakarta dengan Jokowi kala itu sebagai gubernurnya. Pasangan Jokowi -- Ahok memang tidak berumur lama mengemban pemerintahan di DKI Jakarta seiring keberhasilan Jokowi menjadi Presiden Republik Indonesia tahun 2014 lalu. Chemistry diantara keduanya diakui kala itu cukup baik. Meskipun kemudian Ahok banyak melakukan kebijakan kontroversial semasa mengemban tugas sebagai Gubernur DKI dan juga membuat pernyataan yang menghebohkan publik hingga lahirlah aksi 212 yang fenomenal itu.

Meskipun begitu, sepertinya Ahok dianggap cukup berjasa terhadap kubu Jokowi dan simpatisan pendukungnya. Entah jasa seperti apa. Sebuah ungkapan bijak mengatakan, "Tidak ada makan siang gratis.". Terlebih dalam politik yang mau tidak mau harus diakui penuh dengan aksi transaksional. Siapa menjabat apa tidak selalu berkaitan dengan kompetensi yang dimiliki. Mereka yang dinggap berjasa pun juga "berhak" mendapatkan kompensasi yang sepadan.

Ahok sudah memasuki pusaran politik balas budi itu meskipun belum jelas secara gamblang terkait "budi baik" Ahok kepada lingkaran kekuasaan. Mungkin ada yang beranggapan bahwa Ahok pernah menjadi "tumbal" kekuasaan seiring kasus penistaan agama beberapa tahun lalu. Atau ada penilaian lain perihal "jasa" seorang Ahok sehingga hal itu layak dikompensasi dengan jabatan tinggi di pos strategis BUMN kita.

Jikalau memang hanya Ahok yang dirasa paling tepat menduduki jajaran direksi atau komisaris di BUMN karena karakternya atau integritas yang dimilikinya maka kita selaku masyarakat hanya bisa berharap yang terbaik dari beliau. Gebrakan di BUMN sebagaimana diharapkan oleh Menteri BUMN Erick Thohir mungkin bisa diwujudkan oleh Ahok dan mungkin saja tidak. Bagaimanapun juga Ahok nantinya harus membuktikan kemampuannya dihadapan publik untuk mengurus BUMN negeri ini. Syukur-syukur jika Ahok mampu menumpas habis tikus-tikus yang bersemayam di BUMN tempat ia diberdayakan nanti.

Terlepas keberadaan Ahok di BUMN adalah bagian dari politik balas budi atau tidak, kekuasaan untuk menentukan jajaran BUMN berada di tangan Erick Thohir selaku Menteri BUMN. Erick Thohir adalah sosok yang dipercaya Presiden Jokowi untuk mengelola BUMN kita dengan harapan yang terbaik. Sedangkan Presiden Jokowi sendiri adalah sosok presiden yang terpilih secara sah melalui pemilihan langsung oleh rakyat.

Dengan kata lain, ada andil mayoritas masyarakat negeri ini dalam penentuan nama Ahok sebagai bos di BUMN. Apabila kita khawatir Ahok akan berbuat yang "tidak-tidak" dalam menunaikan amanahnya, maka yang harus dilakukan adalah pengawasan. Jikalau Ahok mungkin menyalahgunakan kepercayaan yang diembannya, maka presiden pasti akan dimintai pertanggungjawaban oleh rakyat.

Kita sebagai masyarakat bukan tidak memiliki kemampuan apapun untuk mengawasi roda pemerintahan negara ini. Kita mampu untuk itu. Hanya saja apakah kita berkenan untuk melakukannya? Mari kita saksikan untuk beberapa waktu mendatang sepak terjang dari orang-orang kepercayaan Presiden Jokowi ini. Pasang mata dan telinga lebar-lebar. Pastikan bahwa amanah rakyat ditunaikan dengan bijaksana oleh para penguasa disana.

Salam hangat,

Agil S Habib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun