Jelang pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih periode 2019 -2024 pada 20 Oktober 2019 mendatang, mahasiswa dari segenap penjuru negeri berencana melakukan aksi demonstrasi besar-besaran dengan agenda utamanya menuntut Presiden Joko Widodo agar segera menerbitkan Perppu KPK.Â
Namun sepertinya niatan ini harus terhalang seiring tidak dikeluarkannya izin melakukan aksis unjuk rasa oleh Polda Metro Jaya. Izin demonstrasi yang diajukan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) hingga saat ini masih mendapatkan penolakan dari pihak kepolisian.Â
Alasan dari penolakan ini yaitu untuk menciptakan suasana yang kondusif menjelang prosesi pelantikan presiden dan wakil presiden.
Pada kesempatan terpisah, Presiden Jokowi yang menjadi "aktor utama" dalam momen pelatikan tanggal 20 Oktober 2019 nanti justru memiliki sikap yang berkebalikan dengan Polda Metro.Â
Dalam sebuah pernyataan di Istana Merdeka beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi malah memberikan lampu hijau terkait aksi demontrasi yang rencananya akan digelar para mahasiswa. Menurut beliau, aksi demonstrasi adalah hak setiap warga negara yang keberlangsungannya dijamin oleh konstitusi.
Namun rencana aksi demo yang belakangan ini memang sering terjadi, sepertinya tidak terlalu disukai beberapa kalangan. Terkesan ada upaya menghambat agar aksi demo tidak dilakukan.Â
Seiring dengan mahasiswa sebagai "pelaku" utama aksi demo yang akan bergerak pada 20 Oktober nanti, kampus-kampus mulai menerima dan memberikan ultimatum agar para mahasiswanya tidak ikut ambil bagian dalam aksi demonstrasi nanti.Â
Terlepas dari tingkat urgensi aksi demonstrasi yang akan dilakukan nanti, tidak semestinya hak untuk menyuarakan pendapat warga negara dihalang-halangi. "Lampu merah" dari Polda Metro terkait perizinan aksi demo hanyalah salah satu bentuk penghalangan terhadap kebebasan berserikat dan berkumpul.Â
Padahal presiden saja tidak mempermasalahkan aksi demo untuk dilakukan, lantas mengapa pihak kepolisian berpandangan sebaliknya? Seharusnya "intruksi halus" presiden yang mengizinkan dilakukan aksi demo direspon sejalan oleh pihak kepolisian.
Berdalih atas nama kondusivitas dan kenyamanan situasi pelantikan tetapi "mengorbankan" demokrasi kebebasan berpendapat adalah sebuah preseden kurang baik terhadap pembalajaran demokrasi itu sendiri. Ada kesan lain yang kita tangkap sebenarnya terkait tarik ulur diperbolehkannya aksi demo saat pelantikan nanti.Â
Di balik teguhnya sikap pihak kepolisian yang enggan memberikan izin demo ini mungkin dilandasi oleh "instruksi dibalik layar" dari sang presiden agar "melarang" adanya aksi demo. Barangkali Presiden Jokowi memang tidak ingin ada aksi demonstrasi mahasiswa lagi. Entah karena enggan didemo atau karena tidak ingin terjadi kerusuhan yang menelan korban jiwa lagi.Â
Hal ini sebenarnya sudah terlihat saat aksi demo memuncak pada bulan September 2019 lalu dimana Presiden memanggil Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir ke kantor presiden, dan tidak lama berselang keluar statement keras dari Pak Menteri terkait aksi demo yang saat itu berlangsung.
Jangan-jangan lampu hijau Presiden Jokowi terkait demonstrasi hanyalah gimik. Apa yang beliau lontarkan hanya sekadar formalitas bahwa demonstrasi sesungguhnya diperbolehkan. Hal ini mau tidak mau menciptakan kesan plin plan karena pengajuan izin aksi demo diperlakukan layaknya permainan "pinball".Â
Kata presiden, demonstrasi diperbolehkan. Tetapi kata Polda Metro Jaya izin demonstrasi tidak akan dikeluarkan. Lantas siapa yang benar?Â
Demonstrasi adalah bagian tak terpisahkan dari sebuah bangsa yang menganut paham demokrasi. Hanya apakah hal itu dianut secara utuh atau tidak itu masalahnya.Â
Seharusnya hak menyampaikan pendapat tidak dihalangi dengan alasan apapun, asalkan tetap mampu menjaga keamanan dan ketertiban.Â
Hal ini sekaligus juga menjadi "teguran" bagi para demonstran agar menjalankan aksi secara lebih berkualitas. Bukan mengedepankan ego dan emosi demi supaya aspirasi didengar. Pada akhirnya kita semua mengharapkan sesuatu yang terbaik untuk negeri ini.
Salam hangat,
Agil S Habib
Refferensi: detik.com.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H