Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hitung Mundur "Pengusangan" Ijazah Pendidikan Formal

15 Oktober 2019   08:37 Diperbarui: 15 Oktober 2019   11:19 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ijazah | Foto ilustrasi : konfrontasi.com

Selama ini dunia usaha banyak sekali bergantung pada alumni atau lulusan perguruan tinggi dengan nilai ijazah yang mumpuni sebagai pekerja utamanya. Terlebih untuk perusahan-perusahaan besar yang begitu "mendewakan" jebolan perguruan tinggi terbaik.

Mereka dengan lulusan pendidikan lebih rendah dari sarjana pada umumnya hanya menduduki posisi "rendahan" di perusahaan. Stigma ijazah masih yang utama sepertinya masih melekat kuat di benak pelaku bisnis bahwa itulah syarat utama untuk memperoleh pekerja berkualitas.

Mereka yang tidak memiliki ijazah atau ijazahnya "kelas rendahan" hanya akan menjadi bagian yang termarjinalkan oleh budaya organisasi yang selama ini dianut.

Kemunculan era digital diharapkan mampu memberikan angin segar kepada semua orang terlepas apapun latar belakang pendidikan formal maupun informalnya, dan darimanapun mereka berasal.

Dikotomi favorit non favorit pada suatu lembaga pendidikan sudah bukan masanya lagi untuk dilakukan. Meski mungkin kita masih berada dalam tahap awal atau pertengahan era digital, kita sudah bisa melihat bahwa saat ini banyak tenaga ahli yang direkrut bukan dari lembaga pendidikan formal semata. 

nstitusi pendidikan non formal pun sudah mulai diperhatikan eksistensinya dalam menyuplai sumber daya manusia yang bisa mendukung eksistensi di era digital. Ijazah bukan lagi yang utama, skill atau kemampuan yang dimilikilah yang lebih utama dari itu semua.

Inilah era disrupsi. Ketika hal-hal yang sudah"tradisional" berlaku dalam tata aturan masyarakat kita mulai terusik dengan kehadiran sesuatu yang baru sehingga mengusik esksistensi "pemain lama". Ketika dimasa yang akan datang dunia ini semakin terdigitalisasi, sedikit demi sedikit kompetensi pendukungnya pun haruslah relevan dengan perkembangan yang terjadi.

Para pemilik bisnis, pelaku industri, dan sejenisnya akan semakin berlomba-lomba untuk menjadi efisien dalam memilih tenaga kerjanya. Mereka akan memilih orang-orang yang biarpun pendidikannya secara formal pas-pasan, tetapi memiliki keahlian yang dibutuhkan. Misalnya, pekerja yang lulusan SMA tetapi memiliki kemampuan khusus bidang pemrograman.

Daripada lulusan sarjana tetapi kemampuannya biasa-biasa saja. Pada akhirnya dunia akan menyeleksi kualitas lulusan dari sebuah lembaga pendidikan. Apakah mereka memang layak bersaing ataukah tidak.

Bisa-bisa nanti para sarjana atau para jebolan pendidikan formal akan kalah dengan mereka yang sebatas mempelajari semuanya secara autodidak atau  mengikuti pelatihan-pelatihan khusus pada beberapa jenis bidang keahlian tertentu.

Apabila demikian yang terjadi maka kita harus bersiap memulai hitung mundur ijazah formal yang kita miliki akan menjadi usang. Digantikan oleh sertifikat pelatihan berbagai jenis bidang keahlian.

Kemungkinan itu harus kita waspadai. Sebagai individu kita harus memperkaya kompetensi kita, khususnya yang mampu menunjang eksistensi di era digital. Segenap insitusi pendidikan formal pun juga harus melakukan hal serupa.

Bukan waktunya lagi untuk terperangkap pada kebanggaan masa lalu, terkungkung pada mindset lama, dan enggan menerima perubahan. Sekarang saatnya untuk berubah, mendisrupsi pola pikir lama dengan pola pikir baru.

Pendidikan model lama sedikit demi sedikit akan terkikis seiring kehadiran pendidikan model baru yang mengandalkan teknologi digital.  Kita pernah menyaksikan dahulu ada begitu banyak Lembaga Bimbingan Belajar (LBB) begitu menjamur di beberapa wilayah Indonesia.

Hampir setiap siswa sekolah menyempatkan waktunya pasca kegiatan belajar mengajar untuk mengikuti tambahan pelajaran di beberapa LBB. Nama-nama LBB seperti Primagama, SSC, Ganesha, dan masih banyak lagi.

Akan tetapi sekarang nama-nama LBB itu seakan hilang tertelan bumi. Mereka terdisrupsi oleh LBB online seperti Quipper, Ruangguru, IndonesiaX, dan lain sebagainya. Pendidikan hanyalah salah satu sektor yang terkena imbas dari digitalisasi. Hal ini mau tidak mau mengaharuskan lembaga pendidikan yang saat ini eksis harus berani mengikuti arus zaman.

Salam hangat,

Agil S Habib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun