Kita tidak bisa menyebutkan bahwa waktu kita habis karena bekerja, dan kita terpenjara karenanya. Apabila dari sekian waktu senggang yang kita miliki itu mampu kita pergunakan untuk berbuat hal-hal yang produktif, maka hal itu akan memberikan nilai tambah bagi hidup kita.Â
Seseorang yang setiap harinya hanya menjadi karyawan kelas "rendahan", kemudian di sela-sela waktu yang ia miliki dipergunakan untuk menempuh pendidikan lanjutan, maka seiring setelah kelulusannya peluang bekerja pada posisi lebih baik akan didapatkan.Â
Kemonotonan yang selama ini dianggap sebagai "pendamping setiap" hidup bisa tereduksi dengan sendirinya. Bagi mereka yang memiliki "gaya" lain dalam memanfaatkan sela-sela waktu sibuknya dengan menulis misalnya, suatu saat bisa jadi hasil tulisannya mereka mampu membawanya menuju profesi lain yang sesuai passion.Â
Pertanyaan bagi kita adalah, bersediakah kita mengorbankan sedikit dari waktu senggang kita itu untuk berkreasi hal-hal yang lebih besar? Karena tidak sedikit di antara kita yang terlanjur nyaman dengan keterpenjaraannya. Mereka sudah nyaman dengan kemonotonan dan kesempatan bersantai di banyak waktu luang.Â
Kesempatan besar untuk berbuat lebih demi menciptakan kehidupan yang lebih baik diabaikan begitu saja seiring adanya anggapan bahwa semua hal itu penuh risiko dan berpotensi membuang-buang waktu saja.Â
Kita baru menyadari betapa pentingnya kita harus beranjak dari zona itu tatkala kita dihadapkan pada suatu kondisi di mana kemonotonan itu membuat kita tidak berkutik dan harus menerima keadaan sebagaimana adanya.
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H