Wajah Novel Baswedan disiram air keras oleh orang tidak dikenal seusai menunaikan sholat subuh pada medio 11 April 2017 yang lalu. Kasus itu sampai saat ini bisa dibilang masih belum menemukan titik terang.Â
Aktor intelektual di balik peristiwa memilukan tindak kekerasan kepada aparat penegak hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini hingga sekarang masih belum diketahui. Sudah dua tahun lebih berlalu, namun perkembangan yang terjadi belum bisa dibilang memuaskan. Masih stagnan dan bahkan seringkali timbul tenggelam.
Entah apa yang sebenarnya terjadi hingga pengungkapan kasus ini berlarut-larut begitu lama. Novel Baswedan tentu ingin segera peristiwa yang mengusik kehidupannya ini segera dituntaskan. Publik pun tentu berharap agar kasus pelanggaran hukum ini cepat-cepat dirampungkan.Â
Dikhawatirkan, semakin lama berlarut-larut maka kasusnya akan raib ditelan bumi. Jika sampai terjadi demikian maka kita semua pasti akan bertanya-tanya di manakah letak keadilan bagi warga negara Indonesia?
Saya yakin dan percaya bahwa aparat kepolisian telah bekerja keras untuk mengungkap misteri kasus penyiraman ini. Pun demikian halnya dengan Novel Baswedan beserta rekan-rekan KPK yang telah kooperatif menjadi "narasumber" dalam upaya pengungkapan kasus.Â
Namun setelah waktu berlalu sekian lama tanpa adanya titik terang tentu hal ini semakin membuat kita jengah. Atensi kita tidak selamanya tertuju pada kasus penyiraman Novel Baswedan saja, karena ada begitu banyak dinamika yang terjadi di negara kita.Â
Jika di kemudian hari ada peristiwa yang lebih menggoyahkan publik maka bukannya tidak mungkin kasus ini akan semakin dilupakan. Sehingga mau tidak mau pihak-pihak terkait harus lebih keras berupaya menuntaskan hal ini sesegera mungkin.
Kadang mungkin kita bertanya-tanya untuk beberapa kasus yang terlihat lebih kompleks seakan lebih mudah diungkap daripada kasus ini. Kasus kopi sianida Wayan Mirna Salihin adalah salah satu contohnya.Â
Padahal dalam kasus ini Jessica Kumala Wongso tidak tertangkap CCTV meracuni rekannya, namun ternyata aparat penegak hukum mampu memberikan pembuktian yang meyakinkan untuk menuntaskan kasus ini.Â
Sedangkan untuk kasus Novel Baswedan ini rekaman CCTV ada, beberapa orang mungkin juga menjadi saksi aksi kriminalitas ini. Lantas mengapa sangat susah untuk mencari akar masalahnya?
Apakah aparat penegak hukum kita tidak cukup mahir melakukan analisa kasus yang "rumit" ini? Bisa jadi. Barangkali diperlukan kehadiran sosok detektif jenius Sherlock Holmes guna menuntaskannya.Â
Analisis deduksi detektif itu mungkin bisa membukan jalan terang bagi pihak kepolisian untuk mengungkap fakta-fakta baru. Sayangnya, Sherlock Holmes hanyalah tokoh fiktif yang lahir dari imajinasi Sir Artur Conan Doyle sehingga kita di sini tidak bisa meminta bantuannya. Adalah tugas kepolisian untuk segera memecahkan misteri ini.
Setiap hari yang dilalui oleh Novel Baswedan dengan cacat fisik yang dideritanya tentulah bukan sesuatu yang menyenangkan. Ditambah ia harus melihat kenyataan bahwa orang-orang yang menyebabkan luka pada dirinya sampai saat ini masih berkeliaran dengan bebas.Â
Apa yang dirasakan olehnya melihat realitas ini? Hanya dirinya dan Tuhan yang tahu. Setidak-tidaknya kita semua tahu bahwa Novel Baswedan harus terluka tatkala menjadi seorang penegak hukum yang menindak pencuri uang rakyat. Kita patut memberinya apresiasi besar atas dedikasinya selama ini.Â
Saat ini kita hanya bisa berharap agar para aparat penegak hukum tetap tegar dalam menjalankan tugas-tugasnya, memegang teguh komitmen melayani segenap warga negara, dan membuktikan bahwa semua orang berhak memperoleh keadilan hukum.
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H