Saat youtube atau game diputar ia ikut menggerakkan tubuhnya mengikuti irama lagu atau berceloteh lucu seolah-olah ingin berkata, "Ini bagus, Yah!", "Ini lucu, Yah!", "Adik sedang lihat video-video ini, Yah!".Â
Tidak bisa dipungkiri bahwa itulah salah satu momen paling berharga tatkala bersama buah hati. Melihat tawa dan senyumannya yang begitu tulus dan meneduhkan.
Dibalik kesenangan yang dilihat anak saya, jujur sebenarnya ada kekhawatiran terkait apa yang ia lakukan dengan smarphone. Pandangannya begitu terfokus melihat layar smartphone.Â
Bahkan untuk berkedip saja bisa dhititung jumlahnya dengan jari. Bagaimana kalau nanti matanya bermasalah? Bagaimana jika dimasa kecilnya ia harus memaka kacamata? Bagaimana jika penglihatannya terganggu? Pertanyaan penuh kekhawatiran itulah yang beberapa kali melintas di pikiran saya.Â
Dengan berat hati saya mencoba untuk mengambil smartphone yang dipakai si kecil. Dengan halus saya tarik perangkat pintar itu. Pelan-pelan berharap ia tidak menyadarinya. Tapi,,,, aaaaaa! Jeritan kecil keluar dari mulutnya. Pertanda bahwa ia tidak sedang dengan apa yang saya lakukan.Â
Hatinya tidak sudi mainan yang tengah asyik disaksikannya harus diambil. Mau tidak mau saya mencoba untuk mengalah. Sebentar membiarkan smartphone itu dimainkannya kembali sambil sesekali berbicara kepadanya, membujuknya agar menurunkan minat serta antusiasmenya memainkan perangkat pintar tersebut.Â
Buruk rayu dan iming-iming mainan lain beberapa kali ditolaknya. Si kecil masih saja asyik dengan smartphone bersama tontonan kesayangannya.
Hampir satu jam berlalu waktu dihabiskan si kecil untuk menikmati tayangan lagu anak-anak, kartun, dan lain-lain di layar smarphone. "Mau sampai kapan kamu mau mainin HP terus, Nak?", batik saya. Melihat si kecil masih terus asyik, ibunya geger dan memintanya untuk menyudahi aktivitasnya memainkan smartphone.Â
"Udah Nak main hape-nya! Kasian mata kamu itu.". Namanya anak kecil, ucapan ibunya seperti tidak digubris. Kondisi ini saya anggap tidak bisa diteruskan. Jangan sampai si kecil kecanduan gadget dan lantas melupakan hal-hal lain.Â
Dengan sedikit mengabaikan konsekuensi tangisan akan terjadi, saya "memaksa" untuk mengambil smartphone itu dari genggaman tangan mungilnya. Tangisannya pecah.Â
Tidak jarang ia menggulingkan tubuhnya seolah ingin memprotes tindakan yang saya lakukan. "Biarlah kamu menangis, Nak. Asalkan kamu tidak sampai terjebak ke dalam efek negatif penggunaan smartphone yang berlebihan.", "Menangislah Nak. Agar matamu tidak sampai mengalami masalah akibat smartphone.".Â