Hidup dan tinggal terpisah dengan sang buah hati merupakan cobaan terberat bagi orang tua, terlebih anak yang dirindukan itu masih berada dalam usia emas yang sedang lucu-lucunya.Â
Melihat senyumannya adalah sebuah obat mujarab penawar lelah, mendengar ocehannya memberi ketenangan hati, dan menyaksikan galak-tawanya adalah kepuasan tak terkira. Ketika waktu bersua dengannya hanya terjadi di akhir pekan saja, dan itupun hanya semalam saja menikmati tawa candanya.Â
Pada saat itulah kita sebagai orang tua merasa ingin memberikan segalanya kepadanya. Asalkan ia bisa tersenyum, tertawa, dan bersuka ria.Â
Sehingga tidak jarang apapun yang menjadi keinginan sang buah hati hampir selalu dituruti. Seolah mendengar jerit tangisnya adalah sesuatu yang haram terjadi.
Diusia anak saya yang sudah menjelang satu setengah tahun ini tidak bisa saya pungkiri bahwa akhir pekan adalah saat-saat yang paling ditunggu.Â
Bukan karena bisa melepaskan diri dari kepenatan kerja, namun lebih karena diakhir pekan itulah salah satu kesempatan saya berkumpul dengan keluarga khususnya berjumpa dengan anak yang tinggal bersama neneknya.Â
Setiap kali saya datang berkunjung, anak saya hampir selalu menunjuk-nujuk tas yang saya bawa.Â
Pada awalnya hal itu saya pahami sebagai keinginannya untuk bermain-main dengan tas. Namun si kecil itu ternyata masih saja terus menunjuk ke arah tas. Saya keluarkan beberapa barang isi tas, hingga akhirnya tangan mungilnya tertuju pada sebuah benda persi empat dengan layar disalah satu sisinya. Smartphone.Â
"Anak usia 1,5 tahun darimana bisa tahu benda ini?", pikir saya. Mungkin beberapa kali ia melihat tante atau omnya yang sedang asyik bermain smartphone dengan sesekali ditunjukkan kepadanya.Â
Yang menarik bagi anak saya dari smartphone itu sebenarnya cukup umum digemari oleh mayoritas anak kecil lainnya seperti video hewan-hewan,  teletubbies, lagu anak-anak, hingga game hewan-hewan. Ketika layar smartphone dinyalakan antusiasmenya seakan meningkat.Â