"Seiring dengan semakin strategisnya sebuah jabatan politik, tidak bisa dipungkiri bahwa godaan yang menyertainya juga semakin besar."Â
Menjadi ketua umum partai politik mungkin bisa dikatakan sebagai puncak karir seorang politisi dalam berpolitik. Jalan menuju ke sana tidaklah mudah, dan mungkin saja melibatkan banyak intrik didalamnya. Mereka yang berhasil mencapai posisi ini bisa dikatakan bukanlah orang-orang sembarangan.
Memiliki communication skill yang baik saja tidaklah cukup. Diperlukan networking yang luas, pembawaan diri yang baik, serta dukungan finansial yang tidak sedikit.Â
Prosesi pemilihan ketua umum partai politik tidak jarang memunculkan aksi sikut sesama anggota partai. Bahkan bisa dikatakan bahwa iklim kompetisi internal partai dalam rangka memperebutkan tampuk tertinggi kepemimpinan rentan menimbulkan perpecahan.
Mungkin kita masih ingat dahulu ada kasus dualisme kepemimpinan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang memperseterukan kubu Almarhum Gus Dur dengan kubu Muhaimin Iskandar, atau perpecahan yang terjadi di internal Partai Persatuan Pembangunan antara kubu Romahurmuzy dan kubu Suryadharma Ali.Â
Posisi strategis disebuah partai politik barangkali memang menjadi magnet tersendiri bagi para politisi tersebut sehingga mereka rela bertikai dengan sesamanya untuk mendapatkan hal itu.
Jabatan ketua umum partai politik mungkin tidak menduduki posisi struktural dalam tatanan pemerintahan, baik itu dalam tingkat kabupaten, provinsi, atau yang lebih tinggi lagi.Â
Ketua umum partai politik mungkin tidak berperan seperti halnya bupati, gubernur, menteri, atau bahkan presiden sekalipun. Akan tetapi perlu diketahui bahwa ketua umum partai memiliki kekuatan luar biasa untuk menentukan alur perjalanan sebuah negara.
Ia yang seolah-olah berada di balik layar perjalanan Bangsa Indonesia sedari tahun 2014 hingga sekarang, karena Presiden terpilih untuk periode 2014 -- 2019 adalah orang yang diberikan mandat oleh ketua umum partai berlogo banteng tersebut.Â
Para calon anggota legislatif pun untuk bisa melenggang mulus menjadi wakil rakyat membutuhkan bubuhan tanda tangan dari sang ketua umum partai politik. Bisa dibayangkan betapa luar biasanya potensi kekuatan yang dimiliki oleh seorang ketua umum partai politik.
Kekuatan ketua umum partai inilah yang beberapa tahun terakhir ini disalahgunakan oleh beberapa orang. Kasus-kasus korupsi besar seperti proyek hambalang, pengadaan sapi import, penyelenggaraan ibadah haji, pengadaan E-KTP, dan lain-lain adalah sebagian contoh kasus korupsi yang menyeret nama-nama besar politisi seperti Anas Urbaningrum, Suryadharma Ali, Setyo Novanto, Lutfi Hasan Ishaaq, dan lain-lain.
Terbaru, kita menyaksikan Operasi Tangkap Tangan  (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada ketua umum PPP, Romahurmuzy, yang dengan sangkaan jual beli jabatan di Kementrian Agama (Kemanag).Â
Romi, sapaan akrab Romahurmuzy menambah daftar ketua umum partai yang terlibat kasus tindak pidana korupsi setelah Setyo Novanto, Suryadharma Ali, Lutfi Hasan Ishaaq, dan Anas Urbaningrum.Â
Jabatan ketua umum partai politik barangkali adalah sasaran empuk petugas KPK dalam rangka mencari memberantas penyakit kronis korupsi di negeri ini.
Besarnya kekuatan yang dimiliki seorang ketua umum partai politik sayogyanya diemban dengan penuh tanggung jawab dan kehati-hatian.Â
Seiring dengan semakin strategisnya sebuah jabatan politik, tidak bisa dipungkiri bahwa godaan yang menyertainya juga semakin besar. Seseorang yang dulu dianggap begitu bersahaja bisa berubah sedemikian drastis tatkala menduduki posisi tinggi dalam politik.
Apabila posisi seperti ketua umum partai diemban oleh orang-orang yang berorientasi pada kepentingan pribadi dan golongannya sendiri, maka kekacauan akan terjadi.Â
Hal ini sudah terlihat dari pengungkapan kasus-kasus besar seperti Hambalang, sapi import, penyelenggaraan haji, atau E-KTP. Â Dalam beberapa waktu ke depan kita akan melihat, apakah akan dijumpai lagi ketua umum partai yang digelandang petugas KPK akibat jerat kasus korupsi.
Jikalau hal ini terjadi lagi, maka kita menyanyakan kredibilitas partai politik yang ada di negara kita saat ini. Apabila seorang politisi selevel ketua umum partai politik sudah biasa menjadi terpidana korupsi, lantas bagaimana dengan orang-orang yang ada di bawahnya?
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H