Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Perlukah "Pressure" dalam Pekerjaan?

13 Februari 2019   16:01 Diperbarui: 13 Februari 2019   21:25 1224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan membangkitkan hal ini maka kita bisa melihat betapa besarnya potensi setiap orang dalam menekuni bidangnya masing-masing. Mereka yang berhasil membangkitkan potensi besarnya akan menjadi sosok yang luar biasa. Sehingga karya-karya besar nan luar biasa hanya tinggal menunggu waktu untuk diwujudkan.

Era Spiritual 
Ada ungkapan yang menyatakan bahwa orang-orang berbisnis untuk mengejar keuntungan, meraih profit. Untuk apa berbisnis jikalau hanya merugi. Sebuah pernyataan yang tepat memang. Akan tetapi justru disinilah titik awal munculnya pendekatan pressure dalam menjalankan suatu pekerjaan. 

Ketika owner menuntut dirinya untuk memperoleh keuntungan sebanyak mungkin, maka ia akan menularkan tuntutan itu kepada struktur yang ada dibawahnya.

Pressure ini terus didistribusikan secara merata sehingga setiap orang yang berada disana merasakan situasi dan kondisi penuh tekanan. Dampaknya bisa kita lihat pada beberapa orang yang tidak kuat menahan tekanan ini mereka memilih untuk meninggalkan pekerjaannya tersebut atau resign. Jikalau tidak, mereka tetap bertahan di sana dengan adanya sekat penghalang capaian produktivitas luar biasa yang terus terkungkung kebebasannya.

Penelitian oleh Gay Hendrick dan Kate Ludeman yang dituangkan dalam buku Corporate Mistique menunjukkan suatu kecenderungan sebuah era baru yang disebut era spiritual. 

Dari hasil penelitian ini diperoleh suatu kesimpulan bahwa para sufi tidak sekadar ditemukan pada tempat-tempat peribadatan, tetapi juga di korporasi-korporasi besar dan CEO sukses dari suatu perusahaan.

Ini artinya orang-orang yang mencapai tangga tertinggi kesuksesan karirnya adalah mereka yang mengamalkan nilai-nilai spiritualitas. Terkait dengan tujuan sebuah bisnis, apabila ia diniatkan sebagai wujud pelayanan dan memberikan manfaat kepada manusia lain maka bisnis itu akan dikelola berlandaskan nilai-nilai murni spiritualitas.

Layaknya sebuah ibadah yang dikerjakan dengan penuh ketulusan dan keikhlasan, sebuah pekerjaan yang dijadikan sebagai sarana ibadah kepada Sang Maha Kuasa ini juga harus dikelola berdasarkan semangat pengabdian. 

Dengan kata lain, sebuah organisasi yang mampu bertahan di era modern ini adalah organisasi yang didalamnya terdiri dari orang-orang dengan kesadaran tinggi untuk menjalankan pekerjaannya sebagai wujud pengabdian kepada Sang Pencipta.

Salam hangat,
Agil S Habib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun