Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Menembus Batas "Comfort Zone" dengan Kemampuan Inisiatif

15 Januari 2019   13:14 Diperbarui: 16 Januari 2019   05:17 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pekerjaan nyaman, gaji lumayan, fasilitas memadai, suasana kerja bersahabat, siapa yang bersedia meninggalkannya? Apabila kita mengalami situasi yang begitu nyaman dijalani seperti itu lantas apa jawaban kita? Menurut hemat saya akan sangat sedikit sekali yang bersedia merelakan kenyamanan itu pergi begitu saja. 

Bahkan mungkin ada yang mengatakan bahwa merupakan sebuah pilihan "bodoh" tatkala seseorang dengan begitu saja melepaskan suasana yang begitu nyaman dan begitu didambakan oleh banyak orang untuk hal lain yang belum jelas masa depannya. Banyak dari kita yang beranggapan bahwa ketika sudah mencapai suatu titik aman tertentu maka itu artinya hidup kita sudah baik-baik saja. 

Kita berkeyakinan bahwa dengan menuju titik tertentu maka tidak perlu lagi kita merasakan kekhawatiran perihal masa depan yang akan kita jalani. Hal ini dapat dicontohkan pada begitu tingginya minat masyarakat kita untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). 

Terbukti dengan membludaknya peserta Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) pada bulan Oktober 2018 lalu dengan jumlah pelamar mencapai angka 4 juta jiwa [1]. Sebagaimana pemahaman yang umum melekat di benak masyarakat kita, bahwa dengan menjadi PNS maka kehidupan akan lebih terjamin, fasilitas tercukupi, mendapatkan jaminan pensiun, dan lain sebagainya.

Kita bekerja keras dan berupaya maksimal agar bisa mewujudkan suatu capaian tertentu. Hingga dikemudian hari kita menemukan suatu kondisi saat kita merasa betah berlama-lama terhadap kondisi itu. 

Bertahan menjalankan jenis pekerjaan yang sama selama bertahun-tahun tanpa ada perubahan berarti, menjalani rutinitas serupa dari waktu ke waktu tanpa adanya harapan untuk menjadi lebih. 

Pada satu sisi, kondisi seperti ini bisa dianggap sebagai bentuk penerimaan akan nikmat hidup atau rasa syukur menjalani pemberian Sang Khaliq. Namun disisi yang lain hal itu juga bisa berarti kita enggan beranjak untuk menjadi pribadi yang lebih berkembang, bertumbuh, dan menjadi luar biasa. 

Orang-orang hebat di luar sana rela meninggalkan kenyamanannya agar bisa berbuat lebih di hidupnya. Karena ada satu keyakinan besar yang melekat pada diri orang-orang hebat itu bahwa hidup adalah ibadah, dan manusia diciptakan untuk menebar kebaikan dimuka bumi. Sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling bermanfaat untuk orang lain.

Sehingga orientasi yang diyakini oleh para tokoh bangsa, aktivitis kemanusiaan, dan para dermawan adalah tentang membagi kebahagiaan dengan orang lain. Kenyamanan pribadi sebenarnya hanyalah kenyamanan semu yang tidak abadi. 

Berkeinginan untuk bisa memiliki arti lebih dalam hidup sama artinya dengan meninggalkan zona nyaman (comfort zone). Terkait  dengan meninggalkan comfort zone ini saya ingin memberikan sedikit pelurusan makna bahwa kita bukan meninggalkan comfort zone dan pergi menuju zona suram (gloomy zone), melainkan kita keluar dari satu comfort zone menuju comfort zone lain yang lebih baik dari kondisi terdahulu. 

Ini berarti kita harus terus bergerak ketika sudah mencapai suatu titik tujuan yang sudah kita tetapkan sebelumnya untuk menggapai titik tujuan lain yang lebih besar. Hal ini perlu kita lakukan karena pada dasarnya kita berada dalam suatu zona sangat luas yang disebut dengan zona bertumbuh (growth zone). 

Kita dituntut untuk terus bertumbuh dan berkembag menjadi pribadi yang lebih baik dari waktu ke waktu. Prinsipnya adalah hari ini harus lebih baik dari kemarin dan esok harus lebih baik dari hari ini. Berpuas diri pada satu kondisi dan tidak bergerak menuju sesuatu yang lebih baik sama artinya dengan membiarkan diri kita tertinggal oleh arus perubahan. 

Ketika Nokia berada pada masa jayanya, ia terlena dengan dominasinya di pasar handphone dan enggan meninggalkan zona nyamannya. Akibatnya saat ini  ia justru tergerus dan semakin tertinggal oleh para pesaing. Terlalu memanjakan diri dengan comfort zone bisa berakibat fatal. Tantangan terberat justru ketika semua terlihat sedang baik-baik saja. 

Seharusnya hal ini menjadi warning bahwa zona nyaman merupakan petunjuk bahwa diri kita harus segera bergerak untuk membuat langkah baru. Terlambat menyadari hal ini hanya akan menghadirkan penyesalan di kemudian hari. 

Dalam hal inilah diperlukan adanya kemampuan berinisiatif agar dapat melihat celah sekecil apapun menuju perubahan lain yang bisa membawa diri kita menjadi lebih baik lagi dimasa yang akan datang. Inisiatif akan men-drive seseorang untuk terus bergerak menemukan sesuatu yang berbeda dari yang lain. 

Sesuatu yang mampu diberdayakan untuk menciptakan keunggulan lainnya. Menciptakan comfort zone baru yang standarnya lebih tinggi lagi. Sebuah inovasi atau terobosan-terobosan baru akan terlahir hanya ketika setiap pekerjaan atau aktivitas dibarengi dengan inisiatif yang tinggi dari pelakunya.

Comfort zone haruslah dipandang  dengan lebih bijaksana, yaitu penanda bahwa capaian kita sudah mencapai titik jenuh. Ini artinya diperlukan gebrakan baru agar potensi besar yang kita miliki tidak berlalu begitu saja. 

Kita semua memiliki sesuatu yang luar biasa, baik itu didalam diri kita sebagai pribadi ataupun kelompok. Sungguh sangat disayangkan apabila potensi besar itu tidak dimaksimalkan. Sebuah inisiatif merupakan langkah terbaik untuk memulainya.

Salam,
Agil S Habib

Refferensi : [1] https://nasional.kompas.com/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun