Banyak aktivis mahasiswa hari ini yang hadir dalam lingkungan kekuasaan, dengan dalih berjuang dengan lebih ideal dan rasional. Lebih parahnya lagi ada yang hadir dalam jalur perjuangan dan pergerakan namun dibelakang itu semua ia berselimut dengan kekuasaan. Keresahan rakyat hanya menjadi bahan jualan untuk capaian individu. Ia berhenti bertaruh tentang perjuangan, yang ia lihat saat ini adalah kepastian dan kebermanfaatan, hadirlah kita dalam wujud "pengkhianatan kaum intelektual.
Apakah kekuasaan yang menyimpang memang sudah terlalu kuat?, apakah ia sudah tidak dapat diperbaiki melalui jalur perjuangan dan pergerakan?. Saat ini tentu banyak yang takut, lebih parahnya lagi ia sudah tak percaya dan menganggap tak berguna.
Apabila seperti itu, kita tak lagi setia pada ide dan cita-cita. Kita sebagai kaum intelektual berkamuflase menjadi seseorang yang egois berfikir hanya untuk kepentingan individu. Kita lupa terhadap kawan kita yang mengalami pembungkaman, hilang, bahkan dibunuh karena kesetiaanya pada ide dan cita-citanya. Dan kini kita bertaruh hanya untuk masa depan individu tidak lagi pada masa depan bersama.
Namun janganlah kita menyerah terhadap keadaan. Harapan itu masih ada selama riak-riak perjuangan dan perlawanan itu masih ada. Kita yang sadar, kita yang tersisa, dan kita yang bisa perlu membangun kembali cita-cita besar itu. Sudah waktunya gerakan mahasiswa itu menggerakan-menyadarkan- dan membersamai mereka yang mengalami penindasan.
Suatu saat nanti sampailah kita pada sebuah pilihan: tetap teguh dan terang pada cita cita perjuangan atau memilih redup bersama kaum penindasan yang mungkin usianya takan lama.
Vox populi, vox dei. (Suara rakyat adalah suara tuhan).
Percayalah suatu saat kita akan sampai.
Refleksi, Evaluasi, dan Proyeksi Gerakan Mahasiswa dari Bandung
Bandung adalah kota yang lebih baik dibakar dari pada dijajah, api itu menggambarkan cinta pada kota ini yang tergambarkan melalui Peristiwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa kebakaran besar yang terjadi di Bandung, provinsi Jawa Barat, Indonesia pada 23 Maret 1946. Sekitar 200.000 penduduk Bandung membakar kediaman mereka sendiri dalam peristiwa tersebut, kemudian meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah selatan Bandung. Taktik ini dijalankan karena para pejuang Indonesia tidak rela jika Kota Bandung akan dimanfaatkan oleh pihak Sekutu dan NICA.
 Api perjuangan yang hadir di kota ini seakan tak pernah mati, api itu terus berkobar untuk membakar habis segala bentuk penindasan dan ketidakadilan.
Tahun 1966 juga menjadi saksi pergerakan mahasiswa bandung sebagai representatif kaum intelektual muda mahasiswa bandung identik dengan independensinya dalam segi narasi hingga aksi. Tidak heran pada saat itu narasi penurunan presiden soekarno hadir dari bandung., tajam dan langsung mengarah kepada jantung kekuasaan. Kisah perjuangan tersebut tercatat dalam buku mereka dari bandung.