Kemudian di antara riak pikiran tadi aku menyekat, mendalami reka demi reka, menjahit beberapa bagian yang sobek, merobek beberapa bagian yang pahit, entah butuh waktu berapa lama, tiba-tiba seseorang menepuk punggung bahuku, aku melirik, kemudian mencoba bangkit melihat siapa gerangan yang telah menyentuhkan lengan halusnya itu di bahu kasarku.Â
Dan, ketika epilog menutup cerita, kau menemukan dia untuk melupakanku, dan aku menemukan aku untuk melupakanmu.Â
Januari 2023
Epilog
Secercah Langit Di Kala Hujan
Tawaku tergelak kaku, menghunjam derapnya asa, kata-kata yang bertajuk ke angkasa itu seketika kelu, setiap diksi yang tersisip rapi bertabur lebur. Buku cokelat kupagut erat seraya langkahmu berbalik arah, kau melenggang, setiap ruas kau lintasi dengan tarian, tampak enteng ketika tumitmu merangkai bebas alinea baru, lututku yang masih tertahan titik kuregup, belum sekuat itu untuk bertumpu lagi di atas bumi. Mataku takjub melihatmu cepat dalam mereformasi, bahkan aku tak melihat jejak tetasan dalam bentuk demonstrasi.
Aku juga mendengar kabar dari kicauan burung beberapa kali, kini hidupmu kembali memantik, beberapa nyawa yang dulunya mati, kini perlahan menyala, benarkah demikian? mungkin kobarannya masih setitik atau mungkin telah membara. Dan, jika ternyata benar, keputusanmu memang tepat, hari di mana ketika kau menyumpah mufakat untuk berhenti melekat, aku masih ingat ketika kata kuinterpretasikan sebagai pukulan, dadaku tercambuk, bibirku melolong seperti anjing, jiwaku menyeruduk seperti babi, detak jantungku lebih cepat dari denting detik.
Terbanglah melampaui kecepatan roket, aku akan terbaring sejenak menahan gejolak anarkis yang menyerangku secara sporadis. Hiduplah layaknya kau hidup untuk ratusan tahun lagi, persimpangan ini sudah saatnya menjadi bercak penataran untuk kelak dikunjungi sebagai buah keikhlasan. Menyalahkan hanya akan membawa kita pada sebuah kegelapan, bukankah menyalakan terang jauh lebih bijak ketimbang mengutuk kegelapan? Tak ada yang menang atau kalah dalam hal ini, dan selalu ada secercah langit di kala hujan bukan? Mungkin kelak kita akan menyerukan cerita ini, dalam etalase masing-masing kita akan membungkusnya secara saksama, menguntai bait demi bait, menyunting kata demi kata, dengan subjektif kita akan membuat judul yang sama, menjadi tokoh paling nyeri, dari prolog hingga epilog, masing-masing akan menjelma dengan sendirinya, dan tulisan ini adalah salah satu bentuk jelmaannya.
Semoga aku tak terlalu bengis menarasikan seluruh kejadian, karena sehebat apa pun kau membuat luka, kau pun pernah hebat membuat euforia.
1-2 April 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H