Mohon tunggu...
Aghnia Tsabitha
Aghnia Tsabitha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa tahun ke-3 dari Universitas Pendidikan Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membedah Kejujuran Puisi Indah nan Tajam: Ikan adalah Pertapa Karya Ko Hyeong Ryeol

19 Juni 2023   21:02 Diperbarui: 19 Juni 2023   21:05 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul Buku      : Ikan Adalah Pertapa
Pengarang      : Ko Hyeong Ryeol
Penerjemah     : Kim Young Soo dan Nenden Lilis Aisyah
Penerbit          : Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun Terbit   : Mei, 2023 (cetakan pertama)
Tebal               : xxiii + 259 halaman

Kehadiran berbagai puisi-puisi di dunia memang sudah menjadi hal yang lumrah di dunia kesastraan saat ini. Tak hanya di Indonesia, berbagai puisi pun lahir dari tangan-tangan sastrawan hebat di dunia, salah satunya adalah penyair Ko Hyeong Ryeol. Kumpulan puisi yang berjudul "Ikan Adalah Pertapa" merupakan antologi puisi yang ditulis oleh penyair berkebangsaan Korea Selatan pada bulan Mei 2023 lalu bernama Ko Hyeong Ryeol. Buku ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Kim Young Soo (sastrawan Korea) dan Nenden Lilis Aisyah (sastrawan Indonesia) yang diterbitkan sebagai cetakan pertama oleh Kepustakaan Populer Gramedia. 

Kumpulan puisi ini memiliki 259 halaman yang merupakan puisi dwi bahasa (Korea-Indonesia). Selain itu, terdapat pula esai-esai berbahasa Korea yang diselipkan oleh penyair Ko ke dalam buku tersebut. Tak lupa, dalam akhir bukunya pun kita dapat menjumpai penafsiran berbagai puisi-puisi tersebut oleh penyairnya sendiri, dan resensi dari sang penerjemah yakni Nenden Lilis A.

 

Gambar di atas merupakan cover depan dari kumpulan puisi berjudul "Ikan Adalah Pertapa". Secara umum, kumpulan puisi tersebut terbagi atas empat bagian yang berbeda, dimana masing-masing dari bagian tersebut terdapat lima belas puisi. Tema yang diangkatnya pun beragam, mulai dari sejarah, politik, masalah sosial, permasalahan lingkungan alam, dan refleksi personal penyair akan nilai-nilai kehidupan negaranya di Korea Selatan. Dalam dunia kepenulisan, sang penyair yakni Ko Hyeong Ryeol, merupakan salah satu sastrawan dan penyair ternama di negaranya. 

Beliau merupakan seseorang yang lahir di kota Sokcho, Korea Selatan pada tahun 1954. Debutnya di dunia sastra adalah pada tahun 1979 melalui puisi berjudul "Chuangtzu" (dibaca dalam bahasa Cina). Dan debut pertamanya dengan kumpulan puisi adalah di tahun 1985 melalui antologi puisi berjudul Perkebunan Semangka Puncak Daechong. Seterusnya, ia pun aktif dalam menerbitkan karya-karya puisi lainnya dan memiliki beberapa karya dalam berbagai bahasa di dunia, termasuk Jepang, Cina, Vietnam, dan Indonesia.

Tak sampai disitu, salah satu prestasi terbaik yang pernah ia dapatkan adalah berhasil dalam menerbitkan kumpulan puisi dalam huruf Braille (digunakan oleh tunanetra) melalui kumpulan puisi berjudul "Bukit Misiryeong pada Malam Hari dan Aku Tidak Berada di Candi Erdene Zuu". Ciri khas dalam karyanya, adalah tema yang selalu diangkatnya seperti pada tema-tema dalam kumpulan puisi ini.

Ikan Adalah Pertapa menceritakan tentang keadaan Korea Selatan dalam berbagai aspek. Dalam puisi-puisinya, Ko Hyeong Ryeol berhasil menggambarkan keadaan Korea yang tak selalu baik seperti yang biasa ada dalam Korean Drama. Kecenderungan tema yang diangkatnya adalah mengenai sejarah Korea berada pada salah satu puisinya yang berjudul "Aku telah Mati pada Waktu itu". 

Kemudian, tema tentang politik berada pada salah satu puisinya "Memandang Dahan dan Bintang", lalu tema tentang lingkungan alam berada pada puisi berjudul "Sebuah Lubang dan Sembilan Puluh Sembilan Lubang yang Diabaikan". Terakhir, tema mengenai kehidupan personal penyair terhadap negaranya berada dalam puisi berjudul "Bisondae dan Puisi Prosais Setelah Makan Mi Dingin". Mari kita membahas secara singkat mengenai puisi dengan tema peringkat teratas, yakni mengenai sejarah, politik dan permasahalan personal negara Korea Selatan.

Dalam salah satu puisinya, penyair Ko berhasil membawa kita dan menggambarkan dengan diksi indah nan tajamnya mengenai kehidupan yang dirasakan rakyat Korea setelah peperangan dan perpecahan antara kubu Selatan dan Utara. Selain itu, permasalahan sosial seperti kemiskinan terlihat jelas dalam penggambaran puisi berjudul "Sebuah Puisi yang Tak Dapat Ditulis".

 Dalam diksinya, penyair Ko menuliskan kalimat diksi: menginjak es batu dengan kaki telanjang, yang merupakan salah satu gambaran dari perasaan yang diderita rakyat Korea pada saat itu. Bunyi dan tipografi yang ditulis oleh penyair terbilang normal dan sama seperti kebanyakan puisi ditulis sebagian besarnya. Tetapi, dalam beberapa lembar bukunya, kita dapat menjumpai beberapa esai yang ditulis penyair dengan bentuk bahasa yang panjang, bahkan dapat menghabiskan dua buah lembar halaman.

Selain penggalan kalimat di atas, puisi lainnya yang merupakan kecenderungan tema terlihat pada penggalan puisi berjudul ("Aku Telah Mati pada Waktu itu", Ryeol, hlm.22).
...
Bagiku yang tak dapat bertemu dengan diriku
selagi hidup, apa gunanya saling menemui satu sama lain?

Penggalan puisi tersebut sedikit menggambarkan betapa pedihnya rakyat Korea akibat perang yang diakibatkan oleh pemecahan kubu Uni Soviet dan Amerika Serikat yang akhirnya memecahkan negaranya menjadi Korea Selatan dan Korea Utara (berdasarkan sejarah Korea). Dalam keseluruhan puisi tersebut, kita memang dituntut untuk membaca keseluruhan diksinya, termasuk puisi-puisi lainnya agar dapat bisa dipahami secara utuh. Dalam penggalan puisi berjudul "Menangkap Cahaya yang Tak Dapat Menyeberang" pun, kita dapat menemukan diksi /nuklir/ yang berarti /ledakan/ terhadap kota Hiroshima di Jepang.

Kumpulan puisi tersebut, memang tak dapat dengan mudah kita artikan dan tafsirkan begitu saja. Selain harus membaca lebih lanjut puisi-puisinya, kita juga dituntut untuk mengetahui lebih lanjut mengenai sejarah, keadaan politik, dan beberapa tema lainnya terkait Korea Selatan (asal negara penyair). Meskipun terbilang cukup rumit dalam permainan diksi, karena penyair banyak menggunakan gaya bahasa metafor dan personifikasi, tetapi buku kumpulan puisi ini cocok untuk dibaca dan dimiliki oleh seluruh penggiat sastra, terutama sastra Korea. 

Selain itu, permainan imaji yang dituangkan oleh penyair, dapat membuat para pembaca merasakan penderitaan dan rasa sakit yang diderita rakyat Korea dalam puisi-puisi tersebut. Tak lupa, gaya bahasa yang dituangkan dalam keseluruhan puisi juga menjadi daya tarik tersendiri dan tentunya menjadi nilai tambah dalam kualitas buku ini. Tak heran, apabila buku ini dibandrol dengan harga tinggi untuk para pencinta buku terbitan Gramedia.

Sebagai penutup, buku kumpulan puisi karya Ko Hyeong Ryeol yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Kim Young Soo dan Nenden Lilis Aisyah ini, mengandung hal-hal yang dapat mengembangkan dan membangkitkan kesastraan dunia. Hal ini dikarenakan puisi-puisi tersebut tertuang dari isi hati, pikiran dan perasaan penyair yang jujur, indah nan tajam, serta imajinatif.***

(Aghnia Tsabitha Putri Fadhilah,  mahasiswi Jurusan Bahasa
dan Sastra Indonesia FPBS UPI Bandung
)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun