Pembangunan berkelanjutan di Indonesia khususnya di daerah perkotaan menyebabkan kurangnya lahan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan meningkatnya emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang berujung banjir hingga pemanasan global. Pemanasan global adalah peningkatan suhu rata- rata atmosfer, laut, dan darat (Saiful et al, 2020). Menurut Badan Meteorologi Inggris, grafik suhu rata -- rata global mengalami peningkatan dari tahun 1975 hingga nanti diperkirakan tahun 2025.
Penyebab terjadinya fenomana ini, antara lain: kurangnya vegetasi tanaman, penggunaan chlorofluorocarbons (CFCs) dan bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan batu bara secara berlebihan, serta adanya gas metana (CH4) dari sektor pertanian dan peternakan. Hal tersebut tidak bisa dihindari sepenuhnya dalam menjalani kehidupan, tetapi kita bisa meminimalisir penggunaannya untuk menghindari dampak buruk yang terjadi.
Energi matahari yang selalu ada di kawasan Indoensia memberi banyak manfaat apabila dikelola dengan baik, mengingat kebutuhan energi yang terus meningkat, sementara Sumber Daya Alam (SDA) non terbarukan yang jumlahnya semakin menipis. Sehingga hal tersebut memberi tantangan dalam membangun Indonesia lebih hijau salah satunya dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Setiap manusia dituntut memiliki kompetensi individu untuk berinovasi guna memacu pembangunan berkelanjutan di segala bidang (Ardiani, 2014). Hal ini juga erat kaitannya dengan konsep green jobs. Green jobs menurut ILO adalah penciptaan lapangan pekerjaan yang layak secara ekonomi, dapat mengurangi konsumsi energi dan bahan baku (dematerialize economy), mengurangi emisi gas rumah kaca (decarbonize economy), mengurangi limbah dan polusi, melindungi dan memperbaiki kualitas lingkungan serta mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan.
Salah satu penerapan green job adalah pembangunan green roof berbasis teknologi solar panel sebagai salah satu prinsip sustainability green energy yang menyesuaikan iklim di Indonesia. Saat musim kemarau dapat memanfaatkan solar panel untuk pembangkit listrik dan saat musim penghujan dapat memanfaatkan green roof untuk mengurangi limpasan air hujan sekaligus mencegah banjir.
Menurut Wibowo (2017), lapisan konstruksi green roof secara umum terdiri atas plat lantai beton, water proof membrane, drainmat, filter cloth, growing medium, dan tanaman atau vegetasi. Plat lantai beton difungsikan sebagai alas atau struktur atap. Water proof membrane merupakan lapisan atau layer yang menutupi keseluruhan permukaan atap yang difungsikan sebagai lapisan anti air. Drain mat adalah lapisan yang difungsikan sebagai tempat pergerakan aliran air dari sistem pengairan padagreen roof. Filter cloth merupakan lapisan untuk memisahkan lapisan drain mat dengan lapisanmedia tanam. Growing medium merupakan lapisan media tanam yang dapat ditumbuhi vegetasi. Kemudian lapisan paling atas pada konstruksi green roof, yaitu vegetasi berupa tanaman, rumput, bunga, atau pun pepohonan.
Pada green roof juga akan dipasang beberapa solar panel dengan jarak 1 meter antara satu dengan yang lain. Instalasi listrik bertenaga matahari diperlukan komponen utama diantaranya solar panel yang mengkonversikan tenaga matahari menjadi listrik, charge controller sebagai pengatur pengisian baterai, inverter adalah perangkat elektrik yang mengkonversikan tegangan searah (DC) menjadi tegangan bolak-balik (AC), serta baterai adalah perangkat kimia untuk menyimpan tenaga listrik dari tenaga surya.
Solar panel dirancang dari bahan semikonduktor yang dihubungkan secara seri dan pararel dengan prinsip energi matahari akan mengisi baterai DC, lalu akan diubah inverter menjadi AC. Output AC inilah yang digunakan untuk menyalakan perangkat listrik (Rosalina dkk, 2019).
Pemasangan solar panel memiliki keuntungan, antara lain: energi matahari yang selalu ada, bersifat ramah lingkungan, mudah dipasang, dioperasikan dan dirawat. Sedangkan kendala utamanya ialah investasi awal yang besar dan harga per kWh listrik relatif tinggi karena memerlukan subsistem yang terdiri dari baterai, unit pengatur dan inverter sesuai dengan kebutuhannya.
Oleh karena itu, kita harus merencanakan secara matang dan teliti besarnya kebutuhan minimum komponen sistem solar panel untuk menghindari pembelian yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah: besarnya beban total yang akan digunakan, jumlah modul yang diperlukan, jenis atau merek modul yang akan dipilih, posisi lintang lokasi dimana sistem solarpanel akan dipasang, serta besarnya kapasitas baterai yang diperlukan. Dengan mengikuti langkah rencana tersebut. Kesesuaian antara kebutuhan, harga, dan kualitas akan dicapai dengan tepat dan optimal.
Green roof berteknologi solar panel berfungsi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, mengurangi polusi udara (membuat udara sekitar segar dan bersih), tempat singgah keanekaragaman hayati seperti burung, meminimalisir limpasan air hujan sekaligus mencegah banjir, serta pemanfaatan energi terbarukan (energi matahari menjadi energi listrik) guna mendukung nol bersih emisi, dan energi terbarukan yang bersifat ramah lingkungan di tahun tahun mendatang.
Menurut Sohaili, et.al (2018), meningkatkan kualitas udara bersih disekitar lingkungan hijau dapat menyerap zat kimia sebaran polutan, seperti mereduksi kandungan sulfur dioksida (SO2), amonia (NH3), nitrogen dioksida (NO3), ozon (O3), dan karbon monoksida (CO).
Bagunan green roof berbasis teknologi solar panel dapat dirancang pada bidang datar, miring, atapun permodelan seperti terasering. Adapun perawatannya, antara lain: pemupukan, pengairan, dan penanaman kembali.
Harapannya, semakin banyak masyarakat Indonesia yang ingin mempelajari dan mendalami terkait profesi green jobs eco design architect dalam upaya pembangunan green roof berteknologi solar panel sehingga bisa diterapkan di Indonesia terutama dalam kota besar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H