Sebelum menulis panjang lebar, izinkan saya untuk disclaimer terlebih dahulu agar pembaca tidak terburu-buru menganggap saya tidak memiliki sifat empati. Saya ingin mengungkapkan kegelisahan saya yang sedikit blak-blakan ini, bahwa saya nggak habis thinking dengan banyaknya postingan-postingan di media sosial yang menjerumus kearah sadfishing dan postingan istilah-istilah psikologi dari orang ngawur yang asal comot dari google.
Hal-hal tersebut bisa berdampak buruk pada diri sendiri maupun orang lain, karena akan menyebabkan kita sembrono dalam menghadapi suatu hal tentang gangguan mental. Disisi lain orang yang mengkonsumsi postingan-postingan tersebut juga akan terkena imbasnya, ia bisa menciptakan generasi yang inyah-inyih (gampang mengeluh), karena mendapat informasi tentang psikologi dari sumber yang ngawur.
Self Diagnose yang Sembrono dan Stigma Jadul Pergi ke Psikolog
Selain resiko diatas, kegelisahan ini saya rasa bukan tanpa alasan atau tidak ber-empati dengan mental health issue, karena jika hal-hal tersebut dibiarkan, takutnya akan menciptakan habbit baru, yaitu kebiasaan orang-orang melakukan self diagnose secara sembrono.
Sebagai pengingat, self diagnose adalah upaya mandiri mendiagnosa kesehatan (dalam hal ini kesehatan mental) dengan cara mencocokkan keadaan yang sedang dialami dengan informasi tentang psikologi dari sumber-sumber yang tidak akurat.
Self diagnose yang sembrono tersebut ditakutkan malah membahayakan dirinya sendiri, karena jika diagnosanya salah otomatis penanganannya juga ikut salah, dan bisa memicu gangguan kesehatan mental yang lebih parah.
"Ya lalu bagaimana? Ke psikolog itu mahal dan ngisin-ngisini je".
Kalau boleh saya menyebut, itu semua alasan kuno. Seiring berkembangnya zaman, kedua alasan tersebut seharusnya sudah lenyap dari muka bumi ini.
Terkait anggapan tentang ke Psikolog itu mahal, coba browsing, sekarang pemerintah sudah memberikan jalan bagi masyarakat yang memiliki gangguan mental tapi tidak punya uang untuk ke psikolog, BPJS Kesehatan sekarang bisa digunakan untuk konseling ke psikolog. Jadi selama anda tercatat sebagai peserta BPJS aktif, BPJS anda bisa dimanfaatkan dengan gratis di rumah sakit terdekat yang membuka layanan konseling gangguan mental. Atau kalau tidak, anda bisa konsultasi ke psikolog lewat online, sekarang banyak psikolog yang membuka jasa konsultasi terkait kesehatan mental lewat online, dan pastinya biayanya lebih murah.
Yang kedua, walaupun di zaman sekarang anak muda sudah banyak yang melek tentang pentingnya Kesehatan mental, tapi tidak bisa dipungkiri masih ada yang menyepelekannya bahkan menganggapnya sebagai aib yang memalukan.
Hey orang-orang yang menyepelekan dan menganggap aib gangguan mental, tolonglah, upgrade cara berfikir anda. Tegaskan pada diri anda bahwa gangguan mental itu bukan aib!, ia sama dengan penyakit fisik yang perlu dijaga dan ditangani. Kalau kita memiliki penyakit fisik berani ke dokter, kenapa kalau memiliki gangguan mental kita harus takut ke psikolog?. Nggak perlu malu ke psikolog, nggak perlu takut cerita anda kesebar, karena antara psikolog/konselor dengan pasien setau saya memiliki asas kerahasiaan, cerita apapun yang anda ceritakan pada psikolog tidak akan sampai menyebar ke orang lain.
Sikap Tawashut Memperkuat Mental
Sikap tawashut (tengah-tengah) disini akan saya ambil dari filsafat Al-Farabi, ia merupakan filsuf muslim yang dijuluki sebagai "guru kedua" karena keahliannya dalam memahami pemikiran-pemikiran Aristoteles sebagai guru pertama dalam filsafat.
Al-Farabi dalam kitabnya yang berjudul "al-Tanbih ala Sabil al-Sa'adah", menjelaskan bahwa keadaan yang menghasilkan kesempurnaan manusia dalam akhlaknya, sama halnya dengan keadaan yang menghasilkan kesempurnaan manusia dalam badannya.
Kesempurnaan manusia dalam badannya adalah kesehatan. Saat kita sehat, kita harus menjaganya. Begitupula sebaliknya, saat kita sakit, kita perlu berusaha sembuh dan memperoleh kesehatan.
Kesehatan fisik maupun mental bisa kita raih jika bersikap tawashut, tawashut artinya bersikap tengah-tengah, tidak berlebihan dan tidak juga kekurangan.
Seperti contoh dalam hal makanan, mempunyai sikap tawashut (tidak terlalu kenyang dan tidak terlalu lapar) akan berdampak lebih baik daripada berlebihan atau kekurangan makan.
Selain itu, anda pastinya tidak asing dengan ungkapan "kamu adalah apa yang kamu makan/konsumsi".
Ya, ungkapan tersebut saya kira sangat tepat untuk direfleksikan. Mengkonsumsi makanan yang beracun pastinya dapat membahayakan tubuh kita, mungkin mengkonsumsi postingan-postingan tentang psikologi dari sumber yang salah (dibaca: ngawur), bisa kita analogikan seperti makanan beracun, ia justru bisa menjadi bom waktu bagi kesehatan mental kita. Perilaku sadfishing dan postingan-postingan ngawur tentang psikologi juga bisa dikatakan terlalu berlebihan, tidak tawashut. Karena keberanian yang berlebihan juga bisa menghasilkan sikap menyepelekan. Jika kita bersikap tawashut, seharusnya kita lebih bisa cermat memilih konten-konten psikologi dari sumber-sumber terpercaya.
Contoh lain mengenai tawashut, dalam bab akhlak keberanian adalah akhlak yang baik, yang dihasilkan dari sikap tawashut antara menghadapi dan menghindari sesuatu yang mengkhawatirkan. Terlalu berlebihan menghadapi sesuatu yang mengkhawatirkan akan menghasilkan kesembronoan, terlalu takut menghadapinya akan menghasilkan sikap pengecut. Dalam menghadapi mental health issue ini, keberanian yang dihasilkan dari sikap tawashut sangat perlu diadopsi, dengan begitu kita tidak hanya menjaga kesehatan mental saja, namun juga berupaya memperkuat mental kita dengan berbagai cara, salah satunya dengan berupaya memahami konsep-konsep psikologi dari sumber-sumber yang terpercaya.
Nah, menurut Al-Farabi, pada akhirnya memiliki sikap tawashut akan menghasilkan akhlak yang baik, dan akhlak yang baik akan membawa manusia pada kebahagiaan yang sejati.
Begitupula sebaliknya, sikap berlebihan maupun kekurangan akan menghasilkan akhlak yang buruk, akhlak yang buruk ini yang seringnya menjadi penyebab gangguan mental, ya sebut saja seperti iri, dengki, hasud, sombong dan kawan-kawannya yang lain.
Dari konsep tawashut ini diharapkan bisa menciptakan generasi yang sadar akan pentingnya menjaga dan memperkuat kesehatan mental agar tangguh menghadapi tantangan dunia yang terus berkembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H