6Mengajar di pulau terluar dan terdepan tak selamanya penuh keterbatasan. Di sebuah pulau kecil yang panjangnya tidak lebih 500 meter dan lebar 200 meter, terkenal sebagai 'pulau minyak' (storage tank oil), itulah pulau Sambu, pulau yang pernah dikuasai Belanda sejak tahun 1897, sebagai tempat jual minyak sejak 1927. Sepelemparan batu dari negara Singapura. Â
Di sini saya punya pengalaman mengajar dengan bantuan video tutorial secara klasikal atas permintaan orang tua. Murid yang saya ajar berjumlah 12 orang. Kemampuan mereka merata karena berasal dari karyawan Pertamina. Pastilah tidak kita sangsikan kesadaran orang tua mereka terhadap pendidikan terbaik buat anak-anaknya. Semula lancar dan antusias, lama kelamaan jika menyuruh video terus mengajar, murid bisa jenuh, guru juga tak bisa istirahat, akhirnya sama terjebak dalam kemonotonan.
Berlain kisah di sebuah sekolah lain. Awalnya saya begitu semangat mengunduh aneka video pembelajaran dari youtube, kemudian 'membakarnya' menjadi format DVD dengan harapan mudah dibuka di komputer atau di DVD player anak. Lengkap materinya untuk semua mata pelajaran tipe A nasional. Isi video dan plotnya sangat bagus. Perlu pengorbanan membuatnya. Video tutorial yang disajikan oleh tutor yang fasih, terlatih, dan berpengalaman menjelaskan secara detail, urut, terpadu, benar, dan penuh kreatifitas. Dilengkapi animasi sebagai penguat penjelasan. Saya pikir, pastilah hebat buat murid-murid saya.Â
Setelah segala sesuatu saya siapkan dengan baik beserta tugas apa yang hendak dilakukan saat menonton, murid-murid mulai mendengarkan dan mengikuti video tutorial dengan segenap arahan, agar pembelajaran berjalan mulus. Saya pun  berharap bisa duduk manis, sejenak bisa melepas lelah bercuap-cuap melulu mentransfer pengetahuan. Tetapi ternyata anak-anak hanya fokus dengan baik selama sekitar 15 menit pertama. Setelah itu, ada saja tingkah laku anak yang berkesulitan, ada yang lirik sana sini seperti tak tertarik, bicara dengan temannya, sampai hanya satu anak yang mau fokus. Kelaspun gaduh bak kapal pecah.
Lain waktu masing-masing anak pun dibekali DVD pembelajaran agar ditonton melalui dvd player di rumah. Bagi anak-anak yang cara belajarnya audiovisual merespon dengan baik. Tetapi tidak bagi anak nonaudiovisual. Baginya ilmu dari teks adalah yang terbaik. Baginya memfokuskan semua panca indera dalam satu waktu itu melelahkan apalagi dalam rangka tugas sekolah. Itu membuat tegang anak.
Saat murid belajar dari video rumah, bila belum memahami tentu bisa mengulangi (rewind) sampai ia memahami, namun jika sebaliknya diulang-ulang juga tidak faham, otomatis tak ada ada penjelasan lain, tak ada guru yang menjelaskan. Perlu pendampingan orang tua agar tidak membuat anak frustasi.Â
Berguru ke video adalah pelajaran satu arah, memberi yang tersaji saja, ambil yang bisa diambil, tidak bisa memberi feedback. Di sinilah kelebihan guru di kelas yang tak tergantikan. Bila di rumah murid tidak mengerti dengan video dan suara yang ditonton dan didengarnya, otomatis tak ada penjelasan yang lain, tak ada catatan kaki. Hal inilah membuat anak frustrasi belajar melalui video.
Dengan dua pengalaman menggunakan video secara klasikal dan pemberian tugas individual. Saya belajar beberapa hal.
Pertama, tidak peduli seberapa fokus murid atau seberapa menghibur video pembelajaran. Apakah itu format video paling bagus dibuat, kali ini saya harus mengatakan bahwa video lebih baik daripada dokumen teks. Bila menggunakan buku atau format teks kita bisa segera mengubah arah belajar dengan mudah, bila tugas dirasa kurang menggelitik, terjadi penyimpangan konsep belajar atau ketika semua siswa merasa berat melakukannya, kita bisa memulai intruksi baru lagi dari awal agar siswa mampu dan mudah belajar. Tetapi kalau Video sepertinya tidak memberikan perasaan fleksibilitas apalagi alat tayang hanya mengandalkan satu alat, satu layar untuk semua.
Kesimpulannya, mengajar dengan menyerahkan penjelasan seutuhnya pada video adalah tindakan kurang tepat, tapi mengajar dengan bantuan video saat dibutuhkan untuk menguatkan teks barulah tindakan tepat. Atau mintalah murid belajar dari video untuk melengkapi (pembuktian) pengalaman belajarnya yang didapat dari teks bacaan.
Kedua, sulit menentukan sejauh mana anak-anak mengerti atau tidak pada waktu tayangan tertentu karena video bergulir begitu cepat dan memerlukan imajinasi yang kuat untuk memahami agar faham dari apa yang disampaikan dari pergerakan gambar sekaligus suara tutor lalu menghubung-hubungkan dari awal hingga akhir tutorial. Beberapa murid nampak tertarik dan menikmati penjelasan materi di video. Lainnya tidak termotivasi dan cenderung kehilangan fokus dan berkelana ke ke lain hal yang tak berhubungan.
Ketiga, Video boleh kita katakan bahan referensi tidak praktis kalau hanya disimpan dalam piringan (CD/DV) karena rentan tergores dan rusak, namun bisa jadi praktis bila dapat juga di smpan dalam berbagai format yang bisa diputar di PC atau gadget untuk menyegarkan sesuatu yang telah kita lupakan.  Dokumen video tak kalah pentingnya dengan dokumen teks. Bukan berarti dokumen video lebih penting dari dokumen teks. Dokumen teks adalah referensi utama dan pertama, jauh lebih berguna. Walau keduanya bisa sama-sama diedit, namun mengeditnya butuh keahlian yang tidak  dimiliki semua pendidik.
Jadi, bagaimana kita sebaiknya sekarang dengan video?
Pertama, jangan jadikan tutorial video sebagai taskmaster. Anak-anak tidak bisa duduk selama 50 menit hanya untuk fokus mereka menyimak. Bagi orang dewasa juga belum tentu bisa fokus selama itu. Biarkan mereka berkeliaran sesekali untuk memecah kebosanan itu. Selipkan kuis atau permainan sesekali dalam setiap sesi. Kendalikan dan biarkan anak-anak bersenangsenang. Ingat, ini adalah pelajaran tambahan dan pelengkap apa yang disebut teks tapi tak bisa digambarkan oleh teks. Dukungan Video untuk memberikan kemudahan dalam pengajaran dan pembelajaran (flexibility in teaching and learning).
Kedua, tetapkan beberapa gol. Gol yang mampu guru mengarahkan dan murid rata-rata bisa melakukan apa intruksi kita, apa yang hendak dikuatkan dari materi tentang pemutaran video. Sesuaikan keadaan dan kondiai kelas maupun murid dengan video dan karakter kita sendiri dalam menelaah kedalaman diksi video. Jadilah fleksibel karena komputer dan anak-anak, ketika memulai, saat berlangsung, hal-hal aneh terjadi dan kita sebagai penyedia konten harus siaga akan permasalahan saat timbul.
Ketiga, video hanya bahan referensi selain buku cetak yang kita miliki, keduanya bisa saling melengkapi. Referensi terbaik berikutnya adalah murid kita sendiri. Saat sesi pemutaran video berlangsung akan ada berbagai macam permintaan dan komentar siswa, semua itu rujukan kita agar pembelajaran melalui video mempunyai makna.
Jikapun banyak  dari murid tidak bisa mendapatkan sesuatu atau tidak bisa memahami materi yang di bahas video, setidaknya satu dari yang lain dapat melihat manfaatnya yaitu kolaborasi antar media belajar video dan teks dalam belajar. Kolaborasi adalah raja.
Keempat, butuh satu anak satu CPU dan  monitor. Terkadang video melompati sesuatu tanpa detail yang cukup dipahami. Video tidak tahu apakah murid kita sudah faham atau belum, ia akan terus bergerak dan berceloteh sesuai waktunya .  Jadi bagi anak-anak yang lambat telaahnya bisa mengulang video kembali sampai memahami apa yang disampaikan. Itu jika murid berada di kelas satu anak, satu komputer. Atau satu anak satu gadget.
Video adalah alat yang bagus namun tidak akan melakukan trik sebagai satu-satunya alat sempurna yang berperan master. Guru tetaplah masterpiecenya. Belum bisa mengantikan peranan guru. Saat guru menjelaskan apa yang dalam teks namun butuh penjelasan yang tidak bisa dijelaskan, di saat seperti itulah video bisa menjelaskan. Di saat penjelasan teks membahana nun jauh ke  lingkungan dan tempat yang sulit dijangkau dan dikunjungi saat itulah video kita tampilkan dan bisa memahami murid kita dengan mudah. Sejumlah pengalaman, keahlian, dan trik diperlukan untuk menjadikannya alat yang benar-benar bermanfaat.
Saya akan terus menggunakan video untuk belajar dan mengajar, lagipula, ada banyak hal bagus di luar sana, yang perlu kita bangun melalui bukti gambar dan video. Tapi mencoba membangun keseluruhan belajar, apalagi sampai menghabiskan waktu efektif 2 jam pelajaran hanya untuk menonton video bukanlah cara mentranfer pengetahuan yang bijaksana. Selamat mencoba!
Bagaimana Menurut Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H