Kultur berjalan kaki ataupun bersepeda. Jogja punya bekal cetak biru NMT yang sudah begitu bagus. Kita punya contoh kultur bersepeda yang sip dalam gerakan Sego Segawe. Maka kini saatnya berbicara tentang kultur berjalan kaki kita.
Orang Jogja yang tinggal di area perkotaan malas sekali jika disuruh berjalan kaki. Mulai dari malas menghabiskan waktu, malas capek, hingga malas berkeringat. Pergi ke warung yang jaraknya 100-200 meter saja orang merasa perlu mengeluarkan motor.Â
Kalau orang Jogja yang tinggal di gunung atau di desa, aku yakin tidak semanja orang-orang Jogja perkotaan. Bisa dilihat dari simbah-simbah yang tinggalnya di gunung dengan pekerjaan utama bertani atau berkebun.Â
Mereka meski sudah sepuh pasti masih rutin beraktivitas dengan berjalan kaki atau bersepeda setiap harinya. Entah untuk nyawah, entah ngarit, entah mencari tumpukan rumput untuk pakan ternaknya.
Nah kultur semacam inilah yang harus digiatkan kepada orang Jogja perkotaan agar kita ini tidak terlalu manja. Kita mesti mulai belajar dari diri kita sendiri. Membiasakan untuk berjalan kaki saja untuk mobilitas jarak dekat. Misalnya kita bisa memilih berjalan kaki untuk pergi ke minimarket jika jaraknya kurang dari 1 kilometer.Â
Secara matematis, kecepatan normal orang berjalan kaki itu sekitar 4 kilometer/jam. Sehingga idealnya orang berjalan kaki dengan jarak sejauh 500 meter sampai 1 kilometer hanya akan menghabiskan waktu 7-15 menit saja.Â
Durasi yang jauh lebih singkat daripada durasi jogging atau maraton. Orang normal harusnya tidak mengeluh capek kalau cuma diajak berjalan kaki dalam durasi sesingkat itu.
Pendekatan Infrastruktur
Nah beranjak dari pendekatan kultur, Pemkot juga bisa mulai bergerak menyiapkan pendekatan infrastruktur. Pemkot dapat menyediakan fasilitas pendukung untuk memotivasi orang-orang supaya menjadi makin terbiasa dan senang berjalan kaki.Â
Papan petunjuk jalan (wayfinding) bagi pejalan kaki yang bisa ditemukan di beberapa titik persimpangan jalan strategis merupakan awalan yang bagus. Walaupun terlihat jelas kalau wayfinding itu lebih bermanfaat untuk dipakai foto-foto turis karena hanya tersedia di sekitar daerah wisata saja.Â
Alangkah baiknya jika wayfinding ini diperluas sampai ke daerah pemukiman dan perkantoran agar lebih bermanfaat bagi warga pejalan kaki.