Memang logikanya pemisahan lantai hunian dengan lantai kios sudah memikirkan faktor keamanan dan kenyamanan warga. Akan tetapi konsep ini sangat tidak masuk akal dengan kebutuhan dan karakter warga. Alhasil banyak warga yang mengabaikan pembagian zonasi ini. Mereka tetap membuka kios kelontong atau berjualan gorengan di depan unit hunian mereka masing-masing, dengan segala kreativitasnya.
Ternyata walaupun pihak Pemkot Semarang dan kontraktor sudah berusaha melibatkan warga dalam proses merencanakan dan membangun rusun, usaha tersebut belum cukup. Nyatanya tetap ada faktor budaya komunal warga yang belum bisa sepenuhnya diakomodasi.Â
Meski demikian bukan berarti pembangunan rusun ini gagal. Seperti biasa, warga kampung selalu memiliki daya adaptasi dan daya tahan untuk berdamai dengan keadaan. Mereka tetap nrimo dan berusaha menyesuaikan diri dengan situasi di rusun. Caranya tak lain dengan membawa budaya kampung mereka ke dalam kehidupan baru di Rusun Pekunden.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H