Tersadar pada paragraf terakhir, jingga masuk di tepi jendela dan meneruskannya pada seluruh ruang. Aku merasakan hangat sore melebihi mentari pagi. Aku tahu kau perlu memandang lama untuk mengakhiri lukisanmu. Lalu bertubi-tubi kau mulai berbicara mengartikan lukisanmu. Kini aku terdiam, aku menunggu kau mengartikannya untukku.
Aku salah, setelah diam panjang kau tak mengartikan seperti biasa lukisan-lukisanmu. Hingga tanganmu terjulur.
" Mau kau menerima lukisanku ini?", tanyamu.
" Tentu saja", jawabku.
" Tapi aku harus memberikan lukisan ini lewat bapakmu ", tanyamu diluar dugaanku.
Kutangkap tanganmu yang mencoba mengajak aku berdiri. Aku sadar harus secepatnya untuk pulang.
Semarang, Oktober-November 2013.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H