Latar Belakang
Iklan luar ruang adalah jenis media luar ruang berukuran besar yang diletakkan pada posisi strategis di luar ruang yang bisa dilihat semua orang, biasanya di pinggir jalanan atau di atas ngunan. Media luar ruang mencakup banyak jenis, mulai dari reklame, baliho, bendera, hingga billboard berukuran raksasa. Perkembangan teknologi digital juga melahirkan jenis media luar ruang digital dengan layar LCD/LED untuk menunjukan gambar statis maupun bergerak (Videotron) (Wikipedia,2019).
Definisi lain datang dari Peraturan Bupati Sleman no.53 Tahun 2015 pasal 1, yang berbunyi, "Pasal 1, Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial, memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan atau dinikmati oleh umum.
Papan/billboard adalah reklame dan alat peraga yang berbentuk bidang, dengan bahan terbuat dari kayu, logam, fiber glas/kaca, plastik dan bahan lain yang sejenis sesuai perkembangan jaman, yang pemasangannya berdiri sendiri, menempel bangunan dengan konstruksi tetap dan bersifat permanen ...."
Keberadaan luar ruang sudah ada sejak pertengahan abad ke 19, bersamaan dengan revolusi industri di mana pabrik-pabrik baru memerlukan media untuk mengiklankan hasil produksi mereka. Sejak saat itu iklan-iklan raksasa ini akrab menghiasi banyak kota di seluruh dunia. Kemajuan ekonomi berarti lebih banyak barang yang dijual, yang membutuhkan media untuk mempromosikan produk tersebut, yang pada akhirnya semakin meningkatkan jumlah iklan luar ruang. Saking banyaknya hingga jumlah iklan ini melahirkan masalah dengan istilah 'sampah visual'.
" Sampah visual dipahami sebagai aktivitas pemasangan iklan luar ruang berjenis       kelamin komersial, sosial, maupun iklan politik yang penempatannya tidak sesuai  dengan peruntukkannya ...." (Sumbo Tinarbuko; DEKAVE, Desain Komunikasi Visual, Penanda Zaman Masyarakat Global.)
Karena kebutuhan iklan luar ruang, beberapa menyalahi aturan dengan berada tidak pada tempatnya, tidak dibayar pajaknya, bahkan membahayakan karena bisa menjadi distraksi.
Lepas dari masalah di atas, isu sampah visual jelas menjadi bukti bahwa kita kini dikelilingi begitu banyak iklan luar ruang sampai beberapa bisa disebut sebagai sampah visual. Lanskap kota-kota kita rasanya tidak lengkap jika tidak ada lautan billboard yang tinggi menjulang atau lebar memanjang yang berlomba-lomba menarik perhatian walaupun tidak semua billboard menarik untuk dilihat dan dibaca sehingga kebanyakan orang-orang bersikap cuek dan tidak memerhatikan walaupun billboard itu sendiri sudah diakui oleh pemerintah kota dan menjadi bagiannya sehingga tetap akan memiliki dampak apabila tiba-tiba dihilangkan. Seperti pendapat beberapa masyarakat yang sempat kami kumpulkan sebelumnya.
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui analisis dampak visual iklan luar ruang di wilayah Jalan Gejayan, Kabupaten Sleman. Pertama kami ingin mengumpulkan opini masyarakat tentang perspektif mereka terhadap iklan luar ruang mengenai apakah di zaman yang didominasi iklan digital dan cara beriklan lain yang lebih modern, iklan-iklan luar ruang masih relevan, efektif, dan memiliki daya saing jika dibandingkan dengan media iklan lainnya. Dari pengumpulan data dan hasil analisis ini kami dapat mengidentifikasi dampak sosial seperti apa yang mempengaruhi masyarakat.
Peran DKV dalam menanggapi dampak visual iklan luar ruang
Dalam segi budaya kreatif, makalah ini menunjukan bahwa billboard kurang efektif bagi masyarakat dan tidak lagi diperhatikan, hilang dari pandangan dan menyatu dengan lanskap di sekitanya, padahal sebagai agen penyalur informasi billboard harusnya mencolok. Orang masih sadar ada billboard di sana, hanya informasi di dalamnya saja yang tidak tersalurkan, oleh karena itu maka sebagai desainer harus bersikap dan berfikir kritis. Dalam hal ini maka desainer bisa mengembangkan media-media kreatif yang dapat dikembangkan untuk media periklanan yang baru dan sebisa mungkin meminimalisir resiko dari sampah visual maupun sampah yang nyata.