Mohon tunggu...
Agavia Syifa Rivani
Agavia Syifa Rivani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Jakarta

hi!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kilas Balik Ketidaksetaraan Pendidikan pada Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) Ditinjau dari Perspektif Konflik Karl Marx

29 Desember 2021   11:11 Diperbarui: 29 Desember 2021   11:46 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Agavia Syifa Rivani (1405620085)

Pendidikan Sosiologi A 2020

Pendahuluan

            Awal tahun 2020 dapat dikatakan sebagai awal mula mimpi buruk bagi hampir seluruh negara di belahan dunia. Hal ini dikarenakan munculnya penyakit yang dikenal dengan virus Corona atau Covid-19 (Coronavirus Disease) yang pertama kali diidentifikasi muncul di kota Wuhan, China pada akhir tahun 2019 lalu. Tidak pernah disangka bahwa virus yang menyerang sistem pernapasan ini dengan sangat cepat menyebar ke berbagai negara termasuk Indonesia.

            Sudah dua tahun terakhir pandemi Covid-19 melanda Indonesia, berbagai bentuk kebijakan telah dibuat oleh pemerintah guna mengantisipasi laju penyebaran virus yang nyatanya telah merenggut banyak nyawa ini. Salah satu kebijakan yang dibuat yaitu larangan  orang  berkumpul dan melakukan aktivitas di luar rumah, serta menghimbau masyarakat untuk tetap di dalam rumah, beribadah di rumah, kerja dari rumah, belajar dari rumah. Hal ini dilakukan sebab virus yang berbahaya ini dapat menular kepada orang lain melalui berbagai bentuk kontak fisik, mulai dari sentuhan fisik dan droplet melalui udara, sehingga salah satu cara pencegahannya ialah individu harus terus berusaha untuk menjaga jarak sosial satu sama lain atau melakukan social distancing (Nasrudin dan Haq, 2020; Amalia dan Sa'Adah, 2020:215).

            Adanya kebijakan pemerintah yang membatasi segala ruang publik lantas berdampak pada hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk pendidikan. Salah satu upaya pemerintah untuk mengurangi angka positif Covid-19 pada sektor pendidikan adalah arahan untuk melakukan pembelajaran dirumah atau yang diistilahkan sebagai Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Mengutip dari Wulandari dan Agustika (2020:516), Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan bahwa tujuan dikeluarkannya kebijakan pendidikan di masa Pandemi Covid-19 yaitu dengan pertimbangan prioritas kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, serta masyarakat. Dengan diberlakukannya PJJ ini, bentuk pembelajaran yang mulanya dilaksanakan di ruang kelas secara luring (offline) dengan sebagian besar menggunakan buku kini harus terlaksana secara daring (online) dengan memanfaatkan berbagai teknologi sebagai media penunjang pembelajaran.

            Penggunaan teknologi bagi keberlangsungan proses belajar mengajar di masa pandemi memang menunjang pembelajaran yang lebih efisien dan variatif meskipun hanya dilakukan di rumah. Namun keharusan menggunakan smartphone, laptop, ataupun tablet dengan kuota internet yang awalnya dinilai sebagai tangga keberhasilan pembelajaran daring tidak sepenuhnya memberikan kemudahan bagi pelaksananya, baik siswa, guru, maupun para orang tua. Memang, bagi mereka yang tinggal di perkotaan dan memiliki sarana prasarana yang memadai pasti akan diuntungkan, namun bagaimana dengan mereka yang memiliki keterbatasan dalam segi teknologi? Seperti para siswa yang tinggal di pedesaan atau daerah terpencil yang kesulitan mendapatkan sinyal, maupun bagi siswa yang masih minim pemahaman akan penggunaan teknologi.

            Dalam (Indahri, Yulia. 2020:15) menyebutkan bahwa hasil evaluasi Kemendikbud mengenai kegiatan PJJ selama tiga bulan terakhir, hanya 51% kegiatan PJJ yang berjalan efektif. Masih terdapat berbagai permasalahan karena sejumlah siswa tidak memiliki akses teknologi, keterbatasan alat/gawai, jaringan internet, dan aplikasi/media pembelajaran. Selain itu, permasalahan terjadi karena akses jaringan internet yang tersedia tidak merata, antara daerah maju di perkotaan dan daerah pinggiran.

            Tentu segala keterbatasan dan ketertinggalan yang dihadapi ini nantinya akan berdampak pada keberhasilan proses belajar siswa. Lantas, kendala pada Pembelajaran Jarak jauh (PJJ) ini akhirnya memberikan pertanyaan mengenai bagaimana seharusnya upaya yang tepat untuk menyamaratakan dan memajukan mutu pendidikan di Indonesia, terlebih dalam keadaan melawan pandemi Covid-19 yang hingga kini masih mengintai.

Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dilihat dari perspektif konflik Karl Marx

            Karl Marx dengan teori konfliknya menyimpulkan bahwa kunci dari sejarah manusia adalah perjuangan kelas sosial (social class). Beberapa kelompok kecil dalam tiap masyarakat menguasai alat produksi dan mengeksploitasi orang-orang yang tidak memilikinya (Tuwu, Darmin. 2018:16). Pada bahasan mengenai pendidikan, Marx menekankan bahwa fungsi lembaga pendidikan yaitu untuk menstransmisikan nilai-nilai masyarakat kelas dominan (the rulling class). Lembaga pendidikan dalam hal ini berfungsi untuk mensubsidi kebertahanan sistem ekonomi kapitalisme (Sari dan Siswanto, 2021).

            Saat ini terlihat bahwa  masalah pemerataan pendidikan di masa pandemi tidak jauh berbeda dari sebelum ada pandemi, bahkan menunjukan perbedaan yang semakin signifikan antara mereka yang berasal dari ekonomi atas maupun menengah kebawah. Pembelajaran jarak jauh diharapkan dapat mengatasi ketimpangan kesempatan, meningkatkan kualitas, relevansi dan efektifitas dalam pendidikan yang disebabkan oleh berbagai hambatan seperti jarak, lokasi dan waktu (Munir, 2009:25). Namun realitas di lapangan saat ini, pendidikan kerap kali hanya melihat ketersediaan sumber daya kaum menengah keatas dalam menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh ini.  

            Selama  pelaksanaan PJJ berlangsung, sudah sangat sering terlihat banyaknya kesenjangan dalam pelaksanaannya. Para siswa dengan ekonomi menengah keatas akan lebih mudah untuk mengakses materi pembelajaran yang diberikan melalui ketersediaan sarana prasarana yang dimiliki dibanding dengan siswa dengan kelas ekonomi bawah yang belum mendapatkan fasilitas yang sama. Rafani selaku ketua PB PII menyebutkan berbagai data realitas pendidikan saat ini berada di ambang mengkhawatirkan, termasuk mengenai angka partisipasi sekolah yang menurun dan angka putus sekolah yang memprihatinkan. Berdasarkan hasil survei United Nation Internasional Children's Emergency Fund (Unicef) bahwa selama pandemi di Indonesia, sebanyak 938 anak usia 7 hingga 18 tahun putus sekolah, dengan 74 persen disebabkan tidak ada biaya. Ia melanjutkan bahwa masih ada 11 persen wilayah Indonesia juga belum mendapatkan akses jaringan seluler (Republika.co.id, 2021).

            Tidak hanya siswa, tenaga pendidik turut menghadapi berbagai kendala dalam mengimplementasikan pembelajaran jarak jauh. Hasil penelitian (Barasa dan Revina, 2020) menunjukkan bahwa beberapa guru pada sejumlah sekolah swasta di wilayah perkotaan di Pulau Jawa melakukan pembelajaran jarak jauh dengan cara yang sama saat mereka mengajar di dalam kelas yaitu berinteraksi secara rutin dengan siswanya menggunakan teknologi konferensi berbasis video. Namun di sisi lain, guru di wilayah pedesaan di luar Pulau Jawa, terutama yang wilayahnya memiliki keterbatasan koneksi internet, jarang berinteraksi dengan siswa dan berkomunikasi dengan orang tua murid untuk membahas perkembangan belajar anaknya. Selama sekolah ditutup, guru yang tinggal di wilayah dengan kondisi seperti ini harus mendatangi rumah setiap siswa agar tetap bisa melanjutkan pembelajaran.

            Dalam teori konflik nampak jelas didominasi oleh kaum borjuis sebagai pemegang kendali  maupun  kebijakan dan  keputusan, mereka dengan mudah mendapatkan stratifikasi sosial dalam masyarakat, demikian pula dalam dunia pendidikan, yang dapat mengendalikan adalah status ekonomi (Maunah, Binti. 2015:76). Salah satu aspek ketidakberdayaan dan ketidakmampuan masyarakat yaitu tidak memiliki tingkat pendidikan yang memadai dikarenakan adanya kemiskinan yang membatasi dalam berproses pendidikan sehingga tuntutan finansial pendidikan tidak dapat terpenuhi (Nuphanudin, dkk. 2021:61). Para siswa yang mengalami kendala dalam proses pembelajaran akan dengan mudah berpotensi menurunkan semangat belajarnya. Berbagai hambatan serta ketimpangan yang terjadi selama pelaksanaaan Pembelajaran Jarak Jauh ini dikhawatirkan akan semakin memperparah mutu pendidikan Indonesia dan menurunkan kualitas sumber daya manusia di masa depan.

Kesimpulan

            Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak pada banyak aspek dalam kehidupan masyarakat, termasuk pendidikan. Masyarakat pada akhirnya harus mengikuti kebijakan pemerintah akan pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sebagai upaya menghentikan penyebaran virus ini. Namun, disamping keberhasilan dalam menurunkan kasus Covid-19 yang kian merebak, nyatanya pembelajaran jarak jauh ini juga menimbulkan ketimpangan pendidikan antara kaum menengah keatas yang memiliki ketersediaan sarana pembelajaran yang memadai, dengan mereka yang berasal dari perekonomian bawah yang minim akan akses dan biaya. Maka dari itu, demi terciptanya sebuah keselarasan sudah seharusnya pemerintah lebih memperhatikan pemerataan akses pendidikan di Indonesia. Karena sejatinya seluruh anak bangsa adalah sama rata, mereka berhak mendapatkan ilmu pengetahuan yang memadai untuk bekal masa depannya. Beberapa kelebihan atau privilege yang dimiliki oleh sebagian kaum serta berbagai kendala yang tidak ditindaklanjui dengan sigap pada akhirnya akan terus menyebabkan ketimpangan pendidikan yang tidak akan pernah usai.

 

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Sari, Dian Rinanta, dan Achmad Siswanto. 2021. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Laboratorium Pendidikan Sosiologi UNJ.

Munir. 2009. Pembelajaran Jarak Jauh Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Tuwu, Darmin. 2018. Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian. Kendari: Literacy Institute.

Jurnal:

Amalia, dan Sa'Adah. 2020. Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Kegiatan belajar Mengajar Di Indonesia. Jurnal Psikologi. Vol.13 No.2.

Indahri, Yulia. 2020. Permasalahan Pembelajaran Jarak Jauh di Era Pandemi. Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual dan Strategis. Vol. 12 No.12.

Maunah, Binti. 2015. Pendidikan dalam Perspektif Struktural Konflik. CENDEKIA. Vol. 9 No.1

Nuphanudin, dkk. 2021. Pendidikan Jarak Jauh di Tengah Pandemi Covid-19. SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN PPs UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG 2021

Wulandari, dan Agustika. 2020. Dramatik Pembelajaran Daring Pada Masa Pandemi Covid-19 (Studi Pada Persepsi Mahasiswa PGSD Undiksha). Jurnal Mimbar PGSD Undiksha (2020). Vol. 8 No. 3.

Website:

Almas, Putri dan Agus Yulianto. 2021. Kebijakan Pendidikan Masih Dapatkan Rapor Merah. https://republika.co.id/berita/r1cor7396/kebijakan-pendidikan-masih-dapatkan-rapor-merah Diakses pada 28 Desember 2021

Barasa, Arjuni Rahmi dan Shinta Revina. 2020. Pembelajaran Jarak Jauh Memperburuk Ketimpangan. Diperlukan Lebih Banyak Pilihan untuk Membuka Kembali Sekolah Tatap Muka. https://rise.smeru.or.id/id/blog/pembelajaran-jarak-jauh-memperburuk-ketimpangan-diperlukan-lebih-banyak-pilihan-untuk-membuka Diakses pada 28 Desember 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun