Menurut Permenkes No. 11 tahun 2017 pasal 4 dan 5 mengenai keselamatan pasien, terdapat 7 Standar Keselamatan Pasien yang terdiri dari: 1) Hak pasien; 2) Pendidikan bagi pasien dan keluarga; 3) Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan; 4) Penggunaan metode peningkatan kinerja; 5) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien; 6) Pendidikan bagi staf tentang keselamatan pasien; 7) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Dengan 6 Sasaran Keselamatan yang harus dicapai, yaitu: 1) Mengidentifikasi pasien dengan benar; 2) Meningkatkan komunikasi yang efektif; 3) Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai; 4) Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada pasien yang benar; 5) Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan; 6) Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh.
Sebagai caregiver, perawat harus selalu ada 24 jam di tatanan layanan klins seperti rumah sakit agar dapat memenuhi kebutuhan pasien. Sebagai edukator, perawat dapat meningkatkan pemahaman pasien, keluarga, dan masyarakat dengan berbagi pengetahuan dan informasi secara jelas dan jujur terkait tanda dan gejala, pencegahan dan penularan dari COVID-19 supaya tidak timbul kecemasan tetapi justru membantu mereka agar dapat waspada dengan selalu menerapkan perilaku pencegahan dan hidup lebih sehat. Sebagai advokat, dimana perawat juga berperan dalam memberikan keterangan ataupun saran kepada keluarga untuk upaya meningkatkan keselamatan pasien dan keluarganya serta mengkikis stigma COVID-19 yang beredar.
Agar benar-benar menciptakan budaya keselamatan pasien yang dapat berujung menjadi kebiasaan baru maka perawat bisa mencontohkan tindakan-tindakan pencegahan infeksi yang benar seperti cara mencuci tangan yang benar, memakai dan melepas masker dengan benar, batuk dan bersin yang benar, dan sebagainya.
Perawat juga dapat memberikan arahan agar baik pasien maupun keluarganya dengan masalah lain lebih berhati-hati karena berada di rumah sakit yang sama dengan pasien COVID-19. Selain itu, hendaknya perawat selalu menganjurkan agar pasien dan keluarganya rajin minum vitamin untuk menjaga imunitas serta tidak lupa selalu mengingatkan bahwa taat protokol kesehatan dengan melakukan 3M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, serta menjaga jarak dan menghindari kerumunan) merupakan suatu keharusan.
Selanjutnya, ketika perawat memasuki ruangan untuk melakukan tindakan tidak lupa memakai APD dan apabila perawat memegang benda- benda sekitar pasien barang maka wajib melakukan hygiene dengan mencuci tangan ataupun menggunakan desinfektan agar tidak menyebar melalui dari benda-benda yang perawat pegang sebelumnya.
Perawat juga apabila ingin melakukan tindakan harus lebih memperhatikan tindakan yang akan dilakukan, seperti pemberian obat dan wajib untuk melihat rekam medis pasien terutama kalau ada perawat yang magang atau baru mulai bekerja harus diawasi oleh yang profesional.
Budaya keselamatan pasien akan meningkatkan sistem keselamatan pasien dan staf yang menangani krisis COVID-19, memastikan kepatuhan terhadap protokol dan memungkinkan staf untuk melaporkan kesenjangan dan kekurangan serta mengusulkan perbaikan, sangat penting bagi Fasyankes dengan sumber daya terbatas karena dapat menimbulkan kolaborasi untuk memanfaatkan sumber daya yang terbatas, serta meningkatkan ketahanan dan menciptakan kegembiraan di tempat kerja sebagai salah satu komponen kunci dalam memperkuat budaya keselamatan pasien.
Tentu hal ini sangat menentukan percepatan penanganan COVID-19 dengan fokus utamanya adalah kesembuhan bagi pasien yang dirawat dan pencegahan penularan infeksi dari virus, yang dimana perlakuannya otomatis tidak hanya mencegah infeksi kepada pasien tetapi juga kepada tenaga medis lainnya.
Agar benar-benar menciptakan budaya keselamatan pasien yang dapat berujung menjadi kebiasaan baru maka perawat harus selalu menerapkan standar dan sasaran keselamatan pasien dalam berbagai perannya (pemberi asuhan, advokat, dan edukator). Ingat bahwa “Keselamatan Tenaga Medis adalah Keselamatan Pasien” begitupun sebaliknya, jadi budaya keselamatan ini tidak akan tercipta dan terlaksana dengan baik apabila hanya sistem kesehatan atau instansi besar (pihak rumah sakit) terkait saja yang mengupayakan, dibutuhkan pula dukungan serta keterlibatan aktif dari masyarakat.
Kiranya penjabaran data-data dan informasi di atas memberikan kesadaran dan menumbuhkan rasa peduli untuk saling bahu membahu memutus rantai penularan COVID-19. Perlunya kesadaran masyarakat bahwa penanganan pandemi ini merupakan tanggung jawab bersama sehingga penerapan budaya keselamatan pasien pada lingkup rumah sakit dapat terlaksana bahkan menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari dan dimana pun individu masyarakat itu berada mengingat bahwa kita sekarang masih berada di situasi pandemi.