Mohon tunggu...
Agaprita Eunike Sirait
Agaprita Eunike Sirait Mohon Tunggu... Dokter - Salam hangat!

Seorang dokter yang sedang mengejar mimpinya, tertarik dengan kesehatan anak, dan senang menyalurkan pengalaman serta pengetahuannya melalui tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pasien di Mata Seorang Dokter

9 November 2018   11:31 Diperbarui: 9 November 2018   17:38 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya baru saja dilantik menjadi seorang dokter kurang lebih sembilan bulan yang lalu, dan baru mulai menjalankan praktik sebagai seorang dokter internsip selama lima bulan. Tentu saja pengalaman saya sebagai seorang dokter masih seumur jagung. 

Tidak ada apa-apanya dibanding guru-guru saya yang sudah sekian tahun menjadi dokter umum, dokter spesialis bahkan konsultan dan profesor.

Seiring berjalannya waktu, seorang dokter yang berkecimpung di dunia klinis tentu semakin kaya pengalaman dalam penanganan pasien dalam hal pengobatan, preventif, dan promotif. 

Sebagai dokter yang baru lulus, ilmu yang masih segar di ingatan membuat banyak dari kami sangat terpaku dengan guideline maupun textbook. Ketika ada sedikit saja hal yang melenceng dari panduan kami menjadi bingung dan harus memutar otak untuk menentukan langkah selanjutnya yang harus diambil. 

Hal demikian berbeda dengan para dokter senior yang sudah terbiasa terpapar dengan pasien. Tidak hanya itu, seorang dokter yang memiliki jam terbang tinggi tentu memiliki "seni" yang lebih terlatih dalam bagaimana berkomunikasi dengan pasien serta keluarganya. 

Mereka sudah tahu bagaimana membaca pasien yang dengan "uniknya" berbicara mengenai penyakitnya. Ada yang berbicara to the point, namun tidak jarang ada yang bertele-tele dan terkesan "curhat". Mereka tahu bagaimana mengiring pasien untuk mendapatkan diagnosis yang tepat.

Jujur sebagai seorang dokter, apalagi di poli di pusat pelayanan primer seperti puskesmas, pasien yang datang cenderung monoton. Misalnya di tempat saya sekarang bekerja kebanyakan adalah pasien dengan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang memiliki keluhan secara umum batuk, pilek, panas, badan pegal-pegal. 

Obat yang diberikan pun sama sehingga tidak perlu banyak berpikir. Saking banyaknya pasien dengan keluhan demikian, akhirnya sudah ada template khusus di kepala tentang pertanyaan apa saja yang harus ditanyakan serta konseling apa yang harus diberikan. 

Hal seperti ini sebenarnya dapat menyebabkan seorang dokter melewatkan hal penting (underdiagnosis). Bisa saja keluhan yang mengarah ke ISPA ini merupakan gejala tambahan dari penyakit lain yang lebih berbahaya misalnya malaria atau penyakit lainnya.

Berbeda dengan di pelayanan di poli, ketika berjaga di Instalasi Gawat Darurat (IGD) di Rumah Sakit tentu saja sebagai tenaga medis bisa kelelahan ketika pasien yang datang banyak dan butuh penanganan yang komprehensif dan cepat. 

Di tengah kesibukan menangani pasien yang "benar-benar" sakit, kadang ada saja pasien yang "hanya" sakit ringan seperti baru pilek selama 1 hari namun datang ke IGD. 

Sebagai tenaga medis jujur saja cukup kesal dengan pasien seperti itu karena sebenarnya penyakit tersebut tidak butuh penanganan cepat dan bisa datang saja ke poli. 

Hal demikian kadang membuat seorang dokter lupa tugasnya sebagai pelayan. Pasien dalam keadaan seperti apa pun harus dilayani dengan sepenuh hati.

Sebagai seseorang yang memiliki kemampuan dan pengetahuan khusus dalam hal medis, seorang dokter tidak boleh lupa bahwa pasien merupakan orang awam. 

Walaupun hal medis berhubungan dengan apa yang ada di dalam tubuh manusia, seorang manusia yang bukan dokter tidak memiliki sense yang sama seperti dokter yang juga seorang manusia. 

Sebagai contoh adalaha kasus seorang anak yang demam tinggi namun tidak diberikan obat penurun panas oleh keluarga dan hanya dilakukan kompres saja karena beranggapan bahwa demamnya akan turun sendiri. 

Padahal, demam tinggi pada anak sangat berisiko kejang yang jika didiamkan saja bisa menyebabkan kerusakan otak. 

Contoh lain adalah misal pasien dewasa memiliki luka di kaki yang tidak kunjung sembuh sekian lama namun didiamkan saja sehingga akhirnya membusuk. 

Pasien tersebut berharap dengan dibersihkan atau diberi obat seperti betadine lukanya akan membaik. Padahal ternyata pasien tidak tahu bahwa luka yang tidak kunjung sembuh memiliki komplikasi infeksi ke seluruh tubuh (sepsis) yang dapat menyebabkan kematian.

Kasus-kasus di atas sebenarnya sering membuat dokter geleng-geleng kepala. Namun sebenarnya, hal tersebut wajar karena sekali lagi pasien adalah orang awam. 

Tidak boleh disamakan dengan dokter yang memang sudah belajar secara khusus. Oleh karena itu, penting sekali bagi dokter untuk memberikan edukasi serta konseling bagi pasien dan keluarga.

Selain itu, ketika seorang dokter menghadapi banyak pasien banyak dari kami yang lupa bahwa pertemuan dengan dokter itu merupakan hal yang istimewa bagi pasien. Seorang pasien menyempatkan waktunya untuk mendapatkan pelayanan medis dari dokter dengan harapan menjadi sehat.

 Pertemuan selama lima atau sepuluh menit itu bukan hal yang biasa bagi pasien. Dokter mungkin melayani puluhan pasien pada hari itu, namun pasien tersebut hanya bertemu dengan satu atau dua dokter saja. Oleh karena itu, perlu ditanamkan lagi hati untuk melayani dan menghargai pasien dan keluarganya.

Mungkin pandangan mengenai pasien tidak sama dengan dokter lain yang sudah lebih senior dan mumpuni dalam seni penanganan pasien, namun menurut saya tidak ada salahnya bagi saya untuk mencurahkan opini saya ini. 

Selain sebagai reminder kepada teman sejawat, saya berharap juga artikel ini dapat berguna bagi rekan-rekan di luar tenaga medis untuk mengintip sedikit dari isi kepala seorang dokter muda ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun