Mohon tunggu...
Humaniora

Menonton Jakarta dalam Dongeng

29 November 2016   03:01 Diperbarui: 29 November 2016   03:27 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kehadiran kita sebagai masyakat tontonan dalam pertarungan politik di media yang seolah menjadi dongeng tentang Jakarta hari ini rasa-rasanya tidak akan segera usai. Masyarakat merasa berhak memiliki keseluruhan gambar yang termediasi oleh media sebagai bagian dari kehadirannya dalam kehidupan sosial. Hal ini sangat dibuktikan dengan bagaimana masyarakat terlibat dalam penandatangan petisi secara online, turut meramaikan aksi unjuk rasa damai, hingga perang di media sosial sebagai netizen. Misalnya, tagar di media sosial Twitter tak pernah sepi dari perang trending topics. Di sini kita melihat bentuk lain dari dongeng yang belum usai, yang diceritakan oleh lisan orang satu ke orang lainnya. Masing-masing pihak pun mengharapkan akhir yang bahagia.

Jakarta hari-hari terakhir ini tak ubahnya seperti dongeng yang sedang berlangsung dengan kita sebagai masyarakat penonton dan para elit politik sebagai pelaku utama. Dongeng ini dapat disaksikan melalui televisi, radio, surat kabar, majalah, media online, dan media sosial. Bedanya, kita tidak pernah benar-benar mengetahui siapa karakter yang baik maupun yang jahat. Semua tokoh yang bersaing memainkan peranannya masing-masing. Entah skenario apa yang dipakai. Mungkin kita juga sedang terlibat dalam dongeng itu sebagai pendukung salah satu tokoh, baik yang ‘katanya benar’ maupun ‘yang katanya salah’. Menariknya di sini karakter baik/benar dan jahat/salah menjadi sangat abu-abu karena berada sebatas penafsiran sehingga terdengar sebagai persaingan antara ‘yang katanya’ dengan ‘yang katanya’. Artinya, tidak ada takaran yang benar-benar pasti.

Kita mungkin harus menunggu sampai dongeng Jakarta ini akan usai pada awal 2017 nanti. Tapi siapa yang sabar menunggunya hingga benar-benar usai? Mari kita tidak hanyut dalam silang-sengkarut kepentingan para tokoh yang menjadikan satu isu dugaan penistaan agama sebagai dongeng yang tidak ingin berakhir bahagia. Sesungguhnya kerukunan dan perdamaian merupakan kebahagian dalam nilai ideal dalam dongeng Jakarta kali ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun